Aksi Demo di DPRD PPU Juga Tuntut Pembentukan Pansus COVID-19

Aksi Demo di DPRD PPU Juga Tuntut Pembentukan Pansus COVID-19

Penyerahan berkas tuntutan peserta aksi kepada anggota DPRD PPU usai dengar pendapat, Rabu (29/7/2020). (Robbi/nomorsatukaltim)

Penajam, nomorsatukaltim.com - Banyak tuntutan disampaikan dalam aksi demonstrasi di DPRD Penajam Paser Utara (PPU) Selasa (29/7/2020). Seolah menelanjangi fungsi wakil rakyat. Salah satu yang turut diprotes ialah terkait penanganan saat pandemi COVID-19. Mereka kembali mendorong terbentuknya panitia khusus (pansus).

Massa menuding banyak yang perlu diawasi mulai dari penggunaan anggaran yang bersumber dari APBD PPU tersebut. Totalnya ada Rp 71 miliar. Dikelola oleh gugus tugas COVID-19 yang terbagi dalam 3 instansi. BPBD PPU, Dinas Kesehatan dan RSUD Ratu Aji Putri Botung. Penggunaannya untuk keperluan alat pelindung diri (APD), alat tes serta sarana dan prasarana pencegahan virus.

"Wakil rakyat harus turut mengawasi penggunaan anggaran itu. Dalam bentuk pansus," kata salah juru bicara aksi yang dimotori oleh Badan Advokasi Indonesia (BAI) Kaltim, Rokhman Wahyudi dalam rapat dengar pendapat (RDP).

Beberapa dugaan dibeberkan. Mulai pengadaan sembako, alat rapid tes, bilik sterilisasi dan lain sebagainya. Utamanya soal efektifitas serta besaran anggarannya. Lalu juga soal mekanismenya.

"Padahal ada surat keputusan bersama (SKB) dua menteri. Yang harusnya DPRD bisa memperingatkan Pemkab dalam penggunaan itu," imbuh Fadliansyah, salah seorang peserta aksi.

Berkaitan dengan itu, banyak pula proyek besar yang terkesan dipaksakan. Padahal kondisi APBD sedang terasionalisasi karena COVID-19.

Pihaknya kembali mendorong adanya pansus COVID-19. "Bukan untuk mencari kesalahan," tegasnya. Tapi untuk mencari keterangan terkait yang belum terang soal penanganan COVID-19 di PPU.

Pembentukan pansus sendiri sebenarnya kuat menggaung di kantor wakil rakyat sejak Mei lalu. Namun hingga saat ini belum juga terbentuk.

Mewakili unsur pimpinan DPRD PPU yang berhalangan hadir Rusbani yang juga ketua Komisi III menuturkan pansus tidak bisa terbentuk tanpa persetujuan semua fraksi yang ada. Ada enam fraksi seluruhnya. Yaitu fraksi Demokrat, PDIP, PKS, Gerinda/PKB, Golkar/Perindo dan Fraksi gabungan amanat bulan bintang (PBB/PAN).

Sementara untuk dapat terbentuknya pansus memerlukan dukungan setidaknya 4 fraksi. Lalu juga mendapatkan surat keputusan (SK) yang ditandatangani unsur pimpinan DPRD PPU.

"Fraksi memiliki wewenang berkaitan dengan kerja-kerja politik di DPRD," kata Rusbani. Ia juga merupakan ketua pansus pembentukan tata tertib DPRD PPU kala itu.

Ia mengungkapkan, pembentukan pansus sejatinya telah disetujui semua fraksi dalam rapat kerja sebelumnya. Keputusan telah dibuat. Tinggal masing-masing fraksi mengirimkan surat pengiriman anggotanya untuk masuk dalam pansus.

"Dalam perjalanan waktunya. Hanya ada dua fraksi yang menyampaikan anggotanya. Yaitu fraksi PKS dan fraksi gabungan. Kalau tidak salah," beber Rusbani.

Yang empat tidak mengirimkan. Jadi SK pansus tidak diteken oleh salah satu pimpinan. Maka pansus itu tidak jadi. Tidak bisa kerja. "Tidak jadi barang ini," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: