Catatan Kemerdekaan: Petani Karet di Kubar Belum Merdeka

Catatan Kemerdekaan: Petani Karet di Kubar Belum Merdeka

Saya sempat menelusuri langsung kepada sejumlah petani karet yang notabene hidup dari menyadap karet sudah hampir 20 tahun. Mereka sebenarnya tidak mengeluh dengan kondisi tersebut. Yang menjadi keluhan mereka, mengapa pemerintah tidak mengambil kebijakan melalui perusahaan daerah, difungsikan untuk membeli dan mengepul getah karet petani.

Karena selama ini getah karet petani di Kubar dibeli oleh tengkulak getah dari Kalimantan Selatan dengan harga yang sangat minim.

Di Kutai Barat, sejak beberapa tahun terakhir, berdiri sebuah pabrik pengolahan getah karet asal luar negeri. Pabrik pengolahan getah itu sempat beroperasi beberapa tahun. Sejumlah petani karet mengaku merasa terbantu dengan adanya pabrik itu. Karena harga getah di Kubar mulai melonjak. Tetapi tak lama setelah itu, pabrik tersebut tutup. Alasannya, tak sanggup mengepul getah karet petani, karena kualitas getah yang kotor.

Sejak itu pula, petani karet di Kubar semakin meradang. Getah karet melimpah, namun tak berharga. Menjelang 75 tahun usia kemerdekaan NKRI ini, petani karet di Kubar merata mengaku perekonomian mereka belum merdeka. Melihat kondisi yang ada saat ini, ditambah pandemi ini, memang petani karet di Kubar nyaris hidup segan mati tak mau.

Senada seorang petani karet di RT 03, Kampung Ombau Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Mito (27) mengaku bahwa memang saat ini sebagai petani karet, dia belum merasa merdeka. Masalahnya ya itu, harga karet.

“Harga kalau sekarang selama pandemi hanya Rp 4.800 per kg getah yang bersih. Saya sudah dari kecil menores karet. Harga terparah, tidak sesuai dengan harga kebutuhan pokok,” katanya, didampingi saudara sepupunya, Imron (30) yang juga penyadap getah karet, Jumat (14/8).

“Saya berharap pemerintah bisa membina petani karet, misalnya lakukan peremajaan kebun dengan bantuan modal buat petani karet,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: