Banyak Dikritik, Menteri PUPR Jelaskan Tarif Tol Balsam di DPR

Kamis 25-06-2020,11:00 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR Basoeki Hadimoeljono menegaskan bahwa penetapan tarif tol bukan keputusan sepihak pemerintah dan harus dibicarakan dengan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) karena menyangkut kepercayaan pasar terhadap investasi di Indonesia.

"Kalau untuk penetapan tarif tol, karena ini punya investor bukan milik pemerintah maka saya harus berbicara dengan para BUJT terkait tarif tersebut," ujar Menteri Basuki dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu (24/6).

Menurut Menteri PUPR, penentuan tarif tol bukan keputusan pemerintah sepihak, karena menyangkut kepastian investasi. Misalnya ketika meminta pemerintah melakukan diskon tarif tol, maka harga saham investor tol akan langsung turun.

"Mengingat hal ini menyangkut kepercayaan pasar terhadap investasi di Indonesia," kata Menteri Basuki. Sebelumnya tarif Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) yang dirasa masyarakat Kalimantan Timur terlalu memberatkan menjadi sorotan khusus Anggota Komisi V DPR RI Irwan Fecho.

Lebih lanjut, politisi F-Demokrat tersebut juga menyampaikan lewat surat itu kepada Menteri PUPR. Besaran tarif Tol Balsam yang ditetapkan Menteri PUPR lebih besar dari usulan tarif sebelumnya. PT. Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS) mengusulkan Rp 1.000 per kilometer.

Pada tiga tol sepanjang 64,87 km itu, tarif terjauh untuk kendaraan Golongan I dengan jenis sedan, jip, pikap atau truk kecil dan bus adalah Rp64.870. Namun, tarif dalam SK Menteri justru Rp75.500 yang jatuhnya Rp1.179 per km. Sedangkan, Golongan II-III adalah Rp 1.935 per kilometernya. Untuk Golongan IV-V adalah Rp2.582 per km-nya.

Untuk  Apa, Buat Siapa ?

Sementara itu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)  Kalimantan Timur, Slamet  Brotosiswoyo kembali meminta supaya besaran tarif ditinjau. Alasannya, tarif yang diputuskan masih terlalu mahal. Baik bagi masyarakat pengguna, maupun bagi pelaku jasa logistik.

“Masyarakat itu menilai kemahalan, indikasinya saat dikenakan tarif, kendaraan yang melintas langsung anjlok lebih dari 60 persen,” katanya. Kalau sudah begitu, “Jalan tol ini dibangun untuk apa? Buat siapa?” lanjutnya. Kalau dibangun untuk masyarakat Kaltim, saat ini mereka cenderung menghindari jalan berbayar itu.  “Lalu buat siapa?”

Slamet menyadari bahwa jalan tol dibangun dengan investasi yang mahal. Sehingga investor ingin segera balik modal. Namun strategi tarif mahal justru belum tepat diberlakukan saat ini. Apalagi, ada penyertaan modal pemerintah dalam proyek itu.

“Nantilah pelan-pelan sambil melihat kondisi perekonomian Kaltim. Jangan digebuk dulu mahal di depan. Kan kita mau jadi ibu kota negara, (kalau) sudah ramai, macet, baru naikkan (harganya),” imbuh Ketua Apindo tiga periode ini. 

Slamet meminta pemerintah mengembalikan tujuan awal dibangun jalan tol, yakni menurunkan biaya logistik, sehingga perekonomian Kaltim bisa bersaing. “Tujuan awal jalan mempersingkat waktu tempuh dan menurunkan biaya logistik belum bisa tercapai jika tarif yang dikenakan masih mahal,” pungkasnya. 

Sementara dalam pernyataannya menjelang penerapan tarif, Direktur Utama PT Jasamarga Balikpapan Samarinda, STH Saragi mengatakan besaran tarif yang ditetapkan sudah sesuai dengan mekanisme. “Investasi yang dikeluarkan membengkak menjadi Rp 12 triliun dari Rp 9,9 triliun,” jelas STH Saragi. Nilai investasi yang berubah tersebut karena adanya tambahan penanganan tanah lunak dan geoteknik pada penanganan Seksi I dan V jalan tol.

Menurutnya, tarif yang keluar didalam dari perjanjian jalan tol dihitung oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) berdasarkan nilai investasi.  Sebelum tarif tol ditetapkan pemerintah, bahwa berdasarkan nilai investasi dari BPJT awalnya sebesar Rp 1.000 km dengan parameter yang sudah tercantum sesuai perjanjian. Dengan perkiraan lalu lintas dan beroperasi tahun 2018 dapat yang direncanakan tahun 2016.

Ia menyebutkan investasi pembangunan jalan tol berasal dari APBD Provinsi Kaltim, APBN, dan BUMN. “70 persen pembangunan dari pinjaman bank. Dari perkiraan BEP sekitar 20-25 tahun,” sebutnya. Dengan lalu lintas harian kendaraan ditargetkan 10 ribu lebih.

Tags :
Kategori :

Terkait