Dorong Pembentukan Satgas PPA Tingkat Desa
Suasana FGD PLH dihadiri Ketua DPRD Kaltara, Norhayati Andris.
Tanjung Selor,Disway – Perempuan dari berbagai latar belakang berkumpul. Membicarakan upaya menekan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltara.
Pertemuan bertajuk North Kalimantan Women’s Caucus Meeting atau pertemuan kaukus perempuan Kaltara ini membahas regulasi dan kebijakan daerah tak bias gender.
Difasilitasi Perkumpulan Lingkar Hutan (PLH), Rabu (29/7), terungkap, jumlah kasus kekerasan di Kaltara selama tiga tahun berjalan. Data DP3AP2KB Kaltara, periode 2018 sebanyak 229 kasus, kemudian 2019 meningkat menjadi 327 kasus, dan 2020 hingga Juni sudah ada 87 kasus.
Kota Tarakan menjadi daerah yang mendominasi dalam tiga tahun berjalan itu.
“Penting adanya kader atau orang yang peduli mulai dari tingkat desa bahkan RT dan RW. Jika hanya berharap dinas atau saat ini ada Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) tidak cukup.
Sebab hanya menunggu adanya laporan kasus. Perlu hingga tingkat desa," ujar Ketua Satgas PPA Kaltara, Ainun Faridah.
Menurutnya, untuk menekan angka kekerasan harus ada langkah ril. Mulai dari tingkat bawah. Ia memaparkan, dulu ada yang namanya program dasawisma. Hal itu bisa dimaksimalkan lagi. Karena upaya pencegahan bisa dilakukan di lingkungan terdekat masing-masing orang.
“Khususnya perempuan, juga perlu mandiri agar kekerasan tidak berlanjut. Sebab dengan mengatasnamakan cinta sering kali mereka abai, akhirnya tersakiti. Tak hanya psikis, tetapi juga fisik,” paparnya.
Sementara Ketua DPRD Kaltara, Norhayati Andris menekankan adanya regulasi daerah yang mengikat. Ia mengaku saat ini pihaknya sedang memproses rancangan peraturan daerah (Raperda) terkait perlindungan perempuan dan anak.
“Perempuan hari ini harus lebih maju. Sebagai anggota dewan turut mengawal ini. Kami berharap masukan dan rekomendasi dari para perempuan di Kaltara apa yang harus dimasukan dalam regulasi tersebut. Sehingga kekerasan bisa diminimalisasi,” sebutnya.
Ketua PLH, Wastaman, menegaskan perlunya satgas tingkat paling bawah direalisasikan. Untuk mengawal itu, perlu politik anggaran yang bisa didorong melalui DPRD.
Bukan hanya itu, katanya, juga penegasan terkait peran sejumlah lembaga perempuan seperti salah satunya PKK di desa.
“Lebih tepatnya anggaran untuk kegiatan. Perempuan bisa difasilitasi untuk peningkatan kapasitasnya. Sebab dengan meningkatnya kualitas SDM mulai dari bawah, itu bisa menekan kasus kekerasan. Saya yakin dari data yang ada saat ini masih banyak yang enggan melaporkan.
Entah karena takut atau karena ketidaktahuannya. Kita berharap ini bisa menjadi perjuangan bersama, mewujudkan Kaltara bebas dari kekerasan perempuan dan anak,” tutupnya. (*/ZUH)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: