Baru 64 dari 372 SPPG Potensial di Kaltim Beroperasi, BGN Dorong Percepatan Kelayakan Lapangan

Rabu 12-11-2025,21:45 WIB
Reporter : Salsabila
Editor : Didik Eri Sukianto

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat bahwa realisasi pembentukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi(SPPG) di Provinsi Kalimantan Timur masih berjalan bertahap.

Dari total 372 SPPG potensial yang telah teridentifikasi di 10 kabupaten/kota, baru 64 unit yang beroperasi, sementara 107 SPPG telah menerima penetapan SK tetapi belum seluruhnya memenuhi persyaratan untuk mulai memproduksi dan menyalurkan makanan bergizi.

Kepala BGN Regional Kalimantan Timur, Binti Maulina Putri menyampaikan, bahwa status operasional SPPG tidak hanya ditentukan oleh penerbitan SK.

Selain kelengkapan administratif, baginya, SPPG harus memenuhi standar kelayakan dapur, sanitasi, dan kompetensi tenaga pengelolanya sebelum dapat melayani penerima manfaat.

BACA JUGA: Keterbatasan SPPG dan Tenaga Ahli Gizi Jadi Kendala Pemerataan Program Makan Bergizi Gratis

"Jumlah SPPG yang ber-SK lebih banyak daripada yang beroperasi. Sebelum berjalan, SPPG harus dipastikan layak di lapangan. Pengetatan dilakukan agar makanan yang disalurkan aman sesuai standar," kata perempuan yang akrab disapa Binti itu, dalam Forum Group Discussion Sinergitas Lintas Sektor Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Balai Kota Balikpapan.

Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan wilayah yang beragam komposisi geografisnya. Sebanyak 8 kabupaten/kota di dalamnya memiliki wilayah kategori 3T (tertinggal, terdepan, terpencil).

Sehingga, pengembangan SPPG di daerah tersebut diarahkan mendekati lokasi penerima manfaat untuk mengurangi jarak distribusi.

Sementara itu, Balikpapan, Samarinda, dan Bontang diklasifikasikan sebagai wilayah aglomerasi, di mana pasokan bahan pangan bergantung pada rantai distribusi antar-daerah.

BACA JUGA: Baru 3 Dapur MBG yang Beroperasi, Paser Butuh Bantuan Investor untuk Membangun

Menurut Binti, tahapan kelayakan lapangan menjadi faktor utama yang membuat sebagian SPPG ber-SK belum beroperasi.

Setiap dapur penyelenggara harus menyediakan alur produksi yang terpisah antara bahan mentah dan makanan siap saji, memiliki tenaga ahli gizi serta tenaga kesehatan lingkungan, serta memastikan pelatihan penjamah makanan telah dilakukan.

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) juga menjadi prasyarat yang harus dipenuhi.

"SPPG tidak dapat langsung beroperasi hanya dengan SK. Pelatihan penjamah makanan dan penerapan standar sanitasi harus berjalan terlebih dahulu. Pada masa awal, kapasitas layanan juga dibatasi maksimal seribu penerima manfaat, sampai semua proses stabil," sebutnya.

BACA JUGA: Resmikan Dapur SPPG Bugis, Walikota Samarinda Minta Pisang Diganti Buah Lain

Kategori :