Habis Eukaliptus Terbitlah Panel Surya: PLTS IKN dan Dilema Lingkungan di Kaltim
PLTS IKN di Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.-(Disway Kaltim/ Salsa)-
Puncak pembabatan hutan terjadi pada akhir 1979. Saat itu, menurut Sani, area tutupan di sekitar Pemaluan terbuka lebar dan menyisakan sedikit ruang bagi warga untuk mengakses hasil hutan.
Walhasil, hampir semua jalur ke hutan telah tertutup oleh perkebunan eukaliptus dan proyek baru. Bahkan jalan kecil yang dulu biasa dipakai warga untuk mencari madu sudah tergusur kebun PLTS.
Sebagian lahan di kawasan tersebut kini menjadi lokasi PLTS. Proyek tersebut dibangun di area bekas hutan tanaman industri eukaliptus yang tidak lagi aktif dikelola.
Ruang hidup Suku Balik semakin menyempit oleh kehadiran proyek IKN dan pendukungnya, termasuk PLTS yang digadang sebagai ikon transisi energi Indonesia.. -(Disway Kaltim/ Salsa)-
BACA JUGA: Mengintip Sistem Listrik IKN yang Bersumber dari Matahari dan Air
Ikon Energi Bersih dari Lahan Bekas HTI
Pembangunan PLTS IKN dilakukan bertahap. Syarief Andrian, General Manager PJB sekaligus Direktur Operasional PLTS IKN, menjelaskan proyek meliputi 2 fase.
Fase 1 dengan kapasitas 10 MWAC selesai pada 28 Februari 2024, dan fase 2 dengan kapasitas 40 MWAC selesai pada 28 Desember 2024. Inisiasi proyek dimulai sejak Maret 2023. “Sehingga pembangunan dari awal hingga beroperasi penuh sekitar 1 tahun 9 bulan," terangnya.
Proyek dikelola oleh PT Nusantara Sembcorp Solar Energi (NSSE), perusahaan patungan antara PLN Nusantara Renewables (51%) dan Sembcorp Indonesia (49%). Lokasinya berada di lahan seluas 86 hektare di WP3 Selatan Kawasan IKN.
Pemerintah menargetkan PLTS menghasilkan energi bersih sebesar 92,8 GWh per tahun atau sekitar 255 MWh per hari. "Dengan kapasitas ini, PLTS IKN mampu mengurangi emisi karbon sekitar 44 ribu ton CO₂ per tahun, ekuivalen dengan penghematan 37 ribu ton batubara standar," Syarief menjelaskan.
Perhitungan itu, ia menambahkan, mengacu pada standar internasional yang mana setiap 1 kWh listrik dari fosil setara ±475 gram CO₂, dan 0,4 kg batubara standar. Penyetaraan ini sering disebut setara jumlah pohon yang bisa menyerap CO₂ selama masa hidup 40 tahun. “Tidak berarti ada penanaman secara fisik di lokasi PLTS,” katanya.
Sebagian material merupakan barang impor. "Komponen utama seperti solar panel dan inverter masih diimpor,” ujarnya. Adapun gardu induk, mounting, rel panel, kabel, MV-LV panel, SCADA, dan lainnya sudah memanfaatkan produksi dalam negeri. PLTS IKN juga telah memenuhi sertifikasi TKDN sesuai Permen ESDM No. 11 Tahun 2024.
Sementara itu, soal lahan, Syarief memastikan PLTS berdiri di bekas konsesi PT ITCI. Saat pembangunan, pada 2023, berstatus Areal Penggunaan Lain (APL). “Pohon eukaliptus di lokasi belum siap panen dan tidak sedang dikelola aktif oleh pemilik kebun," ungkap Syarief.
Meski keberadaan PLTS dinilai sebagai ikon transisi energi di IKN, sejumlah organisasi lingkungan melihat sisi lain. Mereka menilai, pembangunan PLTS IKN meninggalkan catatan ekologis penting, terutama karena hilangnya tutupan vegetasi, pelepasan emisi dari pembukaan lahan, serta kebijakan yang mengiringinya.
Panel surya terhampar di lahan seluas 86 hektare di WP3 Selatan Kawasan IKN.-(Disway Kaltim/ Salsa)-
BACA JUGA: Deforestasi di Indonesia Sudah Keterlaluan, 1,93 Juta Hektare Hutan Hilang dalam 2 Tahun
Deforestasi yang Terlupakan
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

