Bisa Gantikan Batu Bara

Bisa Gantikan Batu Bara

Sawit Mendominasi Perkebunan

Tanjung Redeb, Disway – Kelapa sawit mendominasi perkebunan di Bumi Batiwakkal. Lantas, apakah bisa menggantikan peran sektor pertambangan batu bara nantinya?

Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Berau Sumaryono mengakui, sektor perkebunan terbesar di Kabupaten Berau, masih kelapa sawit. Salah satu alasan masyarakat banyak mengembangkan kelapa sawit, karena sudah ada jaminan pasar. Lantaran perusahaan kelapa sawit sudah ada pabrik, di sejumlah kecamatan.

Selain itu, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada, juga menyerap hasil panen petani di sekitarnya. “Karena harga, dan pasarannya sudah jelas. Ini yang membuat masyarakat berlomba-lomba menanam kelapa sawit seluas-luasnya,”tutur Sumaryono.

Kelapa sawit, mendominasi 80 persen dari luas perkebunan di Kabupaten Berau. Berdasarkan data tahun 2019, luasan total perkebunan kelapa sawit, baik itu swadaya, plasma, maupun Perusahaan Swasta Besar (PBS) sekitar 135.090,76 Hektare (Ha), kemudian disusul dengan perkebunan karet seluas 6.178,91 Ha, dan lada dengan luas 2.568,6 Ha. (selengkapnya lihat grafis)

Disebutkannya, ada 24 perusahaan kelapa sawit yang tersebar di Kabupaten Berau. Hanya, Kecamatan Tanjung Redeb, dan Kecamatan Maratua saja yang tidak ada perkebunan kelapa sawit.

“Adanya perusahaan-perusahaan itu juga, memudahkan masyarakat menjual hasil panennya. Saat ini ada juga 51 koperasi dari 24 perusahaan yang beroperasi,” terangnya.

Terkait ekspor, hanya Kuala Lumpur Kepong (KLK) Group ke luar negeri. Sementara perusahaan lainnya, masih menjual di dalam negeri. “Dijual dalam bentuk CPO atau kernel (inti kelapa sawit),” katanya.

Dengan kondisi itu, pihaknya khawatir, terjadi perkebunan monokultur, atau tanaman sejenis oleh petani.

“Kami berharap, hal ini jangan sampai terjadi. Tidak baik untuk sektor perkebunan lainnya. Apalagi sawit petani juga sudah banyak mandiri.

Khawatirnya, ketika harga sawit jatuh, maka akan merugikan petani itu sendiri,” jelasnya.

Bahkan saat ini, untuk proses perizinan perkebunan kelapa sawit baru untuk sementara tidak ada. Diizinkan hanya perusahaan yang dalam proses sebelum moratorium berlaku, namun belum ada realisasinya.

“Jadi kami dampingi pengawasan untuk realisasi tanamnya,” kata Sumaryono.

Dijelaskannya, tidak hanya sektor kelapa sawit saja yang dapat menghasilkan keuntungan bagi petani. Sektor perkebunan lain seperti kakao, kopi, karet dan tanaman lainnya juga tidak kalah menguntungkan dengan kelapa sawit.

Di Kabupaten Berau, terdapat 5 komoditas unggulan. Seperti kakao, kelapa, kelapa sawit, karet, dan lada (K4L). Hanya saja, petani lebih memilih pengembangan kelapa sawit, karena dianggap sudah memiliki hasil pasti, meskipun harga cenderung turun naik.

“Namun saat ini, kami tengah fokus mengembangkan pala, tanaman lada dan kopi. Termasuk menyiapkan pasaran pasca panen, sehingga ada sektor perkebunan lain yang dikembangkan dan diandalkan selain sektor kelapa sawit,” pungkasnya.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Berau, Andi Amir Hamzah menuturkan, bisnis batu bara sedang lesu dalam setahun terakhir. Diperparah pandemik COVID-19 yang belum terkendali. Kondisi tersebut memukul mundur pendapatan daerah. Di mana, sekira 61 persen disumbangkan dari emas hitam.

Oleh sebab itu, Pemkab Berau diminta berpikir kritis. Tidak hanya sekadar menyelesaikan masalah. Terkait penurunan batu bara yang berdampak pada perekonomian. Namun, bagaimana memutuskan ketergantungan dari komoditas tersebut.

Caranya, mengembangkan potensi unggulan lain. Pertanian dalam arti luas, dan pariwisata sebagai lokomotif baru perekonomian. Guna menggantikan, batu bara sebagai asupan utama pendapatan daerah.

“Sudah saatnya mengembangkan potensi-potensi lain. Mungkin tidak sebesar batu bara, butuh waktu. Tapi harus dilakukan. Jangan timbul masalah baru bergerak dan berpikir,” terangnya.

Seperti upaya yang dilakukan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Tetap melanjutkan program mandatori biodisel 40 persen (B40). Disiapkan untuk mengganti energi batu bara dan migas. Meski dinilai terancam pandemik COVID-19. Pasalnya, kebijakan tersebut menyangkut 17 juta petani sawit se-Indonesia.

Menurutnya, itu peluang untuk dikembangkan. Kelapa sawit merupakan sektor kedua terbesar setelah emas hitam.

Diyakini Amir, Berau bisa menjadi penghasil bahan baku B40. Jika tercapai, perekonomian dan pendapatan daerah akan merangkak naik. Pelan, namun pasti.

“Tapi program ini masih proses. Pemerintah harus monitoring, dan mempersiapkan. Kalau semua sinergi, pasti akan tercapai,” pungkasnya.*/zza/jun/app.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: