BPJS Kesehatan Sudah Cacat Sejak Lahir, Opsi Kenaikan Iuran untuk Atasi Defisit Berkepanjangan

Rabu 01-07-2020,20:21 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Berita Terkait:

Pelunasan Klaim BPJS ke Rumah Sakit Semakin Membaik

Sementara itu, kata Falah, pada 2022 nanti kemungkinan premi tersebut akan ditinjau kembali. Hal itu mengacu pada undang-undang BPJS yang menyatakan, bahwa besaran premi akan ditinjau setiap dua kali setahun.

Mengingat, perubahan biaya pelayanan kesehatan dan kemampuan masyarakat yang kemungkinan berubah indikatornya. "Jadi, bukankah inti dari Perpres 64 ini, justru menunjukkan kehadiran negara. Bahwa negara ikut membayarkan premi dari peserta PBPU".

Kenapa harus ada kenaikan seperti itu. Misal kelas III sebesar Rp 42.000? Kata Falah, hal ini untuk memenuhi kecukupan antara manfaat atau pelayanan kesehatan dengan penerimaan BPJS dari premi.

Penyebab defisit selama ini adalah karena manfaat berupa jaminan kesehatan yang diberikan BPJS tidak terbatas pada model terapi atau pengobatan. Bahkan tidak membatasi jenis penyakit apapun.

Hal itu, menurutnya justru tidak seimbang dengan premi rendah yang ditetapkan dalam kenaikan harga. Bahkan, menurutnya besaran iuran yang dinaikkan belum sesuai dengan ketentuan aktuaria atau penaksiran sebelum penetapan asuransi.

DEFISIT BERKEPANJANGAN

Sejak 2014, Falah menyebut BPJS sudah mengalami defisit karena persoalan itu. Sementara pemerintah tidak bisa mengambil opsi untuk mengurangi manfaat. Misalnya mengurangi bentuk pelayanan kesehatan, atau terbatas untuk penyakit tertentu. "Bisa dibayangkan sendiri akibatnya," imbuh pria berkaca mata itu.

Ia mengatakan, dalam peraturannya hanya ada tiga alternatif yang dapat ditempuh jika BPJS mengalami defisit. Yang pertama menaikkan tarif. Yang kedua mengurangi manfaat. Alternatif ketiga, yaitu subsidi dari pemerintah.  “Yang ketiga ini justru opsi yang selalu dipilih pemerintah. Sehingga pemerintah nombok terus kekurangan BPJS," bebernya.

Tetapi dalam perjalanannya, gap defisit semakin besar. Maka menurutnya, untuk menyelesaikan permasalahan ini, penyebab utamanya yang harus diperbaiki. Yaitu ketidakseimbangan antara cash in dan cash out. Atau premi yang menjadi sumber pemasukan dengan biaya pelayanan kesehatan untuk peserta. Karenanya ia berkesimpulan iuran memang harus dinaikkan.

Menurut perhitungan ia sediri, penyebab kerugian selama ini berasal dari peserta mandiri. Karena akumulasi dua persoalan yang saling berbanding lurus. Pertama premi yang rendah, kedua kolektabilitasnya tidak seratus persen.

Ia menyebut, secara nasional tingkat kepatuhan peserta mandiri untuk membayar iuran hanya sebesar 60 persen dari sekitar 30 juta peserta golongan tersebut. Artinya dari seratus orang peserta mandiri, yang rutin membayar hanya 60 orang.

“Di beberapa daerah bahkan di bawah angka itu. Contohnya di Papua, itu hanya 43 persen," sebutnya.

Apakah dengan dinaikkan iuran bagi peserta mandiri, kendati pemerintah harus mensubsidi sebagian premi untuk kelas III akan membantu BPJS keluar dari defisit? "Jawabannya iya," ujar Falah.

"Kalau premi yang berlaku sejak satu Juli ini berjalan dengan baik, diprediksi bisa menutupi defisit. Dapat dilihat sampai akhir tahun nanti," tambahnya.

Tags :
Kategori :

Terkait