Kembali ke persiapan saya pulang ke Balikpapan. Ternyata, tak perlu lagi mengurus SIKM (Surat Izin Keluar Masuk) ketika keluar dari Jakarta. Berlaku bagi mereka yang hendak keluar Jakarta ke daerah asal sesuai KTP. Karena suratnya terbit bersama hasil rapid test.
Di Bandara Soekarno-Hatta, wajib menunjukkan hasil rapid test maupun swab tes dengan hasil negatif. Untuk kelancaran perjalanan saat di bandara, saya pun ikut rapid test. Di RSUD Pasar Minggu.
Di rumah sakit ini, biaya tesnya agak murah. Dibanding di tempat-tempat tes lainnya. Biayanya Rp 330 ribu. Di tempat lain, kisaran Rp 500 ribu-Rp 650 ribu.
Untuk rapid test di RSUD Pasar Minggu, hasilnya baru bisa diambil sehari setelah tes. Alasan pihak rumah sakit, karena pengambilan sampel darah dilakukan di bagian siku, bukan di tangan pengaju.
Ketika itu, saya tes hari Senin (22/6). Sekira pukul 10.00 WIB. Saat itu, antrean tak begitu banyak. Ada 5 orang. Kami sama-sama mengisi formulir SIKM yang tersedia di rumah sakit itu. Kemudian data-data diri dan riwayat keluhan kesehatan.
Setelah itu, secara bergantian kami dipanggil satu per satu masuk ke dalam salah satu ruangan. Tepat di depan tempat kami mengisi form tersebut. Saya giliran ke dua, dari 5 orang itu. Orang pertama yang dipanggil, keperluannya untuk pulang kampung. Ke NTT. Tak sampai 3 menit ia dalam ruangan itu. Saya pun jadi penasaran. Saya kira, tesnya di ruangan itu. Termasuk ambil sampel darahnya.
Setelah giliran saya, saya baru tahu. Di dalam itu hanyalah pengetesan saluran pernapasan oleh dokter spesialis paru-paru. Namanya, dr. Ari Tania. Proses pengecekannya simpel. Menggunakan stetoskop. Diaphragm stetoskop diletakkan di dua bagian dada saya, disertai seruan menarik napas dalam-dalam.
"Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui kondisi paru-paru. Biasanya kalau batuk, atau mengidap Corona, itu akan terdengar lewat napas, ketika menarik napas. Biasanya napasnya terdengar tidak lancar. Tapi, tadi napasnya lancar kok," katanya, setelah memeriksa saya.
Setelah dari ruangan itu, saya diarahkan ke ruang pengambilan darah. Pengambilan darah juga tak lama. Tak sampai 5 menit. Soal jumlah darah yang diambil hanya sedikit. Begitu kata dokter. Kalau saya, tak tahu berapa jumlahnya. Karena saya tak berani lihat. Maklum, takut jarum. Yang saya rasakan, rasa sakitnya tak lama. Setelah itu, rangkaian tes selesai. Saya pun kembali ke rumah.
Keesokannya, Selasa (23/6), saya kembali ke rumah sakit itu. Mengambil hasil tes. Alhamdulillah, hasil tesnya non reaktif.
Rapid test negatif. Saatnya bersiap ke Balikpapan. Hari itu, saya cek di Traveloka, sekitar jam 13.00 WIB, tak ada lagi tiket ke Balikpapan. Tiket tersedia baru esok harinya. Mau tak mau. Saya pun membeli tiket dengan waktu penerbangan pukul 04.45 WIB, Rabu (24/6).
Saya dag dig dug. Ketika perjalanan ke bandara dari Tebet. Karena ada kabar bahwa tujuan Balikpapan maupun Kaltim, wajib menunjukkan hasil tes swab.
Tiba di terminal keberangkatan, Terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta, salah satu petugas bandara mengatakan, keberangkatan ke Balikpapan wajib menggunakan hasil tes swab. Atau hasil tes PCR. Saya pun semakin dag dig dug. Takut gagal berangkat. Karena hanya punya hasil rapid test.
Tapi, alhamdulillah. Setelah saya tanya ke petugas Lion Air, yang berjaga di tempat check-in, tak apa bila hanya punya rapid test. Karena KTP saya Balikpapan. Begitu katanya.
Di bandara, sebelum masuk ke tempat check-in tiket, ada pemeriksaan dokumen kesehatan. Rapid test maupun PCR atau hasil tes swab. Kemudian calon penumpang disuruh mendownload aplikasi eHAC Indonesia. Lalu mengisi data yang dibutuhkan. Setelah itu, baru bisa masuk.
Pemeriksaan berkas atau dokumen di bandara itu ketat. Ada tiga kali pemeriksaan dokumen. Di pintu masuk menuju check -in, saat check-in dan saat masuk ke ruang tunggu. Pesawat berangkat pukul 05.00 WIB. Tiba di Balikpapan, pukul 08.15 Wita.