Dianggap Tak Jelas, DPRD PPU Minta Perumda Benuo Taka Diaudit

Kamis 27-01-2022,20:53 WIB
Reporter : diskal17
Editor : diskal17

PPU, nomorsatukaltim.com – Iklim komunikasi politik di Penajam Paser Utara kian menghangat, setelah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menjerat Bupati Abdul Gafur Mas’ud. Sebelumnya anggota Korpri ribut. Kini merembet ke Perumda Benuo Taka yang mulai digoyang.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar DPRD PPU, Kamis (27/1/2022) pengurus Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Benuo Taka dicecar berbagai pertanyaan. Ini merupakan tindak lanjut dari inspeksi mendadak (sidak) gabungan Komisi DPRD PPU, Senin (24/1/2022) lalu. Rapat ini dihadiri sekira 10 perwakilan rakyat. Semuanya antuasias mempertanyakan banyak hal tentang kerja-kerja Perumda Benuo Taka selama ini. Pertanyaan-pertanyaan itu dilontarkan kepada Dirut Perumda Benuo Taka, Heriyanto; Kepala Bagian Ekonomi, Durajat; Kepala Dinas Perhubungan (Dishub), Ahmad; Kepala Bapenda PPU, Tohar; dan beberapa jajaran lainnya. Anggota Komisi II DPRD PPU, Syarifuddin HR menyebutkan bahwa program kerja Perumda tidak jelas. Karena justru menghilangkan pendapatan asli daerah (PAD) yang selama ini sudah berjalan optimal di Pelabuhan Benuo Taka. "Perumda ini ngapain menjalankan bisnis yang sudah ada dan berjalan baik di Dinas Perhubungan. Kenapa tidak mencari bisnis lain yang belum digarap pemerintah," tegasnya. Ini berkaitan dengan hasil pendapatan salah satu kerja Perumda Benuo Taka di pelabuhan milik Pemkab PPU di Kelurahan Buluminung itu. Yang mulanya dikelola UPT Dishub PPU dan mendapatkan PAD jauh lebih tinggi. Sekira Rp 6,4 miliar. Namun setelah dikelola Perumda Benuo Taka, PAD yang masuk ke kas daerah dari sektor pelabuhan ini justru merosot drastis. Sekira Rp 2,1 miliar saja. "Itu hanya setoran dari sektor retribusi pelabuhan dari Januari-Mei. Itu juga saat masih dikelola UPT, terus hasil dari pengelolaan Perumda Benuo Taka ini ke mana? Kenapa belum disetorkan?," lanjut Politikus Partai Demokrat itu. Sementara Sudirman, dari Fraksi PDIP, mempertanyakan dasar hukum pengelolaan pelabuhan itu. Menurutnya, tidak ada dasar kuat yang dapat digunakan dalam aktivitas pemungutan retribusi di sana. "Tidak bisa kalau dasarnya hanya surat pernyataan dari bupati. Sementara aktivitas penarikan retribusi di sana itu ada perdanya, dan yang berhak melakukan itu adalah UPT Dishub. Lalu kenapa Perumda sudah melakukannya, dan Dishub PPU juga membiarkannya?," beber Anggota Komisi III DPRD PPU ini. Diketahui sebelumnya, surat pernyataan itu ditandatangani Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud (AGM) pada 4 Februari 2021. Menyatakan bahwa pengelolaan pelabuhan dipindahalihkan ke Perumda. Dengan dasar itu pulalah UPT Dishub PPU tidak lagi melakukan pekerjaan di sana. Dirut Perumda, Heriyanto, tidak dapat menjelaskan persoalan itu secara spesifik. Pun saat ditanyai usai rapat. Ia hanya menjelaskan semua itu masih dalam proses. "Itu masih dalam proses perhitungan. Makanya belum disetor ke kas daerah. Ada prosesnya itu," ucapnya. Kemudian soal legal standing pengelolaan pelabuhan, Heriyanto menyatakan bahwa itu tidak benar. "Karena pemerintah sudah mengurus itu, tidak ada masalah. Tapi tetap kita harus menghormati posisi DPRD PPU untuk pengawasan ini," imbuhnya. AUDIT KEUANGAN Ketua Komisi III DPRD PPU Rusbani, yang memimpin rapat dengar pendapat ini, menuturkan beberapa poin yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut. Di antaranya menunjuk inspektorat PPU untuk melakukan audit keuangan Perumda. Ada dua hal yang ingin diketahui dari upaya itu. Pertama soal penggunaan anggaran penyertaan modal sebesar Rp 12,5 miliar yang rencananya digunakan untuk pembangunan pabrik rice milling unit (RMU) di Kecamatan Babulu. Yang tidak berprogres semenjak dana itu dicairkan pada Oktober lalu, hingga saat ini. "Kita ingin tahu penggunaan dana mereka, karena itu uang negara yang harus dipertanggungjawabkan. Karena kami sama sekali tidak tahu uang itu digunakan untuk apa," ujarnya. Diketahui progres dari rencana itu telah masuk tahap lelang perencanaan. Tapi karena bakal ada proses audit, maka DPRD PPU meminta proses itu dihentikan sementara. Sampai hasil audit keluar. "Kalau nanti memang dipastikan dihentikan atau dibatalkan Plt Bupati, maka uang itu harus dikembalikan ke kas daerah," beber Rusbani. Sementara untuk pelabuhan, DPRD PPU sedari awal memang menilai ada beberapa hal yang salah. Pertama soal administrasi yang tidak baik, kemudian target capaian PAD yang tak sampai. "Ketiga, ternyata belum ada perjanjian kerja sama (PKS) antara dishub dan Perumda, tapi sudah melakukan pungutan. Itukan salah," sebutnya. Adapun soal pendapatan yang dihasilkan saat pengelolaan Perumda Benuo Taka, terungkap ada sekira Rp 3 miliar yang dihasilkan. Namun, Rusbani menilai angka itu belum konkret. Maka dari itu, audit keuangan nanti juga diharapkan dapat mengungkapkan masalah ini. "Kita juga belum tahu persis masalahnya kenapa belum disetorkan ke kas daerah. Kita juga ingin tahu lebih lanjut, makanya kita tunjuk inspektorat bisa membuka itu," jelasnya. Namun begitu, bola ini masih bisa terus bergulir. Rapat kali ini dipastikan hanya awal saja. Selain menunggu hasil audit, juga melihat dinamika yang terjadi di parlemen. Jika masih ada yang tidak puas, maka sangat mungkin jika DPRD PPU akan membentuk panitia pelaksana (pansus) untuk mengklirkannya. "Nanti akan dilaporkan ke pimpinan hasil dari RDP ini dan kelanjutannya. Biar pimpinan yang memutuskan selanjutnya, apa perlu dibuat pansus atau cukup," pungkasnya. (rsy/dah)
Tags :
Kategori :

Terkait