Keluhan Proses Sertifikasi Tanah hingga Tambang Rakyat Buat Negara Melarat

Keluhan Proses Sertifikasi Tanah hingga Tambang Rakyat Buat Negara Melarat

Lalu apakah pelaporan kasus pertanahan masih terjadi dalam rentang waktu semester pertama 2020? “Ya, ada. Tapi jumlah aduannya saya harus buka data dulu, Mas,” jawab Kusharyanto.

Kebanyakan aduan kasus maladministrasi pertanahan adalah perkara sertifikat. Yang kebanyakan disebabkan tidak adanya transparansi waktu terbit dari penyelenggara pelayanan publik di bidang pertanahan.

“Yang mengadu kebanyakan sertifikat belum terbit dalam waktu enam bulan, setahun, dan paling lama setahun setengah. Saya rasa ada yang lebih dari itu, tapi memilih bersabar,” tutur pria 44 tahun tersebut.

Keterlambatan penerbitan sertifikat tanah serta tidak ada transparansi waktu itu, memang masih menjadi momok bagi pelayanan publik di Kaltim. Padahal pemerintah pusat melalui Presiden Joko Widodo, mengintruksikan agar penerbitan sertifikat menggunakan sistem birokrasi baru. Sehingga cepat terbit dan gratis.

Mengenai fenomena jual beli tanah kapling yang marak terjadi beberapa tahun terakhir, Kus cukup intens mengamati. Terlepas masih adanya beberapa kasus tumpang tindih tanah. Yang diikuti oleh kekhawatiran masyarakat dalam membeli tanah. Ia masih melihatnya sebagai hal yang wajar.

“Masalahnya dimana, Mas?” tanyanya sembari menjelaskan bahwa proses pemecahan tanah bersertifikat sudah diatur dan ada instansi yang khusus melakukan itu.

Tentang banyaknya tanah yang dijual hanya beralas legalitas dari PPAT. Kus menegaskan, itu masih sesuai wewenang dan tupoksi. Namun, ia berharap agar petugas PPAT bisa menginventarisasi pencatatan tanah di kawasannya dengan baik agar terhindar dari tumpang tindih lahan. Yang akhirnya bisa menyebabkan maladministrasi.

Disinggung soal penyelenggaraan pelayanan pembuatan KTP-el. Yang banyak dikeluhkan masyarakat. Terutama warga Kota Samarinda di media sosial. Kus menerangkan bahwa sejauh ini belum ada aduan dari masyarakat.

Walau ia sering melihat keluhan itu di media sosial. Ditegaskan bahwa Ombudsman tidak bisa bekerja tanpa adanya aduan. “Jadi daripada mengeluh di media sosial. Sebenarnya masyarakat bisa mengadu ke Ombudsman untuk melaporkan jika ada maladiministrasi dalam pembuatan KTP-el,” ujarnya.

Tugas dasar Ombudsman sendiri ada tiga. Layanan dasar pendidikan, kesehatan, dan adminduk (kependudukan). Apabila dirincikan, item pekerjaannya bisa mencapai belasan ribu jenis layanan yang bisa diawasi.

“Kami pernah mengkaji kenapa blangko KTP-el sering dikatakan kosong. Ternyata memang setiap tahunnya ada jatah. Kalau tidak salah Kaltim dapat jatah 15 ribu blangko yang dibagi ke 10 kabupaten/kota,” urainya.

Maladministrasi di bidang kependudukan sendiri tak sebatas keterlambatan saja. Tapi meliputi aktivitas pungli atau dalam bahasa di Ombudsman disebut permintaan imbalan. “Setelah tahu masalahnya. Kami mengarahkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk memberikan transparasi data. Baik soal ketersediaan logistik ataupun soal pembayaran.”

Hal-hal lain yang pernah ditangani Ombudsman Perwakilan Kaltim adalah soal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diakui Kus baru sebatas konsultasi. Dan masalah BPJS Kesehatan.

Ombudsman sendiri adalah lembaga negara yang bertugas mengawasi pelayanan di instansi pemerintahan, BUMN, dan BUMD. Keberadaannya sering kali mampu menyelesaikan masalah maladministrasi yang dialami oleh masyarakat.

Namun begitu, masyarakat perlu tahu bahwa ada beberapa tahapan dan ketentuan yang harus dipenuhi dalam melakukan pengaduan. “Yang utama adalah pengadu harus korban maladministrasi. Tidak boleh diwakilkan. Membawa data diri dan bukti maladministrasi yang dialami. Setelah itu baru kami melakukan verifikasi data,” terang pria yang bercita-cita mengampu pendidikan S-3 di bidang Administrasi Keuangan itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: