BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa tidak ada keharusan bahwa kepala negara harus netral dalam Pemilu 2024.
Pernyataan ini disampaikan Jokowi usai menanggapi pertanyaan wartawan terkait desakan agar para menteri di Kabinet Indonesia Maju mundur jika ikut dalam kontestasi Pemilu 2024.
Menurut Jokowi, yang paling utama adalah taat terhadap aturan berlaku.
"Semua itu pegangannya aturan, kalau aturannya boleh ya silakan. Kalau aturannya gak boleh, tidak. Jelas itu," kata Jokowi usai acara Penyerahan Pesawat A-1344, Helikopter Fennec, dan Helikopter Panther Tahun 2024 di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Rabu (24/1/2024).
BACA JUGA: Korban di Bawah Umur Alami Pencabulan Setelah Diming-imingi Uang Rp 35 Ribu
Termasuk soal netralitas Presiden, tidak ada aturan yang mewajibkan seorang kepala negara harus netral dalam suksesi kepemimpinan nasional.
"Jangan di ini loh, apa, Presiden tidak boleh ini. Boleh berkampanye itu boleh. Memihak juga boleh. Tapi kan dilakukan atau tidak dilakukan itu terserah individu masing-masing," lanjut Jokowi.
Bahkan, kata Jokowi, Presiden boleh ikut dalam kampanye politik. Yang dilarang dalam regulasi adalah penggunaan fasilitas negara untuk kampanye politik. Selain itu, seorang pejabat negara harus cuti saat melakukan kampanye.
"Ya boleh saja saya berkampanye. Tapi harus, cuti, tidak memakai fasilitas negara," tandas Presiden.
Sebelumnya, Presiden Jokowi merespon rencana Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD mundur dari Kabinet Indonesia Maju.
“Ya itu hak dan saya sangat menghargai,” kata Jokowi kepada wartawan, di Pangkalan TNI AU, Halim Perdanakusuma.
BACA JUGA: Jelang Laga Lawan Jepang, Shin Tae-yong: Saya Ingin Tunjukkan Indonesia Telah Berkembang
Rencana Mahfud mundur dari kabinet Jokowi diungkapkan dalam diskusi Tabrak Prof di Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (23/1) malam.
"Saya merencanakan mengundurkan diri sebenarnya sudah lama ketika akan mulai debat pertama," kata Mahfud.
Dengan mundur dari jabatan menteri, Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 3 tersebut merasa bisa lebih leluasa untuk membuka dan mengungkapkan data ke publik.