Pengecualian karena COVID-19

Pengecualian karena COVID-19

Penggunaan Alat Pemusnah Limbah Medis dan Infeksius

Jumlah penderita COVID-19 tinggi menyebabkan penggunaan peralatan medis meningkat di Kalimantan Timur. Dus, limbah medis yang ditangani turut melambung. Pemerintah mengambil langkah darurat. Memberi jalan bagi fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang belum memiliki izin, untuk mengolah limbah berbahaya itu.  

Tak terkecuali di Bumi Batiwakkal, alat pemusnah limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai Tanjung Redeb, yang belum berizin, mendapatkan lampu hijau untuk digunakan.

Limbah di RSUD dr Abdul Rivai, mengalami peningkatan setiap bulannya. Hal itu diungkapkan Kepala Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit (IPSPRS) RSUD dr Abdul Rivai, Rudi Hatta.

Penggunaan alat pelindung diri yang merupakan kewajiban bagi petugas kesehatan, membuat volume limbah terus meningkat. bahkan, pada September lalu mencapai angka 1,6 ton.

Di masa pandemik COVID-19, limbah medis dibagi menjadi dua bagian. Yakni, limbah medis dan limbah COVID-19 (infeksius). Dalam kategori limbah infeksius, apapun yang berhubungan dengan petugas ruang isolasi dan pasien COVID-19 akan masuk proses pemusnahan di incenerator.

“Jadi limbah itu dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Procedur (SOP). Hal itu sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan World Health Organization (WHO) bahwa limbah COVID-19 harus di incenerasi,” jelasnya kepada Disway Berau, belum lama ini.

Dalam proses incinerator, dilakukan dengan dua cara. Yakni, dengan menggunakan klorin dan dibakar melalui incinerator.

“Jadi sebelum dibakar, harus diklorin dulu (disterilkan),” katanya.

Dikatakannya, limbah COVID-19 tidak bisa dibuang sembarangan dan harus di incinerator. Jika biasanya limbah medis bisa dipilah, untuk kasus limbah infeksius tak boleh dipisahkan.

“Kan limbah COVID-19 itu, jenis limbah infeksius. Jadi langsung bakar saja semuanya. Mulai bekas APD, hingga bekas makanan pasien juga termasuk,” ungkapnya.

Rudi menegaskan, incinerator RSUD dr Abdul Rivai belum mengantongi izin resmi dari pemerintah. Namun, berdasarkan Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nomor  S.389/VPLB3/PPLB3/PLB.3/04/2020, pihaknya diperbolehkan untuk mengoperasikan alat tersebut.“Tapi itu hanya selama pandemik COVID-19 saja,” akunya.

Lanjutnya, hasil pembakaran incinerator juga bagian dari limbah. Pembakaran limbah COVID-19 pun menghasilkan abu dan asap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: