Kasus TPU Km 15 Balikpapan Masuk Kejahatan Kerah Putih

Senin 08-06-2020,12:25 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Balikpapan, DiswayKaltim.com – Penanganan kasus dugaan korupsi yang menahun di Balikpapan, menuai tanggapan para praktisi hukum. Mereka menilai lambatnya penanganan lantaran kurangnya pengawasan dari lembaga-lembaga anti korupsi non pemerintahan. Seperti dugaan kasus korupsi Tempat Pemakaman Umum (TPU) Km 15 Balikpapan. Sudah bergulir nyaris sewindu. Namun belum juga tuntas hingga ke akar masalah.

Praktisi hukum muda Balikpapan Hirson Kharisma menilai, tidak ada kata kedaluarsa bagi kasus korupsi. Meski kasus ini terjadi pada periode APBD tahun 2013. Namun selama proses penyidikan masih berlanjut. Apalagi jika kasus tersebut telah berhasil menetapkan tersangka. "Kita harus lihat dulu pasal-pasal yang disangkakan," ujar Hirson, Minggu (7/6).

Menurutnya, khusus kasus korupsi membutuhkan setidaknya dua bukti permulaan. Jika sudah mencukupi bisa dilanjutkan untuk menetapkan tersangka dan bisa dilimpahkan ke pengadilan. "Kalau sudah P21, mestinya sudah bisa melakukan tuntutan ke pengadilan Tipikor," imbuhnya.

Baca Juga:

Bergulir Lagi, Kasus Dugaan Korupsi TPU Balikpapan

Dugaan keterlibatan empat kelompok tersangka kasus ini, kata dia, mulai dari kalangan pemerintah, legislatif, kelompok sipil dan tim penilai tanah, membuktikan kurangnya perhatian masyarakat dalam mengawal kasus tindak korupsi di daerah.

Khusus keterlibatan oknum pemerintah dan legislatif, Hirson menyebut seharusnya pihak inspektorat sebagai lembaga formal pemerintahan yang bisa memberi kontrol dan pengawasan yang lebih baik. "Kalau di daerah masalah pengawasannya yang kurang," ungkapnya.

Begitu pula keterlibatan Non Governmental Organization (NGO) atau lembaga anti korupsi di tiap daerah, belum maksimal. Ia mencontohkan lembaga semacam ICW atau KPK belum berperan aktif mengawal kasus-kasus yang sedang bergulir. Meski beberapa kasus sudah teridentifikasi merugikan negara.

Seperti kasus pengadaan lahan TPU di KM 15, pihak kepolisian sudah mengendus adanya kerugian negara hingga hampir Rp 10 miliar. "Kalau di pusat khususnya daerah Jawa, mereka punya banyak lembaga yang ikut mengawal jalannya proses pemerintahan," imbuhnya.

Praktisi hukum, Purwoko menganalogikan, dugaan kasus korupsi pengadaan lahan TPU Km 15 sebagai kasus kejahatan kerah putih, atau white collar crime. Biasanya, yang terlibat lebih dari satu orang. Kasus ini termasuk sulit dipecahkan karena bisa jadi melibatkan nama-nama oknum di instansi penting.

Cara menganalisis perkara seperti ini tidak bisa secara parsial. Harus dilihat dari mekanisme perumusan Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas Perumusan Anggaran Sementara (PPAS), RAPBD sampai penetapan APBD dan pengesahan APBD.  "Tidak melulu hukum pidana atau tindak pidana korupsi (tipikor)," katanya kepada DiswayKaltim, Minggu (7/6).

Menurut Purwoko, setelah melihat mekanisme keuangannya, baru bisa menilai delik pidana apa yang bisa dijeratkan kepada oknum atau kelompok yang terlibat. "Kasus TPU sama cara melihatnya. Harus dilihat dua kacamata tadi. Hukum Keuangan Negara dan Hukum Pidana, khususnya tindak pidana korupsi," urai mantan anggota DPRD Balikpapan itu.

Purwoko menilai inspektorat maupun lembaga semacam KPK, sudah memiliki SOP masing-masing. Sejak awal keterlibatan mereka dirasa penting, untuk mengawasi kasus-kasus serupa. "Kontrol itu tetap diperlukan dari semua lini," imbuhnya. (ryn/dah)

Tags :
Kategori :

Terkait