Konsumsi Pemerintah sebagai Penawar “Racun” Resesi

Konsumsi Pemerintah sebagai Penawar “Racun” Resesi

Para tenaga medis di Indonesia masih berjibaku melawan peningkatan kasus COVID-19. Di saat bersamaan, pemerintah pusat dan daerah berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (Int)

Jakarta, nomorsatukaltim.com - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir memastikan, pemerintah akan mendorong konsumsi. Dalam rangka mencegah potensi terjadinya resesi.

“Kita lihat konsumsinya anjlok. Konsumsi pemerintah masih anjlok. Jadi kita dorong konsumsi pemerintah. Agar bisa lebih tinggi. Sehingga tidak terjadi resesi,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (13/8).

Iskandar menyatakan, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat aktivitas masyarakat terganggu. Karena itu, perekonomian Indonesia di kuartal II tahun ini mengalami kontraksi 5,32 persen (yoy).

Menurutnya, berbagai faktor yang menyebabkan ekonomi nasional turun salah satunya konsumsi pemerintah yang tidak maksimal. Sehingga terkontraksi 6,9 persen di kuartal II-2020.

Hal tersebut sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). Yang menyatakan konsumsi pemerintah terkontraksi. Karena realisasi belanja barang dan jasa serta pegawai turun. Seiring adanya penundaan kegiatan K/L.

BPS juga mencatat penurunan konsumsi pemerintah turun. Penyebabnya, perubahan kebijakan pemberian THR. Yang tidak melibatkan pejabat negara serta eselon I dan II.

Meski demikian, Iskandar menyatakan, kontraksi yang dialami Indonesia pada kuartal II juga terjadi hampir di seluruh negara: zona Eropa minus 15 persen, Amerika Serikat (AS) minus 5 persen, dan Singapura minus 12,6 persen. “Ini riil benar. Ada COVID-19. Dan tidak bisa diremehkan,” tegasnya.

Di sisi lain, ia menuturkan, saat ini sudah terdapat indikator yang mengalami perbaikan seperti PMI manufaktur. Meski harus tetap diwaspadai potensi pandemi COVID-19 gelombang kedua.

“Sekarang leading indicator mulai membaik. Salah satunya adalah PMI manufaktur. Tapi COVID-19 ini belum berakhir. Kalau ada second wave ekonomi, pasti akan turun lagi,” katanya.

Iskandar pun memastikan pemerintah akan menyeimbangkan antara bidang kesehatan dan ekonomi. Sebab dua hal tersebut merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kondisi krisis saat ini.

Ia menjelaskan, pemerintah tidak bisa menjadikan bidang kesehatan sebagai prioritas satu-satunya. Karena jika ekonomi hancur, maka terjadi kelaparan, PHK, hingga kegaduhan sosial yang dahsyat di masyarakat.

Begitu pula dengan sektor ekonomi yang tidak dapat dijadikan sebagai prioritas satu-satunya. Karena akan menimbulkan gelombang kasus COVID-19 yang besar.

“Kita bermain rem dan gas. Ini perlu diseimbangkan kesehatan dan kesejahteraan. Sehingga pemerintah mendorong keduanya. Dengan menganggarkan kesehatan dan menjaga ekonomi tetap tumbuh,” jelasnya. (an/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: