Ikhtiar Mewujudkan Kampanye Transformatif

Ikhtiar Mewujudkan Kampanye Transformatif

OLEH: ANDI MUHAMMAD ABDI*

Kampanye paslon mulai digelar 26 September hingga 5 Desember mendatang. Pelaksanaan kampanye merupakan salah satu tahapan pilkada. Bagi paslon, masa kampanye menjadi momentum peneguhan diri untuk memupuk simpati publik. Bagi publik, ini ruang untuk menakar dan mengukur kredibilitas paslon sebelum menjatuhkan pilihan.

Ketua Bawaslu, Abhan menjabarkan, terdapat 4 hal yang menjadi isu strategis berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020: Pertama, netralitas ASN; kedua, politik transaksional; ketiga, penyebaran hoaks danujaran kebencian, dan keempat, daftar pemilih yang tidak akurat. Sebagian besar kerawanan yang diuraikan rentan terjadi di masa kampanye.

PERSOALAN KAMPANYE

Kampanye hitam atau black campaign merupakan satu di antara persoalan kampanye. Kehadirannya bisa ragam rupa. Melalui ujaran kebencian, hoaks dan politisasi sara. Karakteristik pesan umumnya bersifat irasional dan lebih berupa serangan personal. Bukan pada gagasan atau program politik yang diusung.

Pilkada DKI Jakarta 2017 merupakan contoh populer bagaimana kampanye hitam tersebut dipraktikkan. Penetrasi isu sara, fitnah dan hasutan berseliweran. Hal ini menyebabkan publik terbelah dan solidaritas sosial pecah. Akhirnya, luka politik akibat kampanye hitam sulit disembuhkan dalam waktu singkat.

Persoalan lainnya adalah politik transaksional. Kampanye transaksional berbasis pada pragmatisme politik. Publik diposisikan sebagai market yang hak suaranya dapat ditukar melalui imbalan materi. Bak gayung bersambut, publik cenderung permisif bahkan antusias dengan pendekatan kampanye semacam ini. Kampanye transaksional ditengarai makin subur di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Kampanye transaksional nyata berbahaya. Baik dalam upaya membangun demokrasi yang bersih maupun karena merendahkan martabat kemanusiaan. Pola seperti ini mengelabui kejernihan publik memilih pemimpin yang ideal. Peluang keterpilihan akhirnya menguat kepada paslon yang mumpuni secara kapital, yang sanggup membeli suara dengan kekuatan finansial yang dimilikinya.

Selain hal tersebut, masalah yang kerap muncul dalam kampanye adalah pencitraan politik yang berlebihan. Paslon seringkali terlalu berpusat pada politik pencitraan atau usaha mem-branding diri. Sesungguhnya politik pencitraan bukanlah inti masalah. Politik pencitraan merupakan sesuatu yang sah jika dilakukan. Sebab tujuan kampanye bermuara pada terbentuknya citra positif paslon. Persoalan prinsipnya apabila esensi kampanye dikerdilkan. Seolah hanya untuk mengukuhkan citra diri semata dan mengabaikan dimensi pendidikan politik.

Selama ini, pola-pola seperti itulah yang membuat kampanye menjadi problematis dan kering makna. Hal demikian terjadi karena banyak di antara paslon tidak akrab dengan pola kampanye yang bersifat transformatif. Baik karena tidak memiliki kemampuan maupun karena tidak memiliki kemauan untuk melaksanakannya.

KAMPANYE TRANSFORMATIF

Menurut Gun Gun Heriyanto (2018), kampanye transformatif diwujudkan dalam kata, konstruksi gagasan, konseptualisasi penanganan masalah serta teknik dan strategi yang inspiratif. Kampanye jenis ini justru tidak hanya membuat pemilih terhipnotis dengan kata-kata. Tapi juga menggerakkan minat partisipasi dalam politik. Karena mampu menumbuhkan harapan untuk maju bersama-sama.

Lalu, bagaimana mewujudkan kampanye transformatif? Mewujudkan kampanye transformatif dapat berkiblat pada model kampanye Leon Ostergaard (dalam Klingemann, 2002). Melalui 3 tahapan kampanye: identifikasi masalah faktual, pengelolaan kampanye, dan evaluasi.

Mengidentifikasi masalah faktual merupakan tahapan awal. Idealitas kampanye berangkat dari persoalan yang dihadapi secara nyata. Berbagai persoalan ditelaah secara ilmiah dan dianalisis melalui hubungan sebab-akibat. Sehingga dalam kampanye, paslon berdialektika secara rasional. Bukan sekadar eksploitasi citra. Paslon dapat menunjukkan kredibilitasnya melalui pemahaman yang mendalam terhadap berbagai isu dan persoalan mendesak. Termasuk menawarkan pemecahan masalah bersifat konkret dan taktis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: