Sejarah Pembagian dan Perampasan Wilayah Palestina

Sejarah Pembagian dan Perampasan Wilayah Palestina

Yerusalem menjadi kota yang diperebutkan. Baik Palestina maupun Israel mengklaim wilayah itu sebagai milik mereka. Sebagaimana tercatat dalam sejarah bangsa masing-masing.
Pada Bagian III Resolusi 181 dituliskan secara khusus mengenai Kota Yerusalem sebagai Pemerintahan Khusus.

“Kota Yerusalem harus didirikan sebagai corpus separatum di bawah rezim internasional khusus dan harus dikelola oleh PBB. Dewan Perwalian PBB harus ditunjuk untuk melepaskan tanggung jawab Otoritas Pemerintahan mewakili PBB,” demikian bunyi pasal A tersebut.

Sebelum tenggat pemberlakuan Resolusi 181, pada 14 Mei 1948, bangsa Yahudi memproklamasikan kemerdekaan sebagai negara Israel. Negara-negara jiran bangsa Arab tak sepakat. Sehingga sehari setelahnya mereka menyerang Israel.

Perang Arab-Israel 1948 pecah. Israel memenangkan pertempuran dan justru dapat mencaplok lebih banyak bagian Tanah Palestina.
Hampir 20 tahun setelah perang tersebut, dengan sejumlah konflik kecil yang terus terjadi antara Israel dengan negara-negara Arab di sekitarnya, pada 5 Juni 1967 kembali terjadi perang. Kali ini antara Israel dengan tiga negara: Mesir, Suriah, dan Yordania.

Masalah wilayah, lagi-lagi, menjadi pemicu pecahnya pertempuran. Hingga 10 Juni di tahun yang sama, Perang Enam Hari usai dengan kemenangan Israel yang berhasil menduduki sejumlah wilayah penting. Termasuk Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Dataran Tinggi Golan.

SOLUSI DUA NEGARA

Rencana aneksasi Israel kini, tak hanya akan menjadi pelanggaran bagi Resolusi 181, namun juga bagi upaya perdamaian Palestina-Israel secara keseluruhan yang dimandatkan dalam Solusi Dua Negara.

Wakil Tetap RI untuk PBB Dian Triansyah Djani secara keras mengkritisi rencana aneksasi Tepi Barat oleh Israel. Dengan mengaitkannya pada perihal kemerdekaan: kedaulatan bangsa Palestina.

Perlu digarisbawahi bahwa Palestina mendeklarasikan kemerdekaan pada 15 November 1988. Namun statusnya sebagai negara berdaulat masih menjadi perdebatan di tataran internasional. Karena sejumlah negara belum mengakui hal itu.

Hingga 30 tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pada 2018, ada 137 negara dari total 193 anggota PBB yang telah mengakui kedaulatan negara Palestina. Sisanya, sebanyak 56 negara masih menolaknya.
Alih-alih mengakui Palestina, AS sebagai negara adikuasa dunia dengan kecondongan terhadap bangsa Yahudi di Israel, justru membuat keputusan besar yang amat kontroversial.

Penghujung 2017, Presiden Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Mei 2018, pemerintah AS memindahkan kedutaan besar untuk Israel: dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Menurut Dian, jika rencana aneksasi benar terlaksana, Israel mungkin saja tidak hanya akan mengambil wilayah tertentu. Tetapi terus menggerogoti Tanah Palestina sampai habis di masa depan. Sehingga jelas bahwa pencaplokan ilegal akan menghapus ide Solusi Dua Negara.

Ia mengajukan sebuah pertanyaan paling mendasar: “bagaimana mungkin kita bisa menyaksikan dua negara hidup berdampingan bersama jika salah satu negara tak punya tanah untuk tinggal?” (an/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: