Menentukan pasien positif dan negatif sangat penting dalam penanganan COVID-19. Sayangnya laboratorium yang bisa menentukan itu terbatas. Memang ada tes cepat – rapid test- sehari sudah ada hasilnya. Tapi akurasinya berkisar 80 – 90 persen. Perlukah Kaltim membangun laboratorium berstandar Biosafety Level (BSL) itu? Pewarta : Khajjar Rohmah Editor : Devi Alamsyah METODE swab test hanya bisa dilakukan di laboratorium berstandar Biosafety Level (BSL) 2. Di Indonesia baru ada empat laboratorium dengan kapasitas tersebut. Yakni laboratorium milik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan. Kemudian Laboratorium Biologi Molekuler Eijkman, dan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) di Jakarta. Serta Laboratorium Universitas Airlangga di Surabaya. Karenanya, proses pemeriksaan uji lab itu bisa sampai 8 hari. Seperti yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Balikpapan Dr Andi Sri Juliarty. “Yang lama nunggu antrenya,” ujarnya. Sebelumnya, disebutkan tiga hari sudah keluar hasil tes swab itu. Tapi itu untuk skema tercepat. Dengan bertambahnya pasien yang dirawat, antrean uji lab bisa bertambah panjang. Dan lebih panjang. Imbasnya, proses dateksi pasien COVID-19 di Kaltim membutuhkan waktu lebih lama. Pun begitu waktu perawatan pasien. Akan semakin lama pula. Karena semua bergantung pada hasil uji lab. Belum dihitung dengan waktu tempuh perjalanan. Alangkah baiknya jika uji lab bisa dilakukan di Provinsi Kaltimantan Timur. Bukan hanya untuk kasus coronavirus disease (COVID-19) saja, tapi jangka panjang. Apalagi Kaltim dicanangkan menjadi kawasan ibu kota negara (IKN) baru. Mungkin kah membuat lab itu di Kaltim? Wali Kota Rizal Effendi yang dikonfirmasi mengatakan bahwa potensi pembangunan laboratorium tersebut lebih besar di Samarinda. Mengingat di Kota Tepian itu sudah ada Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Mulawarman. Secara SDM bisa mendukung operasional lab berstandar Biosafety Level (BSL) 2. “Saya sudah dapat informasi dari Pak Andi (Plt Diskes Kaltim) soal laboratorium itu. Memang yang paling pas ya di Samarinda,” ujar Rizal. Dokter Andi Sri Juliarty juga membenarkan itu. Menurut dia, soal anggaran pembangunan mungkin Balikpapan mampu membangun lab tersebut, tapi soal SDM juga perlu di perhatikan. Samarinda dianggap lebih cocok lantaran adanya Fakultas Kedokteran Unmul. Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Mulawarman (Unmul), dr. Ika Fikriah menjelaskan, sangat mungkin membangun Laboratorium BSL 2 di Kaltim. Bahkan seharusnya, bisa menjadi prioritas pemerintah. Sehinggan dapat mengoptimalisasi percepatan pendeteksian virus yang bernama Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS COV 2) ini. "Virus corona SARS COV 2 ini adalah virus yang sangat mudah menular dan dapat menyebabkan keadaan fatal. Dibutuhkan deteksi virus yang cepat agar penderita dapat ditangani dengan tepat," terang Ika kepada Disway Kaltim, melalui pesan WhatsApp, Rabu (8/4). "Deteksi yang cepat juga akan mempermudah melihat tingkat penyebaran virus secara tepat". Waktu pengiriman dan waktu antrean yang terlalu lama, kata dia, justru akan berisiko mengakibatkan kualitas sampel yang jelek. Mungkin bisa memengaruhi hasil pemeriksaan. FK Unmul sendiri sebenarnya sudah memiliki Laboratorium Mikrobiologi. Hanya saja belum berstandar BSL 2. Yang menjadi syarat WHO untuk melakukan pemeriksaan bahan infeksius seperti SARS COV 