Bankaltimtara

Makan Siang Satu Anak, Keluarga Kelaparan: Ironi Pemangkasan Anggaran

Makan Siang Satu Anak, Keluarga Kelaparan: Ironi Pemangkasan Anggaran

Ariel Aditya Rahmat, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP Unmul.-(Foto/Dok. Pribadi)-

Selain itu, dampak merugikan lain yang datang dari adanya pemangkasan anggaran ini salah satu yang sedang ramai di media sosial adalah PHK yang dilakukan oleh RRI. 

Langkah tersebut diambil untuk menyiasati pemangkasan anggaran sebesar Rp 300 miliar dari nilai pagu Rp 1,07 triliun pada 2025. 

Kabar lain juga datang dari Stasiun TVRI yang menghentikan penggunaan jasa kontributor daerah. Hingga pembatalan beasiswa Kemenkeu, Kemenkeu membatalkan penawaran Beasiswa Kementerian Keuangan (Ministerial Scholarship) Tahun 2025 imbas adanya efisiensi anggaran. 

Situasi ini sangat kontras dengan tujuan program MBG yang ingin mengurangi beban ekonomi keluarga miskin.

Tidak dapat dibayangkan, bagaimana jika seorang anak dengan senangnya menceritakan bahwa ia telah mendapatkan makan bergizi gratis di sekolahnya, sementara di satu sisi orang tuanya justru terkena dampak dari pemangkasan anggaran tersebut. 

Sebuah ironi yang terjadi, bagaimana makan siang terjamin, sarapan dan makan malam keluarga terancam. 

Walaupun program makan siang gratis di sekolah berjalan, hal ini tidak cukup untuk mengatasi masalah kelaparan yang dialami keluarga di rumah. 

Ironi ini mengungkapkan ketidakadilan sosial yang mendalam dan sistem yang timpang. 

Ketika anggaran untuk program-program kesejahteraan sosial dipotong, keluarga-keluarga ini terpaksa menghadapi pilihan sulit antara membeli makanan, membayar sewa, atau memenuhi kebutuhan dasar lainnya.

Untuk mengatasi ironi ini, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan. 

Pemerintah perlu merancang ulang alokasi anggaran, mengutamakan efisiensi tanpa mengorbankan sektor-sektor esensial, mencari sumber pembiayaan alternatif melalui kemitraan publik-swasta, serta memberikan ruang partisipasi bagi masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan program. 

Selain itu, pemerintah harus memastikan keberlanjutan program dengan mengintegrasikan program MBG dengan kebijakan perlindungan sosial lainnya untuk mencegah dampak negatif jangka panjang.

Dalam jangka panjang, keberhasilan program seperti MBG tidak hanya diukur dari jumlah makan siang yang diberikan, tetapi juga dari kemampuan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan keluarga secara keseluruhan. 

Dengan perencanaan yang tepat dan partisipasi berbagai pihak, tujuan mulia program ini dapat tercapai tanpa mengorbankan sektor-sektor kritis lainnya.(*)

Penulis: Ariel Aditya Rahmat (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP Unmul).

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: