Menurutnya, jika serapan anggaran di tiga OPD ini rendah, dampaknya akan signifikan terhadap realisasi belanja daerah secara keseluruhan.
Memang masih ada OPD lain katanya yang serapan anggaran masih di bawah 50 persen juga. Sepert dinas kearsipan, perikanan, catatan sipil. Tapi dampaknya tidak terlalu besar.
"Tapi PUPR, pendidikan, dan kesehatan ini alokasinya besar sekali. Jadi, kalau serapannya rendah, langsung membengkak dan menjadi perhatian utama,” tegas Ridwai.
BACA JUGA:Disdikbud Kutai Barat Kembangkan Literasi Budaya Lewat Penulisan Tujuh Buku Kearifan Lokal
Ia menjelaskan, kendala serapan anggaran yang belum optimal seringkali muncul karena pekerjaan yang terlalu kompleks. Serta memerlukan waktu lebih panjang dari jadwal yang tersedia.
Namun, Ridwai menegaskan, tidak boleh ada alasan. Pelaksanaan harus tetap berjalan meski harus menyesuaikan skala dan sumber daya yang tersedia.
Ridwai menekankan bahwa prinsip efisiensi dan akuntabilitas menjadi kunci pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan anggaran.
Meskipun waktu terbatas, pekerjaan harus tetap mengikuti prosedur, mulai dari perencanaan, persiapan lelang, hingga pelaksanaan di lapangan.
BACA JUGA:Kutai Barat Siap Jadi Teladan Kekuatan Teritorial Berbasis Pemberdayaan
Pendekatan fleksibel dengan menyesuaikan skala pekerjaan diyakini dapat menjaga agar serapan anggaran tetap tercapai tanpa mengorbankan kualitas.
“Ini bukan soal menambah anggaran, tapi soal memastikan anggaran yang ada digunakan secara efektif. Kita dorong agar pekerjaan yang sudah direncanakan bisa selesai, meski waktunya terbatas. Dengan koordinasi yang baik antara DPRD dan OPD, target serapan anggaran tetap bisa tercapai,” jelas Ridwai.