Kerap Tegur ASN

Kerap Tegur ASN

Ismail (HENDRA/DISWAY BERAU)

Menyukai dan Membagikan Unggahan Politik di Medsos

Jika tak ingin karier berakhir, bahkan berurusan dengan hukum, Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga aparatur kampung, kembali diingatkan soal netralitas di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Di media sosial (medsos) ASN Berau, kerap terpantau berpolitik “tipis-tipis”.

Penegasan itu, kembali disampaikan Asisten III Sekretariat Kabupaten (Setkab) Berau, Ismail. Ditemui usai mengikuti kegiatan virtual Netralitas ASN bersama Lembaga Aparatur Sipil Negara (LASN), Rabu (7/10), Ismail mengatakan, sanksi bagi ASN apabila terbukti terlibat politik praktis mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Jelas, kariernya sebagai pegawai negeri atau ASN terancam apabila terbukti melanggar oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Sanksinya sudah jelas. Mulai teguran, administrasi, hingga pidana. Meskipun hanya tindak pidana ringan, tapi kalau dipidana 3 bulan, jelas akan dipecat karena meninggalkan pekerjaan,” ujarnya kemarin.

Lanjut Ismail, hal ini selalu diwanti-wantinya, agar ASN di Kabupaten Berau dapat mematuhi aturan kepegawaian. Sebab, potensi ASN mengikuti politik praktis secara sembunyi-sembunyi bisa terjadi, termasuk di masa kampanye seperti sekarang. “Ini yang kami selalu khawatirkan,” katanya.

Selain ASN, aparatur kampung di Kabupaten Berau juga diminta menjaga netralitasnya. Aparatur kampung yang dimaksud, meliputi kepala kampung, perangkat kampung, anggota BPK, hingga ketua RT yang masih digaji oleh negara.

Bahkan tidak jarang, diungkapkan Ismail, beberapa kali menegur sejumlah oknum ASN, hingga aparat kampung aktif melalui sambungan telepon secara pribadi agar tidak ikut-ikutan berpolitik di media sosial (medsos) yang menyukai unggahan berbau politik atau pun membagikannya.

“Saya beberapa kali mengingatkan kepala kampung, ASN, dan PTT melalui pesan pribadi, agar berhati-hati dalam berkomentar dan memberikan like (suka) di media sosial. Pada intinya, sepanjang mereka masih menerima gaji atau honor dari negara, dilarang ikut berpolitik. Aturannya jelas,” tuturnya

Akan tetapi kata dia, jika sudah pensiun sebagai ASN, atau tidak lagi menjabat sebagai aparatur kampung, ikut mengkampanyekan salah satu paslon tidak masalah. Karena, sebagai negara demokratis, semua masyarakat Indonesia berhak berpolitik.

“Jika sudah tidak aktif lagi atau pensiun silakan saja. Tapi kalau belum, itu tidak boleh,” jelasnya.

Salah satu faktor penyebab utama terjadinya pelanggaran netralitias ASN, adalah faktor ketokohan dan figur yang kuat dalam suatu wilayah. Apalagi adanya tim dari birokrasi “bayangan” yang berpotensi memberikan pengaruh kepada oknum ASN dengan imbalan tertentu.

Seperti halnya seperti jabatan seorang camat dalam suatu wilayah. Dengan ketokohan seorang camat, Dia memiliki peluang besar dalam mengkondisikan, dan merekrut warganya untuk mendukung salah satu paslon.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: