Ironi Calon Tunggal di Pilkada
Investor politik pun, karena usahanya terpukul pandemi, cenderung pilah pilih dalam mendukung kandidat. Tidak lagi seperti kebiasaan mereka sebelumnya yang mensponsori semua calon.
“Karena investor politik juga terbatas dengan kondisi ekonomi yang sulit, akhirnya yang punya uang untuk memborong tiket pencalonan itu petahana sama pengusaha,” kata Arya.
Dia juga menyoroti syarat pencalonan yang disinggung Mardani. Ini mengakibatkan partai yang punya suara relatif kecil harus lobi sana-sini untuk berkoalisi dan mengajukan calon. Akhirnya, mereka mengambil jalan pintas dengan mendukung kandidat yang memiliki elektabilitas tinggi.
Untuk mengatasi kecenderungan semakin maraknya calon tunggal, ia menilai perlu perbaikan dari sisi hulu: pertama, menciptakan sistem multipartai sederhana. Caranya, dengan mengecilkan district magnitude (besaran daerah pemilihan) dari 3-10 dapil atau 3-8 dapil dan memberlakukan ambang batas parlemen daerah minimal 2,5 persen. “Kedua, menurunkan syarat pencalonan perseorangan. Agar banyak alternatif,” kata Arya. (trt/qn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: