MEMBURU SELISIH TARIF

Rabu 12-02-2020,11:35 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Tarif pajak kendaraan di Kalimantan Timur dinilai terlampau tinggi. Diler banyak yang keberatan. Disinyalir menjadi penyebab banyak konsumen yang memilih membeli di Jawa. Selisih harga yang signifikan menjadi faktor penentu. MELINTASI jalanan di Kota Samarinda dan Balikpapan, dua kota besar di Kaltim, tak jarang menjumpai kendaraan bernomor polisi non-KT. Umumnya kendaraan berplat B. Atau kendaraan dari Jakarta. Seperti di Jalan M Yamin, Samarinda (6/2) lalu. Sebuah mobil Marcedes Benz SLK 200 AMG merah. Yang berhasil Disway Kaltim abadikan. Disway Kaltim juga menjumpai kendaraan jenis Sport Utility Vehicle (SUV) yang masih berplat putih dengan nomor polisi AD sekian-sekian di Balikpapan. Kendaraan baru yang dibeli di daerah Solo, Jawa Tengah. Kehadiran mobil plat non-KT ini menjadi salah satu gambaran, jika orang-orang di Kaltim suka membeli kendaraan dari luar daerah. Perbedaan harga yang terlampau jauh menjadi alasan. Susanto, pengusaha asal Kota Samarinda, mengaku suka membeli mobil di Jakarta. Sebagai konsumen, Susanto membandingkan harga unit yang dia cari. Pertama yang dia lihat soal harga kendaraan. Kedua, harga jual kembalinya lebih mudah. Menurut dia, pasar masih menilai jika mobil mewah menggunakan plat B, akan beda harganya dengan plat daerah. Karenanya ia memiliki beberapa mobil yang masih berplat Jakarta.“Sebenarnya hanya alasan gengsi saja. Untuk plat B juga dijual kembali lebih mudah,”katanya. Tak hanya mobil baru, orang Kaltim juga suka membeli mobil bekas di Jakarta. "Kami lebih suka jauh-jauh beli mobil ke Jakarta," ujar Yuli, sosialita Balikpapan ini. Mencari mobil di Jakarta atas referensi dari teman-temannya. Baik mobil bekas maupun baru. Selain karena harga yang lebih murah, pilihan merek mobil bekas di Jakarta pun lebih beragam. Mobil dikirim melalui pelabuhan di Jakarta via Surabaya baru masuk ke Kaltim lewat Balikpapan. "Ongkos kapal berkisar antara Rp 2 sampai 3 juta," ujarnya. Jadi secara kasar ada perbedaan Rp 18 juta di banding harus beli mobil di Kaltim. TERTINGGI SEJAK 2011 Harga jual kendaraan di Kaltim dengan di Jakarta memang berbeda jauh. Media ini ambil contoh dengan merujuk data harga kendaraan dari laman resmi Astra Group, Auto 2000. Sebagai market share tertinggi kendaraan di tanah air. Ambil contoh mobil merek New Fortuner seri 4X4 2.4 VRZ A/T DSL. Harga on the road (OTR) di Jakarta sebesar Rp 682 juta. Sedangkan jika harga OTR di Kaltim, dengan jenis mobil yang sama dibandrol dengan harga Rp 729 juta. Harga berbeda-beda antar wilayah. OTR sendiri dari harga jual mobil setelah ditambah dengan pajak kendaraan mulai dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), dan biaya admin serta surat BPKB dan STNK. Tarif BPKB dan STNK diatur oleh pemerintah pusat, Kementerian Keuangan dan Polri sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sedangkan pajak PKB dan BBN-KB menjadi pemasukan kas daerah tiap provinsi. Harga jual kendaraan tinggi di Kaltim dipengaruhi mencoloknya tarif BBN-KB. Penyerahan pertama sebesar 15 persen.Yang dibebankan saat pembelian kendaraan baru, baik mobil maupun sepada motor. Tiap provinsi memiliki kebijakan tarif BBN-KB yang berbeda-beda. Ada yang 9 persen hingga yang paling tinggi 15 persen. Dari data yang dihimpun, tarif BBN-KB penyerahan pertama di Kaltim termasuk kategori yang tertinggi. Bersama empat provinsi lainnya, Kalimantan Utara, NTB, NTT dan Bali. Sebesar 15 persen.  Besaran pajak kendaraan di Kaltim ditetapkan melalui Perda No 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Perda ini sudah diperbarui dua kali, melalui Perda 8/2014 dan Perda 1/2019. Dua kali berubah, sejak 2011 tarif BBN-KB penyerahan pertama untuk kendaraan pribadi tetap sebesar 15 persen. Sementara penyerahan kedua dan seterusnya hanya 1 persen. Aturan itu dibuat saat masa kepemimpinan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Sebelum itu, BBN-KB Kaltim masuk kategori kecil. Hanya 10 persen penyerahan pertama. Sedangkan 1 persen untuk penyerahan kedua dan seterusnya. Diatur dalam Perda No 22 Tahun 2008 tentang BBN-KB. Sedangkan komponen pajak kendaraan lainnya, yang memengaruhi harga kendaraan, yaitu PKB. Di Kaltim saat ini, dikenakan sebesar 1,75 persen untuk kepemilikan pertama. Untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dikenakan pajak progresif. Kepemilikan kedua 2,25 persen, hingga kelima dan seterusnya 3,75 persen. Naik 0,50 persen perkepemilikan dari 2 hingga 4. Untuk R4 dana R2 di atas 200 cc. Besaran PKB 1,75 persen tersebut baru naik sejak 2019 lalu. Sebelumnya pajak PKB kepemilikan pertama hanya sebesar 1,5 persen sejak 2008. Besaran tarif PKB ini, jika dibandingkan dengan di Jakarta, Kaltim memang lebih kecil. Di Ibu Kota, kepemilikan pertama kendaraan pribadi sebesar 2 persen. Kedua 2,5 persen. Ketiga, 3 persen dan seterusnya. Dengan kelipatan kenaikan 0,5 persen. Hingga kepemilikan ke 17, sebesar 10 persen. DI LUAR KALTIM LEBIH MURAH? Oke, sekarang mari kita coba simulasikan. Dengan mengacu pada besaran pajak dan tarif di atas tadi. Lebih banyak mana kantong terkuras jika beli kendaraan di Kaltim atau beli di Jakarta dan sekitarnya? Komponen pajak dan tarif pembelian kendaraan baru, yaitu pajak BBN-KB + PKB + Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ)+ biaya surat menyurat TNKB, BPKB dan STNK. Inilah cara menemukan harga OTR kendaraan. Biaya SWDKLLJ dan biaya TNKB, BPKB dan STNK, besarannya diatur berdasarkan PP No 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif PNBP Polri. Namun, karena jumlah besaranya sama tiap daerah, maka kita menghitungnya ambil dari BBN-KB dan PKB saja untuk melihat perbedaan beli kendaraan di Kaltim atau di Jakarta. Atau menghitung biaya off the road atau tanpa biaya surat menyurat kendaraan. Perhitungan dasar pajak PKB dan BBN-KB diatur sesuai dengan Permendagri No 14/2019. PKB dan BBN-KB dihitung berdasarkan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) yang ditetapkan dari Harga Pasaran Umum (HPU), atas kendaraan bermotor pada minggu pertama Desember tahun pajak sebelumnya. Untuk mengetahuinya, tinggal cek langsung di situs Badan Pendapatan Daerah provinsi masing-masing. Setiap jenis kendaraan R2 dan R4 tercantum NJKB-nya. Contoh jika ingin membeli kendaraan baru merek Toyota Fortuner 2.4 VRZ 4X4 A/T. Sebagai kendaraan mobil pertama. Merujuk NJKB, mobil merek Toyota Fortuner 2.4 VRZ 4X4 A/T kategori minibus, sebesar Rp 519 juta. Baru kemudian lakukan penghitungan dengan rumus besaran pajak di Kaltim sebagai berikut: besaran NJKB x BBN-KB (Rp 519.000.000 x 15 % = Rp 77,850,000). Artinya tarif BBN-KB sebesar Rp 77,85 juta. Sementara untuk besaran PKB, dengan rumus NJKB x bobot x PKB (Rp 519.000.000 x 1,050 (bobot minibus/jeep) x 1,75% = Rp 9,536,625). Artinya besaran PKB yang dikenakan sebesar Rp 9,53 juta. Jika ditotal, NJKB+BBN-KB+PKB (Rp 519.000.000 + Rp 77.850.000 + Rp 9.536.625= Rp 606.386.625). Maka harga off the road Toyota Fortuner 2.4 VRZ 4X4 A/T di Kaltim sebesar Rp 606,3 juta. Bagaimana jika beli di Jakarta? Dengan menghitung rumus yang sama, hanya pajak PKB dan BBN-KB diubah. Kita menghitung BBN-KB Jakarta dengan tarif sebelum Desember 2019, 10 persen dan PKB 2 persen. Maka, tarif BBN-KB sebesar Rp 51.900.000. Sedangkan PKB sebesar Rp 10.899.000. Jadi, jika ditotal dan ditambah dengan NJKB Toyota Fortuner 2.4 VRZ 4X4 A/T sebesar Rp 519 juta, maka harga off the road di Jakarta sebesar Rp 581,799,000. Artinya, ada selisihnya sekitar Rp 24,5 jutaan. Namun harga ini hanya asumsi. Akan berbeda harga off the road dengan di diler. Belum juga dihitung biaya legalitas surat menyurat kendaraan. Termasuk PPnBM jika kendaraan itu impor. Jika pembaca, memutuskan untuk membeli di Jakarta misalnya, maka ada ongkos kirim yang harus keluar. Dari informasi yang media ini dapat dari salah satu perusahaan ekspedisi di Balikpapan, ongkos kirim mobil pribadi minibus, Jakarta ke Balikpapan sebesar Rp 7,8 juta. “Kalau mau murah biasanya konsumen main di pelayaran langsung. Kunci titip di AKB, itu cuma Rp 2 - Rp 3 juta,”ucap petugas ekpedisi ini. Artinya, selisih dari Rp 24,5 juta dikurang jasa pelayaran Rp 7,8 juta. Masih ada selisih Rp 16,7 jutaan. Tapi kalau paket pengiriman hemat pelayaran Rp 3 juta, selisihnya masih ada Rp 21,5 jutaan. Kendaraan Fortuner Anda, bisa melenggang bebas di jalanan Kaltim dengan plat B, Jakarta. Bagaimana jika ingin mutasi kendaraannya dari B ke KT? Dihitung dari NJKBnya x BBN-KB penyerahan kedua di Kaltim sebesar 1 persen. Jadi Rp 519 juta x 1%= Rp 5,19 juta ditambah dengan biaya SWDKLLJ (Rp 143 ribu), dan surat menyurat STNK dan admin (Rp 250 ribu),TNKB (Rp 100 ribu), BPKB (Rp 375 ribu), biaya mutasi (Rp 250 ribu) dan biaya pendaftaran (Rp 100 ribu) totalnya Rp 1,218 juta. Jadi ganti plat B ke KT hanya Rp 6,4 jutaan. Karena hitungan harga beli kendaraan off the road, tanpa biaya surat menyurat, maka mencari selisihnya setelah dimutasi kendaraan diambil hanya BBN-KB penyerahan kedua saja. Jadi Rp 21,5 juta dikurangi Rp 5,19 juta, masih ada selisih Rp 16,3 jutaan. Atau seharga satu unit sepeda motor. Dengan sama-sama menjadikan plat KT, masih ada selisih lebih murah jika beli di Jakarta daripada di Kaltim. Namun, DKI Jakarta saat ini telah menaikkan tarif BBN-KB kepemilikan pertama. Menjadi 12,5 persen. Berlaku sejak 11 Desember 2019 lalu. Untuk menekan jumlah kendaraan. Tentunya, kebijakan ini akan berdampak naiknya harga kendaraan di Jakarta. Dan jadi pertimbangan, masyarakat Kaltim membeli di sana, karena selisih harganya akan semakin tipis. KONTRIBUSI PAD SIGNIFIKAN Kebijakan pajak BBN-KB yang tinggi ini, telah membuat kontribusi ke pendapatan asli daerah (PAD) signifikan. Merujuk data realisasi pajak dari laman resmi Bapenda Kaltim, kenaikan pesat terlihat sejak diberlakukan BBN-KB 15 persen pada 2011. Langsung naik dua kali lipat. Dari capaian realisasi penerimaan BBN-KB di 2010 hanya Rp 479,5 M, naik menjadi Rp 1,02 triliun di 2011. Padahal, tahun-tahun sebelumnya pajak dari BBN-KB Kaltim selalu di bawah Rp 500 miliar. Sedangkan untuk realisasi PKB relatif kenaikannya stabil. Dari Rp 403,4 miliar di 2010 menjadi Rp 550,9 miliar di 2011. Tahun itu, membuat realisasi PAD di sektor pajak naik signifikan, dari Rp 1,6 triliun di 2010 menjadi Rp 3,6 triliun di 2011. Penerimaan pajak kendaraan terus tumbuh tiap tahunnya hingga 2014. BBN-KB relatif stabil diangka Rp 1 triliunan. Sedangkan PKB realisasinya di angka Rp 787 miliar di tahun 2014. Berkontribusi terhadap capaian total PAD tahun itu mencapai Rp 5,4 triliun. Pada 2015, penerimaan pajak kendaraan turun drastis. Khususnya dari BBN-KB. Realisasinya hanya Rp 736 miliar. Turun sekitar Rp 380 miliar. Yang berdampak pada realisasi PAD hanya Rp 3,7 triliun. Sedangkan penerimaan dari PKB masih sama seperti tahun sebelumnya, tetap diangka Rp 700-an miliar. Ini artinya, penjualan mobil baru turun tajam. Karena BBN-KB, mayoritas bersumber dari 15 persen saat pembelian kendaraan baru. Sedangkan PKB lebih kepada kepemilikan kendaraan, dari objek pajaknya untuk semua kendaraan di Kaltim. Pada masa itu, memang ekonomi Kaltim tengah merosot tajam. Dikarenakan faktor jatuhnya harga batu bara. Bahkan di tahun berikutnya 2016, penerimaan dari BBN-KB turun lagi menjadi Rp 580 miliar. Mencapai angka terendah sejak diberlakukan tarif pajak 15 persen. Sedangkan penerimaan dari PKB, tetap stabil dengan Rp 767, 9 miliar. Sejak saat itu, hingga 2019 lalu, realisasi penerimaan BBN-KB selalu di bawah Rp 1 triliun. Pada tahun lalu, realisasi BBNKB sebesar Rp 993,5 miliar, dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1 triliun. Naik dari realisasi tahun sebelumnya yang hanya Rp 875,2 miliar. Sedangkan untuk PKB, tahun lalu tembus Rp 1,006 triliun. Pada 2020 ini, Bapenda menargetkan untuk pajak kendaraan baik PKB dan BBN-KB sebesar Rp 1 triliun. “Apa yang kita targetkan sesuai realisasi penerimaan PKB tahun 2019 yang surplus,”kata Kepala Bapenda Kaltim Ismiati, beberapa waktu lalu. Ia optimistis dapat tercapai. Sebab akses masyarakat sangat dipermudah dengan pelayanan Sistem Informasi Monitoring Pajak Kendaraan Bermotor (Simpator) yang sudah mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari pemerintah pusat. (*) BERITA LANJUTAN:

  • Diler Minta Tinjau Ulang Tarif BBN-KB
  • Tarif Kendaraan Sudah Dikaji, Sabani: Disesuaikan dengan Daya Beli
  Pewarta : Muslim Hidayat, Khajjar Rohmah Editor  : Devi Alamsyah   //////////////// Data Grafis ///////// Perbandingan Tarif BBN-KB (Penyerahan Pertama) di Beberapa Daerah: Provinsi                                                               Tarif Pajak BBN-KB
  • Kalimantan Timur                                           15 %
  • Kalimantan Utara                                            15 %
  • NTB                                                                    15 %
  • NTT                                                                    15 %
  • Bali                                                                     15 %
  • Jawa Barat                                                        12,5 %
  • Jawa Tengah                                                    12,5 %
  • Jawa Timur                                                      12,5 %
  • Sumatera Selatan                                            12,5 %
  • Bangka Belitung                                              12,5 %
  • Kalimantan Barat                                            12,5 %
  • Banten                                                                12,5 %
  • Lampung                                                           12,5 %
  • Kalimantan Tengah                                         12,5 %
  • Sulawesi Tengah                                              12,5 %
  • Sulawesi Tenggara                                           12,5 %
  • Gorontalo                                                           12,5 %
  • Maluku Utara                                                    12,5 %
  • DKI Jakarta                                                       12,5 %   (Baru Desember 2019- Sebelumnya 10 persen)
  • Maluku                                                               12 %
  • Sulawesi Utara                                                  10 %
  • Papua                                                                  10 %
  • Papua Barat                                                       10 %
  • Riau                                                                     10 %
  • Riau                                                                     10 %
  • Jambi                                                                  10 %
  • Bengkulu                                                            10 %
  • Sumatera Utara                                                10 %
  • Kalimantan Selatan                                         10 %
  • Sumatera Barat                                                10 %
  • Jogjakarta                                                         10 %
  • Sulawesi Selatan                                              10 %
  • Sulawesi Barat                                                 10 %
  • Provinsi Aceh                                                     9 %
   
Tags :
Kategori :

Terkait