Dana Desa Tidak Wajib Dialokasikan untuk Bansos COVID-19

Dana Desa Tidak Wajib Dialokasikan untuk Bansos COVID-19

Penajam, nomorsatukaltim.com - Penggunaan anggaran dana desa (DD) untuk bantuan sosial (bansos) masyarakat terdampak pandemi COVID-19 belum tentu wajib. Hal itu ditegaskan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Kaltim, Jauhar Efendi.

Sesuai aturan Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, DD memang diperbolehkan dialokasikan untuk 3 hal tertentu. Ada perubahan. Boleh dipakai untuk relawan COVID-19, padat karya tunai. Lalu untuk bansos masyarakat.

"Nah, itu (bansos masyarakat) sedang berlangsung. Ada tahap I, II dan III. Kemudian diperpanjang lagi 3 bulan," ungkap Jauhar diwawancarai media ini saat kunjungan ke Kabupaten Paser, Selasa (21/7) lalu.

Tiga bulan pertama masing-masing tahap Rp 600 ribu. Lanjut 3 bulan berikutnya, per bulan masing-masing Rp 300 ribu.

Jauhar menyebut penyaluran yang dilakukan di sekira 851 desa di Kaltim relatif berjalan lancar. Ada kesan agak lambat. Di beberapa desa.

Alasannya, diperlukan penyesuaian Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) terlebih dahulu. Belum lagi perlu disandingkan data penerima bansos dari pos lain. Semisal bantuan yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten. "Karena pada dasarnya tidak boleh ada warga yang menerima double. Apalagi triple,” tegasnya.

Lebih lanjut, Jauhar menyampaikan bahwa masa pandemi COVID-19 tidak diketahui kapan berakhirnya. Tak ada jadwalnya. Hal ini menyebabkan bisa saja perlu terus ada bantuan untuk masyarakat. "Yang jelas uang sebesar itu tidak seberapa. Tapi kalau dijumlahkan ya jadi banyak juga," tuturnya.

Jika hal ini terus berkepanjangan, tak menutup kemungkinan hal ini justru mengganggu program yang dimiliki desa. Terkait hal ini, ia menuturkan sebenarnya pengalokasian anggaran tak selalu wajib.

Ia menegaskan yang menetapkan seseorang menerima atau tidak ialah tim relawan. Yang bermusyawarah. Tim yang diketuai kepala desa, beranggotakan BPD dan lain-lain.

"Wajib itu berdasarkan musyawarah. Jika memang di desa itu dipandang semua layak untuk menerima. Atau sebaliknya. Ya tidak apa-apa juga. Seperti selama ini ada saja desa yang jumlahnya kecil," tutupnya. (rsy/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: