Tarif Kendaraan Sudah Dikaji, Sabani: Disesuaikan dengan Daya Beli

Rabu 12-02-2020,12:10 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Plt Sekprov Kaltim M Sabani. ===============   Samarinda, DiswayKaltim.com - Menanggapi soal kebijakan tarif pajak kendaraan, Plt Sekprov Kaltim M Sabani mengakui jika Pemprov Kaltim memberlakukan besaran pajak 15 persen sejak 2011. Menurutnya, kebijakan pajak daerah merupakan kedaulatan masing- masing daerah dalam mencari sumber pendapatan. Yang pasti, kata dia, besaran pajak tersebut tidak serta merta dibuat. Pasti atas kajian yang telah memperhitungkan tingkat ekonomi dan daya beli masyarakat. Meskipun ada sebagian masyarakat yang lebih memilih membeli kendaraan di luar Kaltim. Karena melihat keuntungan dari selisih harga. “Enggak juga, dia nanti masuk kesini (Kaltim) kan balik nama. Dan enggak juga banyak. Tetap banyak yang KT kan,” imbuhnya. Ia menampik, jika penurunan penjualan terjadi karena besarnya pajak. Sebab, realisasi pajak kendaraan Kaltim terus tumbuh pesat. Tahun lalu bahkan surplus. Kalaupun ada penurunan penjualan, Sabani menilai, karena efek dari ekonomi saja. Bukan karena tarif. “Tahun lalu pajak kita tinggi saja, berarti tidak ada penurunan, baik penjualan ataupun pembelian masyarakat. Normal saja,” tegasnya. BANYAK PIUTANG Sebelumnya, Kaltim pernah menerapkan pajak BBN-KB hanya 10 persen. Tahun 2011 ke bawah. Soal alasan kenaikan dari 10 ke 15 persen, Sabani tak tahu persis.“Saya lupa pertimbanganya apa, coba tanya ke Bapenda (Badan Pendapatan Daerah),” katanya saat ditemui Disway Kaltim di kantor Gubernur Kaltim, akhir pekan lalu. Dari informasi yang dihimpun media ini, adanya kendaraan mewah yang berplat non KT karena keberadaan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) di Jakarta. Apalagi kendaraan-kendaraan impor. Sebab importir kendaraan di Jakarta, termasuk ATPM-nya dapat langsung mengimpor dan stok tersedia. Selisih harga jual dan stok barang yang selalu tersedia itulah yang membuat konsumen lebih memilih membeli kendaraan di Jakarta. Sedangkan soal pajak BBN-KB Kaltim yang lebih tinggi, karena realisasi PKB tahunan banyak tertunggak atau piutang. Data tunggakan atau piutang PKB dari 2009 hingga 2017, disebut mencapai Rp 306,36 miliar. Alhasil, Kaltim memilih membesarkan biaya di depan yang sekali bayar, melalui BBN-KB. Namun mengecilkan besaran PKB yang dibayar tiap tahunnya. BBN-KB Kaltim 15 persen dan PKB 1,75 persen. Berbeda dengan di Jakarta, BBN-KB lebih kecil dan PKB yang dibayar tiap tahunnya lebih besar dari Kaltim. Dengan skema ini terlihat, meringankan masyarakat dari pajak rutinnya, namun tetap memaksimalkan potensi pendapatan daerah dari sektor pajak. Sayangnya, Kepala Bapenda Kaltim Ismiati belum dapat dikonfirmasi. Akhir pekan lalu, media ini mencoba ke kantornya di Jalan MT Haryono Samarinda, namun tak ada di tempat. Saat dihubungi untuk dimintai keterangannya soal ini, Ismiati belum siap. Ia mengaku sedang tidak enak badan. “Saya tidak sehat, tidak ke kantor hari ini mohon maaf. Bisa buka simpator web kami semua data ada IG bapenda,” katanya melalui pesan WhatsApp. (lim/dah) BERITA TERKAIT

  • Memburu Selisih Tarif 
  • Diler Minta Tinjau Ulang Tarif BBN-KB 
Tags :
Kategori :

Terkait