Tantangan Berat dalam Mendukung Palestina
Jakarta, Nomorsatukaltim.com - Dalam berbagai kesempatan dan forum internasional, Indonesia selalu menegaskan dukungannya terhadap perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka melawan pendudukan dan blokade Israel.
Ketegasan ini bukannya tanpa alasan. Karena dukungan setia Indonesia untuk Palestina telah diamanatkan oleh UUD 1945: kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.
“Kita selalu dekat di hati. Di setiap helaan napas politik luar negeri Indonesia, isu Palestina is always there,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam sesi wawancara khusus dengan ANTARA TV, beberapa waktu lalu.
Menurut Retno, posisi yang solid dari masyarakat internasional untuk mendukung Palestina harus terus diupayakan di tengah tantangan yang makin berat.
Dua tantangan itu berkaitan dengan rencana perdamaian yang ditawarkan Amerika Serikat (AS): Kesepakatan Abad Ini dan rencana Israel untuk menganeksasi wilayah Palestina di Tepi Barat. Yang semula akan dijalankan pada 1 Juli 2020.
Indonesia mengecam kedua langkah yang dianggap bertentangan dengan hukum internasional serta makin menjauhkan upaya perdamaian Israel-Palestina berdasarkan “solusi dua negara”.
Untuk itu, Indonesia menggalang dukungan. Guna menentang rencana aneksasi tersebut melalui surat yang dikirim Menlu RI ke sejumlah negara dan organisasi internasional.
Seruan tersebut ditanggapi positif. Di antaranya oleh Afrika Selatan, Brunei Darussalam, Malaysia, Tiongkok, Jepang, Rusia, Tunisia, Vietnam, Mesir, Yordania, Irlandia, Prancis, serta Sekretaris Jenderal PBB dan Sekretaris Jenderal OKI. Yang seluruhnya mengamini upaya Indonesia untuk mencegah dan menolak aneksasi.
Hingga tanggal yang ditetapkan, 1 Juli 2020, Israel urung menjalankan rencana pencaplokan yang menargetkan 30 persen wilayah Tepi Barat. Sesuai dengan perjanjian damai yang diusulkan Presiden AS Donald Trump dalam Kesepakatan Abad Ini.
Sejumlah hal yang melatarbelakangi penundaan adalah sikap AS yang terkesan “lepas tangan” terhadap rencana aneksasi serta munculnya pandemi COVID-19 yang memukul dunia. Tidak terkecuali Israel.
Retno berpendapat, penundaan aneksasi oleh Israel terhadap Palestina juga merupakan hasil dari tekanan yang diberikan masyarakat internasional.
“Saya yakin penundaan ini terjadi karena adanya pressure internasional terhadap Israel. Oleh karena itu, dunia harus bersatu untuk mewujudkan konsep two-state solution,” kata Retno.
Meskipun terjadi penundaan rencana aneksasi secara formal, dia menyebut, masyarakat Palestina selama ini telah berada di bawah kondisi aneksasi secara de facto. Dengan pembangunan permukiman-permukiman ilegal Israel di wilayah Tepi Barat. Yang diharapkan rakyat Palestina sebagai negara masa depan mereka.
Oleh karena itu, usai penundaan aneksasi dari target 1 Juli, masyarakat internasional, termasuk Indonesia, harus berupaya menghentikan rencana Israel. Yang mana opsinya hanya satu. Yaitu terus menunjukkan kesatuan untuk menunjukkan penolakan secara kolektif.
“Yang diperlukan saat ini adalah kemauan politis masyarakat internasional untuk menjalankan semua resolusi PBB dan parameter internasional secara konsisten. Ini yang akan Indonesia terus lakukan ke depan bersama masyarakat internasional,” jelas Retno.
Selain dari pemerintah, dukungan bagi Palestina untuk menghadapi pendudukan Israel juga disuarakan oleh organisasi masyarakat sipil Indonesia: Nahdlatul Ulama (NU).
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, wilayah Palestina di Tepi Barat adalah hak yang harus diperjuangkan warga Palestina.
“Dari dahulu, sekarang, dan seterusnya kami selalu bersama rakyat Palestina. Hati kita selalu bersama Palestina. Ashabul haq, yang memiliki kebenaran adalah Palestina,” tegasnya.
NU juga melakukan sejumlah langkah dan upaya strategis untuk membantu penyelesaian konflik di Palestina, serta secara intensif menggalang komunikasi dengan berbagai pihak. Untuk memberi masukan demi pencapaian kedaulatan Palestina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: