KEMAJUAN pembangunan di segala bidang selalu memberikan dampak bagi masyarakat di suatu negara. Begitu juga yang terjadi di Indonesia. Salah satu permasalahan yang marak terjadi di Indonesia yaitu aborsi.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, aborsi berarti pengguguran kandungan. Aborsi terbagi menjadi dua, yang pertama secara tidak disengaja atau disebut dengan abortus spontan, misalnya pada kasus keguguran dan yang kedua Aborsi secara disengaja dikarenakan pertimbangan medis atau melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus Aborsi di Indonesia baru baru ini sangat memprihatinkan, seperti yang terjadi di Jakarta Utara pada bulan April 2024, seorang pria yang memaksa kekasihnya untuk melakukan aborsi hingga pendarahan yang berujung kematian. Kasus serupa juga terjadi di daerah Jakarta timur yang mana seorang ibu yang memaksa anaknya untuk melakukan aborsi akibat kehamilan diluar nikah.
Keberhasilan tindakan aborsi tidak terlepas dari peran orang-orang yang membantu tindakan tersebut, seperti tenaga medis, tenaga kesehatan, penjual obat aborsi ilegal dan lain sebagainya. Seperti yang baru saja terjadi di Bali pada bulan Maret lalu, ditemukan adanya seorang dokter gigi yang membuka praktik aborsi ilegal sejak tahun 2020. Dokter tersebut menggunakan modus operandi yaitu melakukan praktik kedokteran tanpa izin. Dari kasus-kasus tersebut masih banyak kasus aborsi yang terjadi di Indonesia yang menyebabkan tingginya angka aborsi di Indonesia.
BACA JUGA:Harumkan Kaltim, Menuju Indonesia Emas 2045
Berdasarkan riset yang didapatkan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) menyebutkan angka aborsi di Indonesia mencapai 2,3 juta pertahunnya. Kondisi seperti ini perlu mendapat perhatian khusus oleh pemerintah karena hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan pembentukan jiwa dan kepribadian dimasyarakat.
Tindakan Aborsi tidak hanya disebabkan oleh pergaulan bebas, tetapi bisa juga dikarenakan korban pemerkosaan dan pasangan suami istri yang tidak menginginkan kehamilan karena masalah ekonomi, sosial dan lain sebagainya.
Tindakan aborsi tidak semuanya merupakan tindakan yang ilegal namun aborsi juga bisa menjadi tindakan yang dilegalkan. Aborsi bisa dianggap menjadi tindakan yang legal jika sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Dalam hukum Indonesia, ketentuan tindakan aborsi yang diperbolehkan dijelaskan pada UU Kesehatan pasal 75, pasal 76, pasal 77, yaitu:
Indikasi kedaruratan medis kehamilan akibat perkosaan telah melakukan konsultasi pra tindankan oleh konselor yang memiliki wewenang dan berkompetensi kehamilan berusia kurang dari 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir aborsi dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri di bidang kesehatan aborsi sudah disetujui oleh ibu hamil yang bersangkutan aborsi sudah disetujui oleh suami, terkecuali bagi korban pemerkosaan.
Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2005 mengeluarkan fatwa No. 4/2005 atas pertimbangan bahwa pada saat ini semakin banyak terjadi tindakan aborsi yang dilakukan oleh masyarakat tanpa memperhatikan tuntunan agama. Dalam fatwa MUI No. 4 tahun 2005 menjelaskan :
Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Aborsi dibolehkan jika perempuan hamil menderita sakit fisik berat dan kehamilan mengancam nyawa si ibu.
BACA JUGA:Wel Towel
Aborsi dibolehkan jika janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan. Aborsi diperbolehkan jika kehamilan akibat pemerkosaan.
Dalam perspektif kantiandeontologi, aborsi adalah tindakan yang salah karena dipandang sebagai tindakan yang tidak baik, yang tidak memiliki konsekuensi positif. Aturan deontologi menyatakan bahwa membunuh orang yang tidak bersalah merupakan suatu tindakan yang salah. Kehidupan manusia dimulai ketika sperma membuahi sel telur dan janin mulai tumbuh.
Janin bergantung pada ibunya untuk bertahan hidup dan tidak dapat melakukan apapun untuk dirinya sendiri, sehingga dianggap tidak bersalah. Walau janin berusia kurang dari 18 minggu dan belum berkembang sempurna, namun ahli deontologi tetap beranggapkan bahwa ini hal yang salah karena telah menghentikan janin untuk menjalani kehidupan seperti kita.