Golkar-PAN Adalah Kunci Pilkada Kukar

Golkar-PAN Adalah Kunci Pilkada Kukar

Pengamat Politik Unikarta Tony Nurhadi Kumayza (Istimewa)

Kukar, nomorsatukaltim.com - Pergerakan para kandidat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kutai Kartanegara (Kukar) semakin masif. Masing-masing mulai mengumpulkan kekuatan dan basis dukungan. Guna memuluskan langkah di Pilkada Kukar Desember mendatang.

Setelah dipastikan tidak ada calon dari jalur independen. Kini jumlah nama yang akan bertarung mulai mengerucut. Yakni menjadi 3 pasangan calon (Paslon). Edi Damansyah-Rendi Solihin, Abdul Rasid-Syaifuddin Marzuki, dan Awang Yacoub Luthman (AYL)-Suko Buono.

Sejauh ini ketiga Paslon sudah memiliki masing-masing partai yang mendukung. Namun baru Paslon Edi Damansyah-Rendi Solihin dan Abdul Rasid-Syaifuddin Marzuki yang agak lega. Lantaran sudah lebih dari cukup untuk maju.

Edi-Rendi saat ini telah dipastikan mendapat dukungan dari PDIP, Gerindra, PKS, PPP, NasDem dan Perindo. Dengan total kursi di parlemen sebanyak 21 kursi. Dan pasangan Rasid-Syaifuddin dengan jumlah dukungan 13 kursi dari Partai Golkar.

Tetapi, berdasarkan keterangan Sekjen DPD I Golkar Kaltim Husni Fahruddin beberapa waktu lalu. Golkar saat ini masih menggodok siapa yang akan diusung. Ada dua nama. Yakni Edi-Rendi dan Rasid-Syaifuddin.

"Kalau untuk pilkada kita usulkan dua nama," ucap Husni.

Sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN) masih ditunggu arah politiknya. Ada perbedaan persepsi. Awalnya DPD PAN Kukar dan DPD PAN Kaltim menyerahkan surat permohonan mendukung pasangan calon Edi-Rendi. Namun tidak lama kemudian beredar surat dari DPP PAN yang menyatakan dukungan ke AYL-Suko.

Sehingga menarik menunggu pergerakan PAN dan Golkar. Terkait dukungan dua partai tersebut. Melihat Paslon AYL-Suko baru memiliki jumlah dukungan sebanyak lima kursi. Dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Melihat ini, Pengamat Politik Unikarta Tony Nurhadi Kumayza menjelaskan. Potensi pertarungan melawan kotak kosong itu ada. Sehingga apabila hal itu terjadi, menunjukkan berapa buruknya demokrasi yang terjadi.

Dirinya melihat menyebut konsekuensi yang terjadi, adanya bagi-bagi kekuasaan. Karena adanya kartel politik yang berupaya memenangkan partainya dengan segala cara.

Hal ini juga turut mengganggu adanya sistem check and balance, karena parpol saling merangkul dalam pengambilan keputusan di parlemen. Meskipun berbeda secara ideologi. Tentunya praktik ini yang kemudian merugikan negara demokrasi.

"Ditambah calon dari independen gak ada," ujar Toni pada Disway Kaltim.

Dirinya mengatakan, seharusnya parpol itu memiliki kedekatan massa. Kedekatan itu perjuangan ideologi. Namun dirinya melihat seolah-olah hal itu hilang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: