Buaya Tembudan Agresif

Buaya Tembudan Agresif


Dheny Mardiono di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (Hendra DISWAY BERAU--Hendra DISWAY BERAU)

TANJUNG REDEB, DISWAY – Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengingatkan warga Kampung Tembudan. Agar waspada bila beraktivitas di sekitarsungai.

Sebab menurut Kepala SKW I BKSDA, Dheny Mardiono, buaya yang menghuni sungai Tembudan memiliki kelainan sifat. Sehingga cenderung lebih agresif dari buaya lainnya. Jenis buaya ini umumnya lebih banyak melakukan penyerangan. Termasuk kepada manusia.

Dheny Mardiono mengutarakan hal itu menanggapi seorang warga di Kampung Tembudan, Batu Putih, Angkis (70) yang diduga hilang diterkam buaya. Saat memancing.

“Buaya adalah predator buas. Dalam bertahan hidup selalu mengandalkan naluri. Apalagi yang saya pelajari, Berau memang habitatnya buaya,” ujarnya saat dikonfirmasi Disway Berau, Kamis (8/10).

Dikatakan, ada beberapa faktor umum yang melatarbelakangi terjadinya serangan buaya kepada manusia. Di antaranya rusaknya habitat atau tempat buaya itu tinggal. Sehingga merasa terancam.

“Jadi menyerang karena merasa terdesak. Tidak hanya buaya, satwa liar lain seperti ular, harimau dan lainnya, jika merasa terdesak dan terancam pasti akan menyerang. Itu sudah sifat alami satwa liar,” terangnya.

Makanya, ia meminta masyarakat yang tinggal di sekitar anak sungai yang dihuni buaya lebih waspada. Ketika beraktivitas di sekitar sungai.

“Terkait kasus yang terjadi di Kampung Tembudan, belum bisa dipastikan buaya seperti apa yang menyerang. Apakah merasa terancam, atau ada faktor lain. Kami juga akan ke sana melihat lokasi,” terangnya.

Dheny tidak sependapat jika buaya menyerang semata-mata lapar. Sebab melihat sumber pakan, baik ikan maupun satwa lain yang dapat diburu buaya masih banyak. “Kalau sumber makanan, saya kira tidak akan habis dan banyak," terangnya.

Makanya, Dheny mengaku perlu penelitian. Sebab bisa saja jumlah populasinya yang banyak sementara sungai berukuran kecil. Sangat tidak ideal. Dalam kondisi itu, juga penyebab buaya agresif.

“Kalau demikian, buaya harus ditangkap dan dipindahkan. Tapi butuh waktu dan anggaran yang besar. Saat ini kami belum mampu melakukannya,” tuturnya.

Namun, pihaknya sudah memiliki program di setiap kecamatan. Agar kejadian serupa tidak terulang. Yakni dengan melakukan sosialisasi, dan mengidentifikasi sungai-sungai mana saja yang dihuni buaya. Agar dibuatkan papan peringatan.

Sebenarnya, tambah Dheny, masyarakat yang tinggal di sekitar sungai yang dihuni buaya harus bisa hidup berdampingan. Sama-sama menjaga. Maksudnya tidak merusak sarang buaya, dan menjaga jarak jika beraktivitas di sekitar sungai. (*).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: