Problematika 7 Bulan Belajar Daring di Kaltim

Problematika 7 Bulan Belajar Daring di Kaltim

Senada, Feri menuturkan hal serupa. "Katanya sih ada," ucapnya.

Namun berbeda lagi dengan Arif. Ia tidak begitu menanti adanya bantuan kuota itu. Anaknya ada dua. Satu kelas 4 SD. Satu lagi kelas 3 SMP.

"Di rumah pakai WiFi. Jadi saya bingung kalau ada bantuan kuota itu untuk apa. Malah bisa hangus tak terpakai," urainya.

Ada sekira 31 ribu nomor peserta didik di PPU didaftarkan. Dimasukkan ke dalam dapodik. Nomor itu berdasarkan usulan dari tiap sekolah. Tingkatannya SD dan SMP saja. Swasta dan negeri. Tanpa SMA. Itu di luar kewenangan Dinas Pendidikan dan Olahraga PPU.

Idealnya, lanjutnya, didata dengan benar. Agar bantuan lebih efektif. Karena tidak sedikit masyarakat yang sudah menggunakan WiFi.

"Lebih baik tidak usah ada bantuan untuk yang punya WiFi. Atau bisa dialihkan saja bantuan untuk subsidi pembayaran WiFi," urainya.

*

METODE PEMBELAJARAN

Mau tidak mau waktu harus disediakan untuk mengajari anak. Dalam belajar. Karena tugas-tugas datang hampir tiap hari.

"Ya gantian saja dengan bapaknya," ujar Sri.

Tak hanya kuota yang numpang ke kebutuhan orang tuanya. Android yang digunakan juga berbagi.

"Mau bagaimana lagi," tanya dia.

Anaknya baru masuk sekolah dasar. Karena pandemi, anaknya belum pernah merasakan bangku sekolahan.

"Ya mengajari membaca. Kadang banyak mainnya dari pada belajarnya," keluh Sri.

Feri juga demikian. Anaknya ada dua orang. Keduanya SD. Biasanya ia hanya mengkontrol saja. Apakah tugas-tugas yang diberikan sudah dikerjakan atau belum.

"Biasanya materi lewat video. Saya awasi saja. Nanti kalau ada yang tidak dimengerti, mereka baru tanya," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: