Organisasi Kerja Sama Islam Dinilai Lemah, Permudah Israel Rampas Wilayah Palestina

Sabtu 27-06-2020,07:02 WIB
Reporter : bayong
Editor : bayong

Jakarta, Diswaykaltim.com - Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah mengatakan, ada tiga faktor yang membuat Israel bergerak cepat. Untuk melakukan aneksasi Tepi Barat dan Lembah Yordan.

“Rencana aneksasi Israel untuk mencaplok wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan menjadi tantangan bagi PBB. Yang sudah berulang-ulang mengeluarkan resolusi. Aneksasi ini dilakukan karena Israel melihat adanya tiga faktor utama di dunia, yang memaksanya untuk segera bergerak cepat,” ujar Teuku, Jumat (26/6/2020).

Faktor pertama, sedang terjadinya pelemahan Amerika Serikat (AS) di dalam negeri. Akibat krisis rasial yang terus memuncak.

Krisis di dalam negeri ini akhirnya membuka mata dunia atas kerapuhan AS secara ekonomi dan keamanan dalam negeri. Sebagaimana dibuktikan dengan merosotnya pertumbuhan ekonomi dan meroketnya angka pengangguran.

Pada saat yang sama, lanjut Teuku, dunia juga melihat memburuknya kewibawaan Gedung Putih dalam menyelesaikan krisis, akibat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan.

AS yang terbiasa mendukung Israel secara politik, diplomatik, dan militer, saat ini makin kesulitan menghadapi gelombang demonstrasi di dalam negeri ini, serta ketakutan Donald Trump kalah dalam pemilihan presiden di akhir tahun.

Menyikapi bulan-bulan kritis ke depan, Israel memperkirakan AS akan sulit membuat komitmen membantu Israel secara militer.

Kemudian, faktor kedua, merosotnya kepemimpinan global AS secara militer dan diplomatik. Hal ini terbukti di Laut China Selatan. Di mana Washington tak mampu lagi menekan Tiongkok, serta harus melihat kedahsyatan militer Tiongkok secara kualitatif dan kuantitatif di darat, laut, udara, dan ruang angkasa.

“Israel juga melihat sulitnya Donald Trump mengendalikan koalisi global. Akibat banyak anggotanya yang sedang bermasalah secara pertahanan dan keamanan. Energi Jepang sedang terfokus ke Senkaku, melawan ancaman pendudukan Tiongkok. Sementara Taiwan, juga ketakutan karena merasa dirinya semakin terancam oleh pencaplokan Tiongkok,” kata Teuku.

Selanjutnya Korea Selatan. Selain memiliki trauma sendiri atas Korea Utara, juga menyayangkan kegagalan Washington merangkul Pyongyang. Saat kedua pemimpin puncaknya berdialog di Vietnam dan Singapura.

Lebih jauh lagi, rotasi militer AS dari Jerman ke wilayah lainnya, memaksa Jerman, Inggris, Perancis, dan para anggota NATO lainnya melakukan konsolidasi. Sehingga enggan terlibat dalam kegiatan militer di luar Eropa dan Timur Tengah.

Dengan demikian, Israel dapat memperkirakan sulitnya AS menggalang sebuah garansi dari Inggris dan Perancis. Bagi sebuah Resolusi Dewan Keamanan PBB. Guna melindungi aksi militer Israel pada Juli mendatang.

Faktor ketiga, lanjut Teuku, melemahnya solidaritas Gerakan Non-Blok (GNB), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) atas nasib masyarakat Palestina. Karena ekonomi banyak negara di atas rontok akibat COVID-19.

Sebelumnya, banyak negara dalam kelompok di atas yang kesulitan mencapai kriteria yang mereka janjikan dalam Sustainable Development Goals (SDG). Banyak anggota GNB yang gagal merealisasikan ide-ide yang mereka gaungkan lewat New Asia Africa Strategic Partnership (NAASP).

Menyimak kondisi struktural yang lemah di atas, Israel memperkirakan mereka akan kesulitan menyatukan posisi politik, militer, dan diplomatik di Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB. Saat Israel mencaplok wilayah yang ditargetkannya.

Tags :
Kategori :

Terkait