BPJS Kesehatan Sudah Cacat Sejak Lahir, Opsi Kenaikan Iuran untuk Atasi Defisit Berkepanjangan

Rabu 01-07-2020,20:21 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Namun ia juga memprediksi tingkat kepatuhan membayar peserta kelas I dan kelas II akan menurun. "Saya melihat, kenaikan ini tidak akan berdampak bagi peserta mandiri kelas III. Sementara untuk kelas I dan kelas II mungkin berdampak. Terutama dampak turun kelas. Tapi kita belum bisa mengukur itu".

Risiko apabila peserta di kelas tersebut telat membayar, yaitu kartu BPJS milik mereka akan tercatat tidak aktif. Dan baru boleh diaktifkan lagi ketika peserta tersebut telah membayar tunggakan secara penuh.

Lebih parah lagi, katanya, ketika peserta tersebut harus segera rawat inap. Maka akan dikenai denda sebesar 2,5 persen dari biaya pelayanan kesehatannya, per bulan dikali bulan tertunda. "Jadi ada potensi mengeluarkan uang lebih. Denda itu dikenakan sejak 1-45 hari setelah ia melunasi tunggakan," paparnya.

Di satu sisi, upaya BPJS untuk meningkatkan kepatuhan membayar peserta mandiri juga terus digencarkan. Dengan membuka kanal seluas-luasnya untuk proses pembayaran yang lebih mudah. Juga terus mengampanyekan sistem pembayaran auto debet bagi peserta yang memiliki rekening.

Falah mengatakan, tidak ada layanan jaminan kesehatan atau asuransi, di manapun yang menjamin keinginan. Yang dijamin, tegasnya, adalah kebutuhan. “Kebutuhan dan keinginan jelas berbeda. BPJS berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan masyarakat," pungkasnya.

Apakah BPJS Menargetkan Keuntungan?

Falah menerangkan, prinsip BPJS yang diamanahkan oleh undang-undang adalah sebagai lembaga nirlaba yang tidak mencari keuntungan. Ia mengatakan, upaya BPJS menaikkan iuran hanya sebatas untuk menghindari defisit atau miss match. Dengan harapan menemukan titik keseimbangan dalam cash flow.

"Menurut undang-undang, bahwa sepenuhnya premi yang diterima dari peserta dimanfaatkan untuk kepentingan semua peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan," ia menjabarkan.

Lanjut ia menjelaskan, yang dialami BPJS saat ini ada gap sebesar Rp 34 triliun antara cash in dan cash out. Artinya, yang harus diupayakan saat ini, tambahnya, adalah meningkatkan cash in. “Karena jika cash out yang ditekan, maka manfaatnya yang akan dikurangi, yakni membatasi pelayanan kesehatan”.

Berita Terkait:

YLKI soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan: Jika BPJS Mati, Rakyat Kecil yang Rugi

Menurutnya opsi menaikkan iuran adalah opsi paling baik untuk menemukan titik keseimbangan itu. Agar BPJS tidak terus membebani pemerintah. "Karena menurut perhitungan BPKP terakhir, kalau pun penerimaan dari premi dengan tarif iuran yang lama tercapai 100 persen, tetap tidak akan mampu menutupi defisit. "Jadi satu-satunya cara sekarang, ya menaikkan income" tukasnya.

"Dan sekarang ini Rp 42.000 untuk kelas III sudah dianggap layak berdasarkan kajian aktuaria," imbuhnya lagi.

Apalagi, kata dia, model-model terapi dan pengobatan juga semakin bervariasi dan semakin mahal. Ditambah ada kecenderungan masyarakat untuk berobat semakin meningkat.

Ia juga berharap, tidak ada lagi tunggakan-tunggakan klaim rumah sakit yang menumpuk dengan tercapainya keseimbangan tersebut. (das/eny/dah)

Tags :
Kategori :

Terkait