2. "FK Unmul juga sudah memiliki alat utama berupa RT- PCR (Real Time - Polymerase Chain Reaction, Red.). Alat lain yang masih dibutuhkan adalah biosfety cabinet dan beberapa freezer dan refrigerator yang sebagian sudah kami miliki," tambah dr. Ika. Menurut Ika, FK Unmul sebenarnya sudah memiliki rencana untuk mempersiapkan laboratorium berstandar BSL 2. Namun terkendala dengan ketersediaan anggaran. Estimasi biaya yang diperlukan untuk menyiapkan laboratorium BSL 2 kurang lebih sebesar Rp 1 miliar. Bahkan Unmul sendiri juga sudah menyiapkan rencana pembangunan laboratorium terpadu dari dana Islamic Development Bank (IsDB). “Rencana Pak Rektor mau menyiapkan lab untuk pemeriksaan virus seperti COVID-19 dan lain-lain. Lab yang dibutuhkan minimal BSL 2 bahkan BSL 3,” ungkap Ika. HARUSNYA BISA Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Wahab Sjahranie (AWS) sebagai RS Pendidikan FK Unmul, juga sudah memilliki laboratorium standar BSL 2. Dan saat ini sedang mempersiapkan untuk Lab BSL 3. Yang akan digunakan sebagai salah satu lab pemeriksaan COVID-19. Dan saat ini sedang memesan reagen untuk pemeriksaan. Direncanakan reagen akan datang pada pertengahan April mendatang. Reagen adalah bahan yang dipakai dalam reaksi kimia untuk mengetes darah. Yang akan melakukan pemeriksaan di Lab. RS AWS tersebut juga sebagian merupakan dosen FK Unmul. Dari Spesialis Patologi Klinik dan Mikrobiologi yang memiliki keahlian untuk melakukan pemeriksaan virus menggunakan alat Rapid Test-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dengan sample yang didapat dari swab penderita. “Di FK Unmul kami punya alat RT-PCR tersebut. Menurut kami sangat perlu memberdayakan fasilitas yang kita punya untuk mempercepat diagnosis pasien COVID ini, daripada menunggu hasil swab dari Lab di Surabaya sampai 7 hari,” jelasnya. Ika optimistis untuk tenaga SDM yang ada di FK Unmul, yaitu dosen-dosen dari Laboratorium Mikrobiologi, sudah familiar dengan pemeriksaan yang memakai RT-PCR dan sering melakukan pemeriksaan asam nukleat. Terutama untuk mikroorganisme patogen. Dalam rangka menaikan taraf kesehatan di Kaltim sebagai bentuk pengabdian masyarakat. FK Unmul sudah membentuk desa-desa binaan yang dikembangkan menjadi desa sehat. Serta menjadi fokus kegiatan akademik seperti Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Civitas Akademika FK Unmul. Baik melalui program kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) maupun Tim Bantuan Medis (TBM) dari Prodi Kedokteran, Kedokteran Gigi dan D3 Keperawatan. FK Unmul juga memiliki lembaga kesehatan di bidang medis. Yakni sebuah klinik yang berada pada area gedung fakultas. Klinik ini melayani pasien umum dan BPJS. Baik dari dosen, tenaga kependidikan serta mahasiswa. FK Unmul yang berdiri sejak tahun 2001 sampai saat ini telah memiliki 6 program studi (Prodi). Yakni Prodi Kedokteran, Prodi Profesi Dokter, Prodi Kedokteran Gigi, Prodi Profesi Dokter Gigi, Prodi D3 Keperawatan, dan Prodi Spesialis Bedah. "Alhamdulillah sampai akhir tahun 2019 kemarin FK Unmul telah meluluskan lebih kurang 600 orang dokter," katanya. Para alumni FK Unmul pun telah berkiprah di berbagai jenjang karier. Baik sebagai Dokter Umum di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dokter spesialis di rumah sakit, maupun akademisi sebagai dosen di Fakultas Kedokteran. (*)
Saatnya Kaltim Bangun Lab. BSL 2
Rabu 15-04-2020,01:16 WIB
Editor : Benny
Kategori :