Beroncong Khas Bugis yang Makin Langka, Pertahankan Rasa Lama di Tengah Serbuan Kuliner Modern

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Di tengah hiruk pikuk Pasar Pandan Sari, Balikpapan, terdapat aroma yang khas dan mengundang nostalgia.

Asap tipis mengepul dari loyang besi yang terpasang di atas gerobak sederhana.

Suara adonan yang mulai mengering di pinggir loyang terdengar samar, bersahut dengan riuh tawar-menawar pasar.

Di sanalah Baharuddin berdiri, mengenakan batik lengan pendek dan handuk kecil di bahu, sibuk membalik deretan beroncong yang mulai keemasan.

"Ini beroncong khas Bugis. Kalau orang dulu pasti tahu rasa ini," katanya membuka percakapan, sembari tersenyum ramah kepada pembeli yang mampir.

BACA JUGA:Pemkot Balikpapan Genjot Ketersediaan Air Bersih, Sumur Dalam dan IPAM Gunung Tembak Diaktifkan Lagi

BACA JUGA:Delapan Motor Diamankan dalam Razia Gabungan TNI-Polri di Jalan MT Haryono Balikpapan

Sudah dua tahun Baharuddin menekuni usaha jualan serabi dan beroncong khas Bugis. Namun, kisah perjalanannya jauh lebih panjang. Ia pertama kali menginjakkan kaki di Balikpapan pada tahun 1991.

"Dulu saya bawa angkot, sempat juga nyetir taksi. Tahun 2010 mulai jualan sayur, ubi, dan kacang. Baru belakangan ini fokus ke serabi dan beroncong," kisahnya.

Keputusan beralih ke jajanan lawas ini bukan tanpa pertimbangan. Baharuddin melihat bahwa camilan tradisional seperti beroncong dan serabi masih punya tempat tersendiri di hati masyarakat.

"Alhamdulillah, setiap hari selalu ada pemasukan. Peminat jajanan lama ini ternyata masih banyak," tuturnya.

Setiap hari, ia menyiapkan sekitar tiga kilogram adonan dari bahan sederhana yakni seperti tepung, kelapa parut, gula, dan sedikit garam.

Campuran itu lalu dituangkan ke dalam cetakan setengah lingkaran dari besi tebal yang diletakkan langsung di atas kompor gas.

BACA JUGA:BPS Sebut Efisiensi Anggaran Tak Pengaruhi Pariwisata dan Perhotelan di Balikpapan

Sumber: