Mudah Transaksi

Kamis 27-02-2020,11:37 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

PRESIDEN Jokowi pernah bicara soal financial technologi (fintech). Perusahaan jasa keuangan berbasis aplikasi. Pada pertemuan IMF dan World Bank di Bali, lalu. Intinya, pemerintah Indonesia tidak akan menghalang-halangi fintech  yang tumbuh secara natural. Kendati sempat ramai kasus jasa pinjaman online berbasis aplikasi “ilegal” yang membuat masyarakat gelisah, namun perkembangan sistem ini bisa dimaknai sebagai salah satu kemajuan. Utamanya dalam akses pinjaman permodalan. Penerimaan masyarakat pun sebetulnya cukup baik. Di luar persoalan yang ramai-ramai itu. Terbukti banyak yang mengakses fintech. Korbannya pun tak kalah banyaknya. Yang namanya dicitrakan buruk gara-gara telat bayar. Yang fotonya dikata-katain dan disebar ke seluruh kontak yang ada di handphone peminjam uang. Dipermalukan. Kontak saya pun pernah dikirimi. Isinya menyuruh orang yang kebetulan ada di kontak saya itu untuk segera membayar. Akhirnya saya tahu. Ternyata teman saya ada juga yang memakai jasa tersebut. Tapi itu mungkin jalur yang tidak resmi. Ramainya kasus tersebut menandakan pasarnya luas. Kebutuhan masyarakat yang membutuhkan jasa permodalan cukup besar. Fintech dipilih karena alasan kemudahannya. Ini yang perlu digarisbawahi; Kemudahan. Karena pinjaman melalui perbankan tidaklah mudah. Banyak persyaratan administrasi yang harus dipenuhi. Makanya dulu Bank Indonesia punya program bagaimana membina UMKM agar bisa “bankable”. Bisa pinjam duit di bank. Bukan hanya BI. Para bankir pun punya program yang sama. Agar kian banyak nasabah mereka. Kehadiran fintech ini menghapus barrier itu. Persyaratanya lebih mudah dan prkatis. Ini yang membuat kalangan perbankan galau. Ada lembaga serupa yang lebih mudah bisa diakses oleh masyarakat. Kendati bunganya relatif lebih tinggi. Saat berkunjung ke Bank Indonesia perwakilan Kaltim, Kamis pekan lalu. Kepala BI Tutuk SH Cahyono bicara begini; Bagi masyarakat, soal bunga itu sebetulnya nomor 2. Yang pertama adalah kemudahaan aksesnya. Analoginya mudah. Kenapa rentenir atau lintah darat digemari. Berarti tidak ada masalah soal bunga. Sudah lama saya tidak ketemu Pak Tutuk. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai kepala BI perwakilan Balikpapan. Kemudian sempat pindah ke Jakarta. Per Agustus 2019, Tutuk kembali ke Kaltim dengan home base di Samarinda. Namun kali ini statusnya naik, perwakilan Kaltim. Ia seorang yang lugas. To the point. Khas Jawa Timuran. Saya yang kebetulan bersama tim Disway Kaltim pun ikut terbawa diskusi hangat. Awalnya hanya ingin silaturahmi. Ramah-tamah. Tapi kali ini tensi obrolannya naik level. Menjadi diskusi soal moneter dan gerakan non-tunai. Saya sampaikan. Bunga kredit perbankan juga cukup tinggi. Rata-rata di atas satu digit. Tak begitu jauh berbeda sebetulnya dengan fintech atau lembaga pinjaman lainnya. Sementara suku bunga acuan BI 7-Day untuk dana pihak ketiga (DPK) per 20 Februari lalu 4,75 persen. Margin-nya cukup tinggi. Artinya, jika pakai logika perdagangan, perbankan membeli dengan harga murah dan menjual dengan harga tinggi. Sah-sah saja. Tapi sebetulnya