“Dari Rp2,5 juta itu, setelah dipotong pajak dan BPJS, kami bersihnya hanya terima sekitar Rp2,3 juta. Bagaimana dengan teman-teman yang mengajar jauh dari rumah, harga beras saja mahal, ongkos transportasi juga besar. Wajar kalau guru-guru terus mengeluh. Kesejahteraan kami tidak diperhatikan,” ungkapnya.
Menurutnya, ketimpangan ini bukan hal baru. Bahkan saat TPP masih Rp3,5 juta, selisih dengan ASN struktural dan tenaga kesehatan tetap besar.
“Waktu kami terima Rp3,5 juta, mereka di struktural bisa Rp7 juta lebih. Saat ada pemotongan, mereka masih Rp6 juta, kami tinggal Rp2,5 juta. Itu sangat timpang,” jelasnya.
Theo juga mengungkapkan, bahwa Bupati Kutai Barat pernah menyanggupi untuk mengembalikan TPP guru ke Rp3,5 juta. Komitmen itu disampaikan sekitar Maret lalu setelah pertemuan dengan DPRD dan organisasi perangkat daerah terkait.
BACA JUGA: Catatan 3 Fraksi DPRD Kubar dalam Pembahasan Raperda Perubahan APBD 2025
“Beliau bilang memang belum bisa menyetarakan sesuai kelas jabatan, tapi akan mengembalikan ke Rp3,5 juta. Sayangnya, sampai sekarang janji itu tidak ada realisasinya,” kata Theo.
Ia menegaskan, bahwa guru sebenarnya enggan melakukan mogok. Namun karena tidak ada kepastian, aksi ini harus ditempuh.
“Guru itu tugasnya mendidik, kami tidak mau mengorbankan anak-anak. Tapi kalau kesejahteraan kami terus dikesampingkan, bagaimana kami bisa maksimal? Jadi aksi mogok ini adalah jalan terakhir agar pemerintah betul-betul memperhatikan,” tandasnya.
Theo menyebut, berdasarkan data terakhir di grup koordinasi, aksi mogok telah diikuti oleh lebih dari 90 sekolah dari SD hingga SMP di seluruh Kutai Barat. Jumlah guru yang terlibat mencapai ratusan orang dan kemungkinan akan terus bertambah.
BACA JUGA: Sekolah di Perbatasan Mahulu: Guru dan Fasilitas Kurang, Listrik hingga Foto Presiden Belum Ada
Menanggapi aksi mogok tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutai Barat, Bandarsyah, menyampaikan, bahwa pemerintah daerah memahami dan menghormati aspirasi guru.
Ia menegaskan, Pemkab Kubar sangat menghargai peran guru dalam membangun sumber daya manusia dan tidak menutup pintu dialog.
“Pemerintah Kabupaten Kutai Barat pada prinsipnya sangat menghormati, memahami, dan berempati terhadap aspirasi para guru. Pemerintah mengakui peran strategis guru dan sepenuhnya menghargai upaya peningkatan kesejahteraan yang disampaikan,” kata Bandarsyah dalam surat edaran resmi yang diterbitkan pada Rabu 17 September 2025.
Menurutnya, komitmen Pemkab adalah membuka ruang dialog konstruktif untuk menelaah tuntutan, mencari solusi adil dan berkelanjutan, serta menjelaskan batasan teknis, fiskal, dan regulasi yang harus dipatuhi.
BACA JUGA: Masih Banyak Guru Lulusan SMA, Disdikbud Kubar Gandeng UT untuk Tingkatkan Kualifikasi
“Perubahan nominal TPP guru untuk Tahun Anggaran 2025 tidak dapat dilaksanakan saat ini. Perubahan itu harus melalui mekanisme revisi Peraturan Bupati, fasilitasi ke Kementerian Dalam Negeri, dan berimplikasi pada alokasi APBD. Sementara APBD Perubahan 2025 sudah berada pada tahap pembahasan DPRD, sehingga tidak bisa dilakukan penyesuaian tanpa mekanisme resmi,” jelasnya.