Ddisusul kasus kelima yang menjerat tersangka MH beserta barang bukti sabu 1.460,3 gram yang diamankan dari sebuah rumah di Kelurahan Lempake, Samarinda Utara.
Selanjutnya, kasus keenam pada 3 September 2025. Seorang tersangka berinisial BH, dengan barang bukti sabu seberat 4,85 gram, di Penajam Paser Utara berhasil diamankan.
Dan kasus ketujuh, pada 10 September 2025, polisi telah mengamankan tersangka berinisial FK, RN, IS, dan RZ dengan baramg bukti sabu seberat 54,25 gram sabu, di Samarinda.
Sementara itu polisi menegaskan para tersangka yang diamankan.
Para tersangka yang ditangkap berinisial IF, HZ, ER, AL, MH, BH, serta satu kelompok jaringan terdiri dari FK, RN, IS, dan RZ.
Mereka memiliki peran berbeda dalam distribusi narkoba. Sebagian besar hanya ditugaskan untuk mengantar barang dan menerima upah.
BACA JUGA:Evaluasi Kinerja Polri, Presiden Prabowo Siapkan Tim Khusus Reformasi dan Investigasi
“Besaran bayaran yang diterima bervariasi, mulai dari Rp1,25 juta hingga Rp15 juta untuk setiap pengiriman. Fakta ini menunjukkan para pelaku hanyalah kaki tangan yang menggerakkan peredaran narkotika, sementara aktor utama masih diburu aparat,” jelasnya.
Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ancaman hukumannya tidak ringan, minimal 10 tahun penjara dan maksimal hukuman seumur hidup.
Kombes Pol Arif menekankan, kasus-kasus besar yang terungkap pada Agustus hingga September ini menjadi bukti bahwa jaringan narkoba masih gencar menyasar Kalimantan Timur, khususnya dua kota besar.
“Balikpapan dan Samarinda adalah wilayah tujuan transaksi narkotika yang terus kami awasi secara ketat,” tandasnya.