ada tidak acuan margin ideal itu?. Atau batas atas dan bawah. Tutuk menjelaskan, BI tidak bisa melakukan intervensi terhadap produk perbankan. BI hanya mencoba memengaruhi sentimen pasar. Termasuk soal BI 7- Day. Namanya suku bunga acuan, ya hanya memberikan acuan saja. Artinya ketika BI menetapkan angka suku bunga acuan itu, berharap skema bunga bank akan mengikuti. Tapi, Tutuk saat itu juga mengakui jika margin yang diterapkan perbangkan cukup tinggi. Itu tergantung kebijakan bank. Jika terlalu tinggi, tentu hukum pasar yang berbicara. Dengan kehadiran fintech sebetulnya bisa menjadi alternatif. Perbankan juga bisa melakukan evaluasi atas sistemnya selama ini. Terutama soal kemudahan tadi. Yang perlu dilakuakan saat ini adalah bagaimana menyikapi fintech ini. Agar nantinya masyarakat tidak menjadi korban. Bagi kalangan perbankan, kini dituntut lebih kreatif lagi. Core bisnisnya jangan hanya soal bunga. Tapi juga bisa masuk ke sektor lainnya. Sektor riil misalnya. Justru lebih produkif. Bisa bermitra dengan pelaku UKM. Masuk ke sektor-sektor produksi. Atau ke sentra-sentra bisnis lainnya. Begitu banyak orang yang usahanya belum jalan lantaran permodalan. Saat ini, OJK juga tengah mengubah basis permodalan bank. Minimal Rp 3 triliun. Secara bertahap akan diberlakukan. Bank-bank kecil bisa bergabung, sehingga memiliki kelayakan likuiditas. Ini positif. Perbankan ke depan arahnya tidak hanya menghimpun dana (funding) dan ambil margin dari landing. Setidaknya, ini bisa dimulai oleh bank-bank pemerintah. Sudah saatnya bisa masuk ke sektor-sektor produksi dan industri strategis. Semisal sektor ketahanan pangan. Sehingga bisa ketemu antara sektor produksi dengan permodalan. Persoalan produksionis bisa perlahan diatasi. Hasil produksi kita juga bisa terpenuhi secara kuantitas dan kualitas. Akhinya mampu berkompetisi dengan negara-negara lain. Soal gerakan non-tunai, menurut Tutuk, bisa menjawab berbagai persoalan. Antara lain soal antrean truk di SPBU yang terjadi di Balikpapan dan Samarinda. Mudah saja solusinya. Jika diterapkan pembayaran sistem non-tunai, beres urusannya. Bisa terdata siapa saja pembelinya. Tapi hal itu seolah sulit penerapannya. Mungkin lebih sulit daripada memasukan benang ke dalam lubang jarum. Selain soal pinjam meminjam. Kini transaksi non-tunai sudah merambah ke berbagai celah. Bukan hanya kredit. Yang saat ini tengah ramai GoPay. Yang kabarnya masuk dunia pendidikan. Bayar SPP bisa pakai itu. Bisa jadi karena faktor Nadim Makarim. Tapi, di luar itu, GoPay sebagai salah satu alat transaksi sistem pembayaran SPP oke lah. Yang terbaru dari Gojek adalah PayLater. Pesan dulu bayarnya belakangan. Bisa akhir bulan lagi. Produk layanan ini hampir sama dengan layanan kartu kreditnya bank. Bukan tidak mustahil ke depan sistem ini bisa menggantikan Credit Card (CC). Paylater sekarang sudah awam dipakai e-commerce. Beli barang di Lazada bisa pakai PayLater. Begitu juga Traveloka. Hampir semua produknya perbankan sudah ada “pesaingnya”. Dengan akses yang lebih mudah. Yang sulit disaingi mungkin program KKB-nya Bank Bukopin. Bagaimana dengan Anda? (*/Pemimpin Redaksi Disway Kaltim)  

Tags :
Kategori :

Terkait