Jalan Damai Surga Borneo

Jalan Damai Surga Borneo

Induk usaha Cowell adalah PT Gama Nusapala, yang merupakan perusahaan yang dimiliki PT Lestari Investindo Mandiri (LIM). LIM merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Fransiscus Suciyanto.Gama Nusapala menggenggal 72,80 persen saham kepemilikan, disusul Feral Investment Inc (11,48%) dan Earvin Limited (8,12%). Sementara sisanya dimiliki publik.

Perusahaan itu dipimpin oleh Irwan Susanto yang bertindak sebagai Presiden Direktur, dan Pikoli Sinaga sebagai Direktur merangkap Sekretaris Perusahaan. Sementara di jajaran komisaris ada Harijanto Thani sebagai Presiden Komisaris dan Adam Mingkay sebagai Komisaris Independen.

Harus Terbuka

Pengembang Borneo Paradiso diminta terbuka menjelaskan persoalan pailit kepada para konsumen. Langkah itu untuk memberi kepastian kepada konsumen yang haknya belum terpenuhi. Agar konsumen tahu langkah yang harus mereka tempuh.

Praktisi hukum di Balikpapan, Manorang Situngkir mengatakan, perseroan harus memastikan konsumen mengetahui nasib kepemilikan aset mereka.

“Karena dalam prosesnya, pengajuan tagihan atas piutang kepada kurator tidak diberi waktu yang Panjang,” ujar Manorang. Karena itu konsumen butuh waktu untuk menyiapkan segala bukti-bukti untuk melakukan pencocokan piutang.

Manorang mengaku, baru mengetahui kasus ini pada 10 Juli lalu. Dua hari setelah pengumuman putusan pailit terhadap PT Cowell Development Tbk. Informasi itu diperoleh dari kerabatnya. Yang juga salah satu konsumen Borneo Paradiso.

"Iya, saya baru tahu setelah keluarga saya sendiri berkonsultasi terkait asetnya di perumahan itu," jelas Manorang. Advokat yang sudah menangani banyak kasus serupa ini, mengaku kaget. Setelah mendengar kabar pailitnya pengembang Borneo Paradiso. Pasalnya, ia tidak pernah mendengar tanda-tanda bahwa pengembang komplek elit itu akan bangkrut.

Ia berpendapat, berdasarkan pengalamannya mengenai paradigma dalam kasus kepailitan. Katanya, jika sampai terjadi pailit pada seseorang atau perusahaan. Berarti, pihak tersebut dipandang tidak mampu lagi menunaikan kewajibannya. Dalam hal ini,  yang dimaksud adalah utang perusahaan atau sesorang yang terlampau besar. Yang tak mampu lagi dilunasi.

Sehingga, pihak yang memberi piutang, meminta kepada pengadilan untuk menyatakan pihak tersebut dinyatakan pailit. Dengan begitu, seluruh asset milik pihak yang dinyatakan pailit akan disita. Oleh kurator yang ditunjuk pengadilan. Lalu, pemilik piutang akan mendapat pembayaran atas piutang dari kurator, berdasarkan perhitungan dalam hukum kepailitan.

Meskipun nanti, bisa saja nilai asset yang disita lebih kecil dari piutang. "Karena dalam kasus pailit, pasti keadaannya begitu," ucapnya.

Berbicara mengenai nasib konsumen, Manorang mengatakan, hal ini sebagai risiko dalam jual beli aset. Dalam kasus ini sendiri, sebagian besar konsumen telah memperoleh sertifikat kepemilikan. Tentu mereka sudah bisa bernapas lega.

Namun, masih banyak konsumen yang belum menerima hak balik nama sertifikat. Sehingga aset tersebut terancam disita kurator. "Jadi, konsumen yang belum pegang sertifikat. Mau tidak mau harus mengajukan tagihan kepada kurator. Atas uang yang telah disetorkan kepada pengembang, untuk membeli asset. Berdasarkan bukti-bukti yang kuat," jelasnya.

Mengenai peluang konsumen golongan tersebut, Manorang tidak dapat memberi jaminan. Karena kurator yang akan melakukan verifikasi nantinya. Terkait aset yang akan disita, maupun tagihan piutang kepada pihak yang dinyatakan pailit.

Namun, ia menyebut, ada peluang bagi konsumen untuk menggugat kurator. Jika dalam prosesnya tidak mengakomodasi tagihan konsumen. Yang memiliki bukti kuat secara hukum. "Kasus konsumen menggugat kurator, pernah terjadi," kata Manorang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: