Cara Tegowadi Mengabdi untuk Bahari
Tegowadi secara swadaya menanam bakau secara mandiri. Belakangan, dia diminta menjadi ketua kelompok warga. Tidak hanya mengajak warga menjaga dan merawat mangrove, Tego juga berhasil melibatkan para ibu rumah tangga memanfaatkan buahnya.
Misalnya menjadikan buah mangrove sebagai aneka penganan. Seperti jajanan klepon, atau kembang kelapa dari mangrove jenis api-api. Sebelum menjadi penganan, buah bakau dikeringkan, lalu direbus dan digiling menjadi tepung.
Meski tercatat sebagai Pengawas Hutan Kota Balikpapan, Tego terlibat langsung dalam pembibitan. Mulai mencari buah, menyiapkan lumpur sebagai media tanam, menyimpan dalam polybag, sampai melakukan penanaman.
Agar bisa ditanam, bibit harus berusia sekitar 6 bulan. Selama itu pula, Tego dan warga setempat melakukan perawatan. “Jangan sampai setelah tumbuh, batangnya ambruk. Bisa gagal,” kata dia. Karena itu, bibit yang sudah tumbuh biasanya diikat satu sama lain. Supaya tetap tegak. Ia juga harus menjaga supaya tempat pembibitan tidak lembab.
Bibit mangrove berusia 6 bulan biasanya sudah punya akar yang kuat, sehingga mamu menahan air pasang. Selain itu, batang setinggi hampir satu meter dan daun yang cukup banyak, mampu membuatnya tumbuh.
Berjaga dari Buaya dan Pencuri
Kaharuddin dan Samaruddin adalah kakak beradik yang juga aktif dalam merawat kawasan itu. “Kalau sudah bekerja begini ya seru,” kata Kaharuddin sambil memasukkan bibit dalam polybag.
Seingatnya, kawasan mangrove yang dulu tidak selebat saat ini. “Dulu (sebagian Kawasan) tambak. Tidak ada pohon, mati,” kata pria 60 tahun itu. Ketika itu, masih banyak ditemukan buaya muara berkeliaran. Lima tahun lalu misalnya, Kaharuddin sempat menangkap buaya lalu menyerahkan ke penangkaran di Teritip.
Keberadaan buaya sempat membuat warga khawatir menanam mangrove. Namun perlahan kecemasan menghilang karena binatang buas itu jarang dijumpai lagi.
Bukan hanya buaya. Warga setempat juga berjaga dari aksi pencurian dan sampah plastik. Kayu ulin yang dipakai sebagai jembatan, seringkali hilang. Belum lagi soal banjir botol plastik.
“Meski seringkali dibersihkan, namun jika hujan turun, sampah plastik kembali bermunculan,” imbuh sang adik, Samaruddin. Sampah-sampah plastik itu diduga berasal dari parit besar yang mengalir dari arah Gunung Pipa. “Gazebo satu seringkali jadi terminal sampah.”
Ia berharap masyarakat mulai menghilangkan kebiasaan membuang sampah sembarangan. Apalagi sampah botol plastik yang tidak bisa terurai sendiri. KUB Tepian Manunggal Abadi juga dipercaya menyediakan bibit untuk bakau di sejumlah lokasi. Seperti di Kawasan Teluk Waru yang diprakarsasi PLN.
“Dulu sangat banyak perusahaan menanam mangrove, saat ini tinggal Pertamina yang masih konsisten,” kata Tego. Dia berharap semakin banyak pihak memberi perhatian terhadap kelestarian mangrove. Terutama di saat sulit saat ini.
Pertamina pada Juli 2020 kemarin telah memberikan bantuan bibit mangrove untuk ditanam di hutan kota kawasan Margo Mulyo. Selain itu juga memberikan sejumlah buku mengenai lingkungan dan cara menanam mengembangkan lingkungan.
Pemberian bantuan bibit bagian dari program CSR bidang lingkungan. Roberth Marchelino Verieza, Region Manager Comm, Rel & CSR Kalimantan mengatakan, kepedulian Pertamina terhadap lingkungan salah satunya dengan memberikan bantuan bibit baik mangrove ataupun bibit lainnya. Dengan melibatkan masyarakat sekitar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: