Urgensi Hutan Adat PPU Sebelum IKN Datang

Senin 15-11-2021,16:46 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Bertahun-tahun sudah perjuangan merealisasikan hutan adat di kawasan PPU dilakukan. Dan belum mendekati kenyataan. Seiring akan dibangunnya IKN baru di Sepaku dan sekitarnya, urgensi keberadaan hutan adat semakin menguat.

REPORTER: NUR ROBBI SYAI’AN

EDITOR: AHMAD A. ARIFIN

Sama seperti yang lainnya, hutan adat berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, modulator arus hidrologika, dan pelestari tanah serta merupakan satu di antara aspek biosfer bumi yang paling penting.

Keberadaan hutan adat mampu membawa dampak yang positif baik bagi manusia atau lingkungan dan makhluk hidup lainnya. Hutan dan manusia saling memengaruhi. Baik secara positif maupun negatif.

Hutan menyediakan jasa ekosistem bagi manusia dan berfungsi sebagai tempat wisata. Hutan juga dapat memengaruhi kesehatan masyarakat. Selain itu, masih banyak manfaat hutan bagi keberlangsung umat manusia.

Bedanya, keberadaan hutan adat di PPU akan banyak memberikan kontribusi positif tadi juga ke pusat Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Selebihnya, mampu untuk memberikan pengayoman pada masyarakat lokal yang ada di Benuo Taka. Soal identitas dan eksistensinya.

Penguatan keberadaan hutan adat itu telah diatur dalam UU  Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Dan telah resmi diperbaharui lewat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 35/PUU-X/2012 mengenai hutan adat.

Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) PPU, Helena Lin Legi sudah sejak lama mengusulkan legitimasi atas wilayah hutan adat di PPU. Namun, kesan yang diberikan pemerintah jauh dari yang diharapkan. Bukan hanya tak ada ketetapan soal hutan adat. Perda terkait pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat (MHA) juga belum ada. Dalam catatan, usulan terkait itu sudah bergulir sejak 2017 lalu.

"Kami sudah menuntut adanya hutan adat jauh sebelum IKN. Makanya kami minta disegerakan sebelum IKN datang," tegas dia.

Memang, rencana IKN ini semakin memperkuat urgensi penetapan hutan adat di PPU. Kebutuhannya, selain untuk melindungi masyarakat lokal dengan segala ragam kearifannya.

"Tidak ada cara lain untuk melindungi hutan di sini. Jalan terbaiknya ialah pemerintah memberikan pengakuan dan perlindungan secara hukum atas hak masyarakat adat," tegas dia.

Dengan demikian, pangan, air, iklim, ilmu pengetahuan, bahan obat-obatan, rasa damai-sejuk dan indah, itu semua adalah wujud nyata kontribusi masyarakat adat kepada bangsa Indonesia dan dunia.

Helena menjelaskan, bagi masyarakat adat, tanah dan hutan tidak hanya bernilai ekonomis semata. Melainkan juga bernilai spiritual/rohani, sosial, kesehatan, keindahan dan ilmu pengetahuan. Tanah dan hutan sebagai simbolisme yang mengikat kesatuan dan persatuan seluruh masyarakat adat.

Hutan adat menjadi tali pengikat persaudaraan antara keluarga yang satu dengan yang lainnya. Tanah adat sebagai aset kekayaan yang dapat dikelola dan dinikmati secara bersama-sama (komunal), tidak secara individual yang bersifat egoistik dan tamak.

Tags :
Kategori :

Terkait