Drama Tunggu-tungguan SK yang Melelahkan
Balikpapan, Nomorsatukaltim.com - Awalnya perjalanan Ahmad Basir dengan PPP dan Perindo begitu mesra. Bahkan berlanjut ke koalisi 10 partai. Namun ending-nya seperti drama Korea. Maju mundur. Hingga akhir tidak ada kejelasan. SK DPP tidak pernah keluar atas nama Basir.
PPP sejak awal memang jadi incaran Basir. Tiga kursi partai berlambang Kakbah di DPRD Balikpapan, sangat vital untuk koalisi yang sedang dibangunnya. Apalagi baru 5 kursi yang aman. Yakni Nasdem (3 kursi) dan Hanura (2 kursi). Sementara butuh 9 kursi DPRD Balikpapan. Untuk bisa punya perahu. Sisanya, bisa dari Perindo dan PKB. Masing-masing punya satu kursi.
Kalkulasi ini membuat Basir teliti mengikuti proses penjaringan di PPP. Mendaftar ke PPP sebagai bakal calon wali kota pada November 2019. Dan taat mengembalikan formulir pendaftaran pada 22 November 2019. Sekaligus pemaparan visi misi pada hari yang sama di Hotel Benakutai Balikpapan.
Selanjutnya Basir juga mengawal pleno tingkat DPC Balikpapan. Hingga mengetahui hasil pleno membawa namanya untuk diserahkan ke DPW dan DPP.
Basir lantas berkomunikasi dengan DPP. Salah satunya menemui Sekjen PPP Arsul Sani di Gedung MPR RI Jakarta. Dalam pertemuan itu, Basir dipersilakan mengikuti tahapan-tahapan. Gayung pun bersambut. PPP kemudian pada 10 Juni 2020, ikut meneken surat pernyataan koalisi 10 kursi. Bersama Nasdem, Hanura, PKB, dan Perindo. Solid mendukung AHB.
Koalisi ini membuat semuanya makin ringan. Lantas setelah pemaparan visi misi di PPP, surat rekomendasi pun keluar. PPP mengeluarkan rekomendasi No 2627/REK/DPP/VIII/2020. Keluar tanggal 4 Agustus 2020. Berisi rekomendasi untuk AHB.
Basir pun lega. Artinya tinggal menunggu final dukungan tertuang dalam form B1-KWK KPU. Dalam hal ini dilampiri SK DPP PPP. Namun berjalannya waktu, terjadi drama.
Muncul kabar: 99,9 persen PPP beralih mendukung calon lain. Bahkan pada 31 Agustus 2020, muncul kabar lebih keras. Bahwa beredar potongan foto B1 KWK PPP sudah keluar atas nama calon lain. Basir pun mencoba mencari tahu. Ada yang bilang, bahwa benar B1 KWK PPP itu sudah jadi atas nama lain, namun belum dikeluarkan secara resmi.
Basir pun berusaha bertindak cepat. Posisinya di Jakarta saat itu. Sehingga bisa langsung memastikan ke DPP. Hari itu tanggal 3 September 2020. Besok sudah dibuka pendaftaran di KPU. Basir sempat ditemani beberapa tokoh politik perwakilan koalisi 10 kursi.
Akhirnya hari itu direncanakan rapat di Gedung MPR RI. Sekaligus bertemu perwakilan DPP PPP. Dihadiri juga perwakilan Perindo, PKB, Hanura dan Nasdem. Misi Basir jelas. Memastikan komitmen. Benarkah koalisi 10 kursi ini mendukung hingga pendaftaran. Ataukah ada yang berpaling?
Sayangnya tanda-tanda keraguan mulai muncul. Ketika lokasi pertemuan tiba-tiba digeser ke DPP PPP. Dan ketika di sana, ternyata tidak satupun perwakilan partai bertemu Basir. Sempat ada perwakilan PKB, namun menurut Basir tidak ada komentar.
Basir mencari cara. Akhirnya berkat bantuan Ketua DPW PPP, Basir bisa berkomunikasi dengan salah satu anggota desk pilkada DPP PPP. Desk pilkada inilah yang mengurus teknis hingga SK DPP bisa keluar.
Oleh anggota desk pilkada PPP itu, Basir diberi tahu bahwa B1 KWK atas namanya sudah ada. Namun baru ditandatangani sekjen. Lantas Basir diminta memastikan ke Perindo yang punya 1 kursi itu. Apakah Perindo juga pasti mendukung. Karena dukungan PPP ini akan percuma bila Perindo tidak mendukung. Sebab bila hanya Nasdem (3), Hanura (2), dan PPP (3), baru 8 kursi. Kurang 1 lagi untuk memenuhi syarat 9 kursi. Dan sisanya itu diharapkan dari Perindo. Atau PKB.
Namun perwakilan itu spesifik meminta Basir memastikan Perindo. Basir pun mengontak DPP Perindo. Terhubung dengan salah satu wakil ketua DPP Perindo. Basir mengaku mendapatkan permintaan yang sama. Kali ini, Perindo yang meminta Basir memastikan ke PPP. Kedua partai sama-sama berdalih. Bila Perindo mengeluarkan SK, maka PPP akan keluarkan SK. Begitu pula sebaliknya. Terkesan tidak ada yang mau mengeluarkan lebih dulu. Saling tungu-tungguan.
Dan hingga akhir masuk pendaftaran, tak ada SK pusat yang keluar atas nama Basir. Baik dari Perindo maupun PPP.
“Seperti pertanyaan ayam dan telur, mana yang duluan. Kan tidak ketemu akhirnya. Saya kira ini drama. Kalau memang mau keluarkan SK, kan gampang saja. Tinggal kedua pihak berkoordinasi. Lalu sama-sama mengeluarkan. Tapi ini kan tidak. Jadi saya yakin ini drama saja,” kata Basir bercerita tentang kejadian itu.
Ya, ayam dan telur ini sampai ujung tidak bersatu. Basir akhirnya kehilangan kursi-kursi yang sejak awal dipegangnya.
Dikonfirmasi mengenai perpindahan dukungan, Ketua DPC PPP Balikpapan Jumiati punya pendapat sendiri. Dia menegaskan dari awal rekomendasi di tingkat Balikpapan sudah bersama AHB. Namun yang jadi masalah, katanya, Basir hingga akhir tidak bisa memenuhi 9 kursi. Jumiati pun mengaku di-deadline oleh DPP untuk kepastian itu. Bahkan di detik-detik jelang pendaftaran ditutup tanggal 15 September, Basir juga belum bisa memastikan.
“Pak Basir sempat minta waktu 1 jam. Namun sampai detik terakhir tidak ada kepastian 9 kursi. Akhirnya DPP bilang jika seperti itu ya kami tidak bisa merekomendasikan,” katanya. Jumiati juga menegaskan tidak tahu menahu bila ada lobi-lobi elite. Maupun iming-iming politik agar berpindah haluan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: