Potensi Penularan COVID-19 di Ruangan Tertutup

Potensi Penularan COVID-19 di Ruangan Tertutup

Ketua IDI Kaltim dr. Nataniel Tandirogang. (Dok/nomorsatukaltim)

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Ada teori baru yang menyebut COVID-19 bisa ditularkan melalui udara. Di kondisi tertentu, jangkauannya bisa mencapai delapan meter. Bahkan, bisa bertahan di udara selama tiga jam.

Organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) pun sudah mendapatkan bukti. Yang membenarkan teori tersebut. Tapi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim masih ragu dengan itu. Karena permasalahan perbedaan suhu.

Walaupun, Ketua IDI Kaltim dr Nataniel Tandirogang sama sekali tidak menentang teori para ilmuwan tadi. Hanya, ia masih ragu teori tersebut bisa terjadi di Indonesia.
Negara ini memiliki iklim tropis.

Kelembapannya tinggi. Pasti akan sulit terjadi penularan melalui udara terbuka.
Kalau pun terjadi, kata Nataniel, pasti hanya di dalam ruangan tertutup. Penyebaran melalui media pendingin ruangan. Jadi, ketika orang yang membawa virus ini bersin atau batuk, jarak partikel yang dikeluarkan memang hanya dua meter. Yang harusnya jatuh karena gaya gravitasi.

Sayangnya, partikel yang akan jatuh tadi kembali terbang. Karena tiupan pendingin ruangan tadi. Karena itu juga, partikel droplet tadi pecah menjadi semakin kecil. Itulah yang dinamakan aerosol.

“Bisa saja penularan melalui kipas atau pendingin ruangan lainnya,” katanya, kepada Disway Kaltim, Senin (20/7). “Kalau dari cuaca, virus ini tidak akan berkembang bagus,” katanya lagi.

Memang belum ada penelitian lebih lanjut. Soal teori tersebut di Indonesia. Ia hanya berpedoman ke teori proses perkembangan virus. Virus ini bisa berkembang baik hanya suhu di bawah 10 derajat celcius. Di atas itu, perkembangannya akan lambat.

Sementara, di Bumi Etam sendiri, suhu rata-rata di atas angka tadi. Bahkan bisa tiga kali lipatnya. “Belum ada jurnal dari Indonesia terkait penularan virus dari udara,” ungkapnya. “Itukan baru pernyataan dari WHO,” tambahnya lagi.

Tidak hanya suhu. Kelembapan pun memengaruhi. Virus ini, tidak bisa berkembang di kelembapan yang tinggi. Hanya di daerah kering. Kelembapannya sekitar 35 persen. Barulah virus ini optimal untuk bertumbuh. Segi lingkungan, Kaltim sangat diuntungkan. Umumnya Indonesia.

Kemungkinan terbesar, penularan yang terjadi di Kaltim ini hanya karena droplet. Bisa juga secara kontak langsung. Atau terjadi di dalam ruangan. Ya, aerosol tadi. Apalagi ini sudah fase relaksasi. Masyarakat sangat bebas untuk melakukan kegiatan apapun.
“Kita lihat saja. Kalau malam, kafe sudah kembali penuh. Tempat tongkrongan lain juga sama,” katanya. “Ini dampak negatif dari relaksasi. Akan susah untuk mengubahnya lagi,” pungkasnya. (mic/eny/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: