Batu Bara Tumbuh Positif, Perusahaan Kayu Terpukul

Sabtu 23-11-2019,12:01 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Ervina Fitriyani. (Istimewa) Samarinda, DiswayKaltim.com – Pertumbuhan ekonomi Kaltim sebesar 6,89 persen pada triwulan III 2019 disambut positif pengusaha batu bara. Pertumbuhan tersebut dinilai mencerminkan kontribusi sektor batu bara terhadap perekonomian Bumi Etam. Sekretaris Umum CSR Forum Kaltim Ervina Fitriyani mengatakan, produksi emas hitam turun triwulan III 2019. Penyebabnya, kebijakan domestic market obligation (DMO). Namun harga batu bara di pasar global membuat kontribusi sektor ini dalam Produk Demestik Regional Bruto (PDRB) tetap tinggi. “Meski pun kuota produksi nasional kita dikurangi, tetapi ini apresiasi juga buat teman-teman di pertambangan. Kita tidak terpaku pada produksi nasional. Masih tetap jalan dan meningkat kontribusinya,” kata Vina kepada Disway Kaltim, Jumat (22/11/2019). Dia menilai, kontribusi sektor batu bara sebesar 46 persen pada PDRB Kaltim juga dipengaruhi kesuksesan program sustainable development. “Sejak 2016 sampai 2019, kita cukup getol membuat program. Bagaimana batu bara ini tetap sustainable untuk ekonomi kerakyatan dan kemandirian. Saya yakin itu salah satu sebabnya,” ungkap dia. Secara individual, khususnya di perusahaan batu bara yang dipimpin Vina, dalam kondisi terburuk pun, perusahaan yang dinakhodainya tak mendapat masalah. Tetap produksi dan tidak merumahkan karyawan. “Saya ingat banget 2016 itu minus pertumbuhan ekonominya. Waktu itu kita tetap produksi. Apalagi sekarang. Justru semakin membaik,” ungkapnya. Berbeda dengan sektor batu bara, produksi sektor perkayuan justru menurun. Tak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi Kaltim yang meningkat tajam pada triwulan III 2019. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Panel Kayu Indonesia (Apkindo) Kaltim Novel Chaniago menyebut, penurunan produksi kayu di Kaltim disebabkan perang dagang Amerika Serikat dan China yang tak kunjung berhenti. “Sehingga pasar ke China itu sempit sekali. Terus ke Amerika juga masih lesu. Ekspor yang ada itu di India. Cuma harganya turun. Karena dipengaruhi negara-negara lain,” beber Novel. Ia memperkirakan, penurunan produksi kayu di Kaltim pada 2019 mencapai 40 persen (year on year). Akibatnya, banyak pabrik kayu yang tergabung dalam Apkindo menghentikan produksinya. “Ada pabrik yang sudah empat bulan enggak jalan. Dampaknya besar. Meski pun belum ada PHK massal. Ada tanda-tanda ke arah itu,” sebutnya. (qn/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait