Sinergi Tangani Banjir Samarinda

Senin 27-01-2020,01:44 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Penanganan banjir di Kota Samarinda sudah seharusnya menjadi pekerjaan rumah bersama. Tak perlu harus menunjukkan telunjuk dan mencari kambing hitam. Duduk bersama dan urai apa saja yang akan dilakukan secara bersama-sama untuk meminimalisasi genangan lama.   SUNGAI Karang Mumus (SKM) yang menjadi sandaran sebagian warga Samarinda, disinyalir menjadi penyebab utama banjir dan genangan di berbagai wilayah di Kota Tepian. Dari 10 daerah aliran sungai (DAS), hanya SKM yang kondisinya paling parah. Sungai tersebut merupakan DAS terpanjang di Samarinda. Namun, pada perkembangannya banyak terjadi penyempitan badan sungai. Dari awalnya lebar sungai mencapai 40 meter, kini tidak lebih dari 20 meter saja. Alhasil, drainase yang berujung ke sungai tersebut memiliki potensi banjir. Kabid Pelaksanaan Jaringan Sumber Air PUPR Samarinda, Desy Damayanti, ketika ditemui di kantornya Jalan DI Panjaitan, Jumat (17/1/2020) mengatakan, jika hulu SKM berada di Sungai Siring. Menurutnya, bukan hanya hilir yang memiliki masalah, tapi juga terjadi di hulu sungai. Yang dimaksud bermasalah itu, kata Desy, lantaran di sepanjang sungai tersebut terjadi perubahan tata guna lahan. Dari mulanya daerah penampung air, kini sebagian sudah berubah menjadi perumahan atau pertambangan batu bara. "Pembukaan lahan itu juga berpengaruh terhadap tingginya sedimentasi yang turun ke SKM. Itulah yang membuat pendangkalan," bebernya. Dari semuanya itu, faktor terparah yang membuat SKM bebannya semakin berat ialah penduduk yang tinggal di bantaran sungai. Hal itu yang menyebabkan terjadi pengendapan material yang terbawa air, sehingga seiring berjalannya waktu terjadi penumpukan sedimentasi. Dan akhirnya berpengaruh terhadap penyempitan tubuh sungai. "Dulu besar sungai bisa mencapai 40 hingga 60 meter. Sekarang enggak sampai 20 meter. Kalau kita lempar barang antar dapur ke dapur, pasti bakal sampai. Kan sudah kecil banget itu. Jadi, beban SKM semakin berat. Alhasil, sungai tidak lagi sanggup menampung air yang begitu banyak," lanjutnya. Permasalahan sosial yang nantinya akan muncul menjadi problema utama dalam penyelesaian masalah banjir ini. "Permasalahan sosial seperti mau pindah rumah atau tidak. Mau menyumbangkan luasan tanahnya sedikit atau tidak," jelasnya. Ia pun membeberkan beberapa daerah yang telah dipetakan menjadi jalur merah. Atau daerah jalur DAS SKM yang sering terjadi banjir parah. Sebut saja Simpang Sempaja, Simpang Vorvo, kemudian Jalan DI Panjaitan, dan Jalan Pasundan. Tapia da juga di luar DAS SKM yang masuk dalam kategori merah, ada beberapa titik di Samarinda Seberang. Dijelaskannya, ke depan zona merah ini akan menjadi fokus utama PUPR Samarinda. Pada 2020 ini, ada dua daerah yang menjadi targetan terbesar. Yaitu penanganan di Simpang Sempaja dan Loa Janan Ilir. "Target terdekat di tahun ini di dua daerah dulu. Sambil berjalan, juga ada perbaikan drainase di Jalan DI Panjaitan yang sekarang sedang berjalan. Masalah itu yang harus kita bicarakan kepada semua pihak," ungkapnya. Untuk penanganan banjir, memang bukan perkara uang kecil. Keterbatasan anggaran menjadi penghambat. Itu sebabnya, penanganan banjir ini diselesaikan perlahan setiap tahunnya. HARUS ADA GRAND DESAIN   Penangan banjir di Samarinda tak bisa diatasi dengan asal-asalan atau parsial. Karena sudah saban tahun terjadi. "Sudah seharusnya kita membuat kajian khusus. Kenapa banjir Samarinda terus-menerus. Saya kira banjir ini harus ditangani dengan baiklah. Kita juga jangan sekadar asal-asalan," kata Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK. Asal-asalan yang dimaksud, kata Makmur, solusi yang dihadirkan pemerintah harus menggunakan kajian khusus dari para ahli guna membedah persoalan dan menemukan solusi yang ditawarkan. Dengan demikian, akan terukur apa yang harus dilakukan. Kebijakan apa yang harus dikeluarkan. Termasuk program infrastruktur apa yang harus dianggarkan. Ia mengusulkan, Pemprov Kaltim dan Pemkot Samarinda harus segera duduk bersama. Karena persoalan banjir Samarinda ini merupakan masalah yang tak kunjung mampu diselesaikan. "Kita tidak perlu saling menyalahkan lah. Saya juga ingin, bagaimana pemerintah provinsi dengan kota itu saling bersinergi," imbuhnya. Selain soal infrastruktur, Makmur juga menyoroti persoalan lingkungan yang juga menjadi hal penting dan harus diperhatikan. Baik dari pemerintah daerah, maupun masyarakat secara umum. Ia menganggap, banjir tak hanya karena cuaca yang ekstrem. Namun juga diperparah dengan perencanaan pembangunan yang ada di Kota Tepian. Kurang memperhatikan aspek ruang terbuka hijau (RTH). “Resapan air juga tidak maksimal. Ke depan kita harus bangun bersama dengan memperhatikan hal itu,” ungkap Makmur. Makmur menginginkan nantinya akan ada sebuah grand design solusi mengatasi banjir di Samarinda. DIa siap memperjuangkan politik anggaran untuk itu. Baik di provinsi Kaltim maupun di pusat. PERENCANAAN KURANG MATANG Sama halnya dengan yang disampaikan Makmur. Sekira pertengahan tahun 2019, Pemkot Samarinda memasang keramik di median jalan DI Pandjaitan. Belum lama selesai program tersebut, disusul lagi dengan proyek peninggian badan jalan. Median jalan yang sebelumnya dikeramik tersebut, malah tenggelam. Peninggian badan jalan tersebut merupakan upaya Pemkot Samarinda untuk mempermudah akses ke Bandara APT Pranoto yang sudah beroperasi. Kawasan DI Pandjaitan memang sudah lama dikenal sebagai daerah banjir. Dengan meninggikan badan jalan, diharapkan banjir tidak lagi menggenangi jalan sehingga tidak mengganggu akses utama menuju Bandara APT Pranoto. Belum lagi proyek peninggian jalan itu selesai, hujan deras selama 5 jam yang mengguyur Samarinda pada 11 Januari 2020 membuat ruas jalan tersebut tetap digenangi banjir setinggi sampai 60 sentimeter. Tatap saja membuat akses ke bandara nyaris lumpuh. Pengamat lingkungan, Yustinus Sapto Hardjanto menilai bahwa peninggian badan jalan DI Pandjaitan merupakan proyek panik dalam upaya Pemkot Samarinda membranding Bandara APT Pranoto. "Bisa dibilang itu proyek panik. Kalau memang alasannya untuk investasi, mengingat Bandara APT Pranoto menghasilkan PAD yang besar, ya jangan tanggung-tanggung. Sekalian dibuatkan flyover," kata Yustinus kepada Disway Kaltim, Sabtu (18-1-2020). Peninggian jalan juga memiliki dampak turunan. Permukiman warga di kawasan itu yang rawan tergenang. Sehingga warga sekitarlah yang dirugikan. "Nantinya akan jadi ‘balapan liar’. Jalan ditinggikan, air ke pemukiman, lalu warga meninggikan rumahnya masing-masing, dan air akan kembali mencari daerah yang lebih rendah. Akan terus seperti itu. Tidak bisa selesai urusannya kalau jalan yang ditinggikan," lanjutnya. Dengan membuat flyover dari kawasan Simpang Alaya hingga Terminal Lempake, kata Yustinus, area di bawahnya bisa digunakan untuk memperluas area aliran air. "Kalau tidak mau membuat flyover, ya harus dibuatkan area untuk menampung air. Karena saat hujan deras, air dari Gunung Lingai akan mencari daerah paling rendah," sambungnya. Area penampungan air dimaksud adalah berupa polder yang terkoneksi dengan sistem drainase ataupun daerah aliran sungai dengan menggunakan sistem buka tutup air. Pembangunan seperti itu, dirasa Yustinus lebih realistis ketimbang hanya meninggikan badan jalan yang justru akan memperparah keadaan. Karena diketahui banjir yang terjadi di daerah tersebut bukan murni karena luapan sungai, melainkan karena tersendatnya aliran air. Dampak pembangunan infrastruktur dan hunian warga yang tidak memikirkan sifat air. Koneksifitas gagasan dan tindakan dari Pemkot Samarinda dan warga sekitar harus terjadi dan dipahami bersama. Kemudian dijalankan bersama-sama. Kalau tidak, bukan tidak mungkin di kemudian hari, kondisinya akan semakin parah. Menyusul ekspansi pembangunan yang kini sangat terlihat ke arah Bandara APT Pranoto. Berita Terkait: Genangan Lama di Samarinda, Satu di Antara Banjir Terparah   PENURAPAN SKM MASIH TERHAMBAT Langkah meminimalisasi banjir juga akan dilakukan Badan Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III Samarinda, Kementerian PUPR. Tahun ini, mereka bakal melakukan penurapan Sungai Karang Mumus (SKM). Proyek tersebut masuk dalam program penanganan banjir di ibu kota provinsi ini. Dengan anggaran sebesar Rp 16 miliar dari APBN. Kepala BWS Kalimantan III, Anang Muchlis mengatakan, penurapan tersebut bertujuan meningkatkan penanggulangan banjir yang kerap melanda Samarinda. Untuk segmen yang dikerjakan, rencananya di belakang Pasar Segiri. Hanya saja, kata dia, pemerintah daerah belum menyelesaikan proses pembebasan lahan dan relokasi warga di kawasan itu. "Kami masih tidak bisa berbuat banyak kalau rumah-rumah di pinggir sungai masih ada," kata Anang, Kamis (16/1). Oleh karena itu, ia berharap Pemkot Samarinda dapat segera melakukan relokasi. Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jaringan Sumber Air (PJSA) Dinas PUPR Kaltim, Zulfi Fakhroni menyebutkan, saat ini proyek tesebut tengah masuk tahap lelang. "Sambil kami menunggu sampai rumah-rumah di sana bersih (telah direlokasi)," katanya, saat ditemui di Kantor BWS III PUPR di Samarinda. Apabila Pemkot Samarinda belum mampu merelokasi warga yang bermukim di sana, kata dia, otomatis akan memgganggu pengerjaan. Opsi terburuknya, pengerjaan turap akan dilaksanakan di sisi lain SKM yang telah selesai. Ia menyatakan, berdasarkan inventarisasi lahan yang telah dilakukan, lokasi alternatif di antaranya di Perumahan Griya Mukti, Kecamatan Sungai Pinang. Di kawasan tersebut, kata dia, terdapat 250 meter sisi sungai yang sudah bersih dari pemukiman masyarakat. "Karena di lokasi perumahan Griya Mukti itu juga kondisi sering terjadi banjir," jelasnya. Ia mengatakan, proyek normalisasi SKM akan terus dikerjakan secara bertahap tiap tahunnya. Sebab, proyek ini sudah masuk dalam program proyek strategis nasional (PSN). Artinya, alokasi anggaran bakal menjadi prioritas pemerintah pusat. Tinggal bagaimana pemda dapat menormalisasikan pemukiman di sekitar SKM tersebut. ANGGARAN SUDAH OKE Terkait penanggulangan banjir, Sekertaris Komisi III Moh. Novan Syahroni mengakui jika Pemerintah Kota Samarinda sudah lebih giat dalam penyelesaian masalah menahun itu.  "Sejauh ini Pemerintah kota sudah sedikit lebih baik dalam kinerjanya, itu bisa kita lihat dengan keterlibatan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang turun membantu masyarakat bencana banjir," Sebut Novan, Minggu (19/01/2020). Anggota DPR dari Fraksi Golkar itu juga memberikan saran agar kinerjanya lebih rapi lagi. Terutama pada kesiapan Pemkot Samarinda secara teknis memberikan bantuan kepada warga, maupun perbaikan-perbaikan saluran air. "Jangan hanya masif pada proses penganggaran doang, saya pikir anggaran yang disepakati juga didukung penuh kok sama DPR. Berapapun itu, karena kita sangat mendukung terkait penanganan," tambahnya. Novan sempat menyinggung jumlah anggaran banjir yang cukup besar. Alokasi dana di APBD Pemkot Samarinda sebesar Rp 46 miliar. Sedangakan anggaran lain diperoleh dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan APBN sebesar Rp 400 miliar. Angka tersebut disepakati sesuai pandangan umum fraksi yang disampaikan ke pemkot Samarinda pada pembahasan RAPBB sebelumnya. (*) Pewarta: Muslim Hidayat, Michael F Yacob, Ahmad Agus Arifin, Arman Phami. Editor : Devi Alamsyah  

Tags :
Kategori :

Terkait