MAKASSAR, NOMORSATUKALTIM – Terungkapnya kasus pemalsuan uang di Tanah Air, kali ini cukup mengguncang publik. Sebab, produksi uang palsu berlangsung di dalam kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan.
Yang paling mengejutkan, UIN Makassar bisa memproduksi uang palsu (upal) berkualitas tinggi atau KW Super, karena sangat identik dengan yang asli.
Sindikat ini disebut-sebut menggunakan peralatan canggih untuk memproduksi uang palsu pecahan Rp100 ribu yang sulit terdeteksi, bahkan oleh alat X-Ray.
BACA JUGA: Erick Thohir Gulirkan Rencana Evaluasi usai Timnas Indonesia Gagal Lolos ke Semifinal Piala AFF 2024
BACA JUGA: Bitcoin: Dulu Diejek dan Diremehkan, Sekarang Dicari-cari Pemerintah dan Perbankan
Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, menjelaskan bahwa mesin cetak yang digunakan pelaku memiliki teknologi canggih.
“Pengembangan ini kami harus melibatkan beberapa bank karena uang palsu yang dicetak terbilang canggih,” ujarnya.
Awal Terungkapnya Sindikat Uang Palsu
Kasus ini bermula dari laporan aktivitas mencurigakan di kampus UIN Alauddin Makassar, yang mengarah pada dugaan pencetakan uang palsu di dalam area perpustakaan kampus.
Setelah dilakukan penyelidikan, pihak kepolisian berhasil menangkap 17 tersangka di berbagai lokasi, seperti Gowa, Makassar, Wajo, dan Mamuju, Sulawesi Barat.
BACA JUGA: Tinjau Bendungan Babulu di PPU, Akmal Bilang Jadi Sumber Alternatif Air Bersih Masyarakat Sekitar
BACA JUGA: Waspada 8 Dampak Buruk Kesehatan jika Konsumsi Durian Secara Berlebihan
Tak hanya mencetak uang rupiah, sindikat ini juga memproduksi mata uang asing seperti Won Korea Selatan, serta Surat Berharga Negara (SBN) palsu.
Kapolda Sulsel, Irjen Yudhiawan Wibisono, menyatakan bahwa barang bukti yang disita dari operasi ini mencapai nilai fantastis.
“Ada mata uang rupiah, mata uang Korea, dan bahkan satu lembar surat berharga senilai Rp700 triliun. Cukup menarik barang buktinya nilainya ini triliunan,” ujar Yudhiawan.
Selain uang palsu, polisi juga menyita mesin cetak seharga Rp600 juta yang diduga dibeli dari Surabaya, serta menemukan modus pemasaran uang palsu melalui media sosial seperti Instagram dan Facebook.