Ekspor Turun, APBD Ikut Merosot

Ekspor Turun, APBD Ikut Merosot

Sektor tambang batu bara dalam kondisi sulit.

Tanjung Redeb, Disway – Menurunnya permintaan batu bara dunia terutama tujuan ekspor Tiongkok dan India, berdampak besar. Apalagi daerah yang mengandalkan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor tersebut.

Seperti halnya Kabupaten Berau. APBD Berau 2021 diproyeksi mengalami penurunan.

Pendapatan daerah dari dana perimbangan, yang bersumber dari bagi hasil bukan pajak sumber daya alam Kabupaten Berau, mengalami pasang surut anggaran dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data Badan

Pendapatan Daerah (Bapenda) Berau, realisasi pada 2016 sebesar Rp 767.172.763.57, dan melebihi target dari Rp 762.828.166.245.

Namun di 2017, target lebih rendah Rp 507.914.298.998 dengan realisasi Rp 464.693.092.918.

Situasi membaik memasuki 2018, target pendapatan meningkat dari tahun sebelumnya, yakni Rp 626.884.818.000 dengan realisasi Rp 848.392.350.462.

Sedangkan 2019, target Rp 943.750.331034,36 dengan realisasi Rp 1.143.939.284.884. Sementara, realisasi per Juli 2020 Rp 401.919.907.069.

Dan target 2020 masih dalam tahap revisi, namun Bapenda Berau tidak menyebut target sebelumnya.

Bupati Berau Muharram mengatakan, bisnis pertambangan batu bara diadang situasi sulit. Sejumlah perusahaan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batu Bara (PKP2B), mulai melakukan langkah efisiensi. Melakukan pengurangan produksi hingga 50 persen.

Kondisi itu, dikatakannya, tentu menjadi pukulan keras terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021. Apalagi, empat dari 10 pengekspor emas hitam terbesar Indonesia berada di Kaltim, salah satunya PT Berau Coal.

“Dampak terbesar pada perekonomian Berau. Terutama asupan APBD yang sebagian besar dari tambang batu bara.

Tentu anggaran tahun depan anjlok,” katanya kepada Disway Berau, Rabu (29/7)

Lanjutnya, bisnis pertambangan yang terdampak tidak bisa pemulihan dalam waktu singkat. Membutuhkan waktu, satu hingga dua tahun.

Apalagi, situasi pandemik COVID-19 yang belum sepenuhnya terkendali.

Sebagai gambaran pendapatan daerah, di mana sekira 61 persen bersumber dari sektor pertambangan. Sehingga, Dirinya memprediksi, potensi APBD yang akan tergerus minimal 50 persen dari total dana royalti pertambangan batu bara.

“Bahkan PAD kita juga merosot, karena bisnis ekonomi lokal tidak berkembang secara optimal,” terangnya.

Dari proses perumusan draf Rancangan APBD (RAPBD) 2021, dikatakan Muharram, pendapatan daerah ditargetkan Rp 1,5 triliun. Target itu, dinilai terlalu tinggi jika mengikuti asumsi anggaran 2020. Menurutnya, pendapatan daerah akan jauh di bawah nominal tersebut.

“Jangan berangan-angan melakukan sesuatu yang besar. Dan bermimpi anggaran 2021 akan meningkat signifikan dari pendapatan. Mampu bertahan saja cukup bagus,” terangnya.

Sementara strategi yang bisa dilakukan Pemkab Berau, yakni menghidupkan ekonomi kerakyatan berbasis usaha mandiri dengan memaksimalkan potensi daerah. Meski, diakuinya, tidak begitu berdampak besar pada APBD Kabupaten Berau.

Selain itu, efisiensi menjadi satu-satunya solusi di tengah lesunya bisnis pertambangan dan pandemik COVID-19. Yakni, melakukan pengetatan dan mengerjakan kegiatan yang masuk dalam skala prioritas.

Pun anggaran tidak mencukupi melaksanakan program wajib, pemangkasan anggaran setiap organisasi perangkat daerah (OPD) menjadi jalan terakhir, agar roda pemerintahan tetap berjalan normal.

“2021 menjadi tantangan kepala daerah. Setiap kebijakan harus cerdas dan penuh kehati-hatian. Jangan sampai jadi masalah. Terutama kekurangan anggaran membayar gaji pegawai, dan harus mengurangi tenaga PTT (pegawai tidak tetap). Ini yang saya tidak inginkan terjadi,” ucapnya.

Deputy Director Operation Support & Relations PT Berau Coal, Gatot Budi Kuncahyo membenarkan, sektor pertambangan batu bara sedang menghadapi masa-masa sulit. Kondisi itu diperparah oleh dampak COVID-19 yang menyebabkan penurunan permintaan batu bara di pasar dunia.

Situasi ini telah disampaikan kepada Bupati Berau Muharram melalui surat Nomor 022/BC/CSR-GBK/VII/2020.

Sehingga, PT Berau Coal dan kontraktor mitra kerja melakukan sejumlah langkah agar tetap bertahan di tengah ketidakpastian kondisi bisnis batu bara dan pandemik COVID-19. Dari melakukan efesiensi biaya operasional, optimalisasi operasional tambang dan penghentian sementara maupun menurunkan tingkat produksi batu bara di angka 50 persen di beberapa pit tambang.

“Terpaksa dilakukan karena kesulitan melakukan penjualan, yang disebabkan harga pasaran yang sangat rendah.

Penurunan produksi akan berakibat pada kelebihan alat dan tenaga kerja di kontraktor mitra kerja,”jelasnya.

“Jika kondisi terus memburuk, langkah yang bisa diambil kontraktor salah satunya dengan merumahkan sebagian karyawan,” sambung Gatot.

Selain itu, seluruh Program Pengembangan Masyarakat (PPM) dan bantuan sosial PT Berau Coal ke kampung dampingan akan ditinjau ulang.

Diprioritaskan pada program penanggulangan COVID-19, dan program pengembangan ekonomi berbasis potensi komoditi lokal, terutama membantu tata kelola pemasaran. Untuk kegiatan produksi akan bekerja sama dengan Pemkab Berau. Sementara, program yang tidak mendesak akan dilakukan penundaan.

“Kebijakan ini terpaksa dilakukan, karena kondisi yang sangat sulit. Mohon dukungan dan doa, agar kondisi kembali membaik. Sehingga PPM dapat dijalankan dengan besaran seperti semula, secara tepat guna dan mendukung kemandirian masyarakat,” pungkasnya. */JUN/*/REN/APP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: