Ditolak Pemda Sejak Februari

Ditolak Pemda Sejak Februari


DPRD dan Pemda membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang disuarakan buruh. (HENDRA/DISWAY BERAU)

TANJUNG REDEB, DISWAY - Jauh sebelum RUU Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law disahkan, Pemda Berau sudah menolak. Meminta agar tidak mengubah substansi.

Itu ditegaskan Plt Asisten II Pemkab Berau, Syamsul Abidin. Saat mewakili Pjs Bupati Berau, Muhammad Ramadhan. Bersama Anggota DPRD menerima aspirasi buruh yang melakukan unjuk rasa. Di Gedung DPRD Berau, Selasa (13/10).

Diungkapkan, jauh hari pihaknya sudah mengirim surat penolakan. Pada 25 Februari 2020 lalu. Meminta agar Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tidak menjadi polemik di tengah masyarakat. Termasuk di Berau.
“Kami meminta pemerintah pusat tidak mengubah substansi UU Cipta Kerja. Saat masih dibahas," tandasnya.

Syamsul Abidin mengungkat itu saat didesak. Oleh ratusan buruh Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC FSPKEP-SPSI) Berau. Untuk menolak UU Cipta Kerja.

Yang meminta DPRD dan Pemda bersurat ke DPR RI menolak UU Cipta Kerja. Inti dari aksi buruh itu, menurut Sekretaris FSPKEP-SPSI, Munir mencabut UU Ciptaker. Alasannya, dari 11 klaster atau 79 UU yang dimuat dalam Omnibus Law, hanya klaster ketenagakerjaan yang merugikan buruh.

"Kami hanya fokus terkait ketenagakerjaan. Kami meminta dukungan DPRD Berau dan Pemerintah Berau agar bersama-sama menolak," harapnya.

Dari banyak pasal yang dinilai bermasalah, ia menilai tiga yang mengancam kehidupan para pekerja.

Pertama tidak adanya batas waktu dan jenis pekerjaan dalam sistem kontrak. Menyebabkan pekerja dapat dikontrak seumur hidup tanpa ada kewajiban mengangkat sebagai pegawai tetap.

Kedua, status kontrak akan berimplikasi pada hilangnya jaminan sosial dan kesejahteraan. Seperti tunjangan hari raya, pensiun dan kesehatan.

Ketiga, dihapusnya upah minimum sektoral (provinsi dan kabupaten) dan adanya persyaratan penerapan upah minimum kabupaten/kota. Juga diwajibkannya penerapan upah minimum provinsi (UMP) yang nilainya jauh lebih rendah.

Untuk itu, dirinya mendesak DPRD dan Pemkab Berau untuk menyampaikan aspirasi ke pemerintah pusat. Untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).

Jika aspirasi tidak ditanggapi, buruh mengancam. Akan menurunkan massa lebih banyak lagi untuk menyuarakan aspirasi kekecewaan terhadap DPR RI dan pemerintahan pusat.

"Jika aspirasi kami tidak disetujui pemerintah dan DPR RI, maka kami tidak akan menggunakan cara mediasi dan persuasif lagi. Jangan salahkan kami jika tidak lagi menggunakan ruangan. Melainkan menggunakan jalan untuk menggelar aksi," ancamnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: