Pilih Lawan Tanpa Otak, Cermin Demokrasi Buruk

Pilih Lawan Tanpa Otak, Cermin Demokrasi Buruk

PETA politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020, mulai terbaca. Sejumlah daerah terbuka peluang hanya diikuti calon tunggal. Selain akan menjadi sejarah, kondisi ini menyisakan tanda tanya. Khususnya dalam proses pengkaderan, dan penyaringan bakal calon oleh partai politik.

Mantan Komisioner KPU Balikpapan, Abdul Rais mengatakan, Pilkada yang digelar dengan hanya satu pasangan calon, adalah cerminan demokrasi yang buruk.

“Sekalipun hal itu diperbolehkan dalam undang-undang,” katanya.

pada dasarnya, dalam proses pengusungan partai, memungkin adanya kandidat yang memborong dukungan semua pemilik  kursi di legislatif. Sehingga hal itu menutup peluang bagi calon kompetitornya. Untuk mendapat dukungan dari partai politik tadi.

"Karena sudah diborong oleh kandidat yang kuat. Dengan modal yang besar," ujarnya, Senin (31/8).

Rais menganggap, calon tunggal atau kotak kosong dalam Pilkada, menandakan proses pemilihan yang tidak demokratis. Karena, lawan yang dihadapi hanya benda mati. Tak punya ide dan gagasan, sehingga masyarakat tak bisa membandingkan program yang akan dibuat. 

Seharusnya, lanjut dia, partai-partai politik itu, lebih mengedepankan asas demokrasi yang baik. Yang mengedukasi masyarakat. Tidak kemudian ramai-ramai mendukung satu kandidat calon. Dan tidak memberi kesempatan kepada calon lain. Ini adalah anggapan yang salah, kata Rais.

Harus dicatat, katanya, bahwa calon kepala daerah yang menginginkan melawan kotak kosong adalah suatu kesewenang-wenangan. Hanya karena memiliki modal besar, ia bisa memborong partai. Tanpa menimbang nilai-nilai demokrasi dan martabat rakyat untuk memilih pemimpin. Padahal kekuasaan yang diperolehnya, adalah amanah dari rakyat.

Namun, ia menilai masyarakat sekarang mulai cerdas. Melihat proses pemilihan kepala daerah yang baik dan yang buruk. Artinya ini akan membuka peluang, rakyat memenangkan kotak kosong. Seperti yang terjadi pada pemilihan wali kota Makssar, sekian tahun lalu.

Hal itu menandakan masyarakat juga bisa menilai dan menentukan. Pemimpin yang benar-benar lahir dari proses yang baik. Dan kedaulatan masyarakat dalam memilih pemimpin tidak ditentukan partai. Justru kondisi ini hanya akan membuat partai politik kehilangan kepercayaan masyarakat.

Untuk itu, doktor di bidang ilmu hukum tersebut menyarankan partai politik, untuk menciptakan perpolitikan yang sehat. Partai politik mestinya mengarah pada optimisme dalam berpolitik dan berdemokrasi. Agar masyarakat tidak hilang kepercayaan.

"Rakyat sudah melek politik. Politik bukan semata mata untuk kekuasaan. Tapi bagaimana (kekuasaan) itu melahirkan kesejahteraan bagi rakyat," pungkas Rais. (das/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: