Maju Mundur Ganti Ketua DPRD Kaltim

Rabu 10-11-2021,11:24 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Sampai hari terakhir batas waktu penyerahan Surat Keputusan Pergantian Ketua DPRD Kaltim, tak jua dikirim. DPRD dinilai gamang dengan keputusan yang sudah diambil. Rencana penggantian Makmur semakin kabur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, batas akhir penyerahan Surat Keputusan DPRD tentang Pemberhentian Pimpinan DPRD, Selasa, 9 November 2011. Hal ini jika merujuk keluarnya Surat Nomor 161/II.1-1320/SET-DPRD tentang Keputusan Pergantian Ketua DPRD Kaltim, pada 2 November 2021. Akan tetapi sampai kemarin, (9/11), Sekretariat DPRD Kaltim belum mengirim surat tersebut ke gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Hal ini terungkap dalam Rapat Paripurna ke – 28 yang membahas Penandatanganan Kesepakatan KUA – PPAS Tahun Anggaran 2022, di Gedung D, lantai 6 Kantor DPRD Kaltim. Wakil Ketua DPRD Kaltim, Muhammad Samsun mengakui pihaknya belum menyerahkan surat keputusan pengumuman PAW Makmur. “Kami masih konsultasikan dulu lah, harus berhati – hati juga. Tidak bisa kami gegabah, semua hal kami pertimbangkan dan ini bagian dari kesepakatan kemarin. Kami konsultasi ke Kemendagri, meminta pendapat Kemendagri, kami analisa bersama – sama supaya tidak salah mengambil keputusannya,” jelas Samsun. Politisi PDIP ini juga menyatakan, pihak DPRD Kaltim juga masih menunggu kekuatan hukum tetap atas pemberhentian Makmur dari posisi Ketua DPRD Kaltim. Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Nidya Listiyono menyebut akan melayangkan surat keputusan penggantian ketua DPRD Kaltim, pekan depan. “Kita ikuti saja sesuai PP 12/2018,” katanya usai mengikuti rapat paripurna. Fraksi Golkar akan menunggu jawaban Gubernur Kaltim Isran Noor atas surat keputusan itu dalam kurun waktu 7 hari sejak tanggal surat keputusan diterima. Apabila tidak mendapatkan jawaban, Golkar bakal bersurat langsung ke Kemendagri. “Maka kami bisa bersurat ke Kemendagri secara kelembagaan ya. Kan bisa bersurat. Memang bersurat siapa yang larang? Boleh saja.” “Pertanyaannya, Kemendagri mau menindaklanjuti atau tidak. Tentu itu kami tunggu dari Kemendagri,” kata Tiyo, sapaan akrabnya. Anggota Fraksi Partai Golkar, Muhammad Udin mempertanyakan keberadaan Makmur dalam rapat paripurna sehari sebelumnya. Pernyataan itu disampaikan Udin ketika menginterupsi pimpinan sidang dalam Rapat Paripurna Penandatanganan KUA-PPAS. “Pertama, soal pergantian Ketua DPRD Kaltim, Mengapa beliau (Makmur) masih memimpin rapat pada sidang kemarin? Bukankah pada rapat paripurna pekan lalu, seluruh anggota DPRD Kaltim telah menyepakati pengumuman PAW ? Dengan kesepakatan itu, seharusnya beliau tidak bisa memimpin rapat,” kata Udin dilansir Disway Kaltim. Ia khawatir kehadiran Makmur dalam rapat paripurna Senin (8/11) akan berdampak buruk. “Jangan sampai menghasilkan produk cacat hukum. Jangan semata – mata (kehadiran) ini dianggap tidak masalah. Kita perlu mengkaji ulang. Ada paparan hukum untuk pelaksanaan tersebut,” tegas Udin. Udin juga mengkritik Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2021 tentang bantuan keuangan. Golkar meminta pemerintah daerah menarik kembali aturan lelang minimal Rp 2,5 miliar. Hal itu, sebut Udin, bakal menyulitkan pemerintah kabupaten/ kota. Setelah aspirasinya disuarakan, Udin langsung meninggalkan ruang rapat. Terkait kehadiran Makmur dalam rapat paripurna, Anggota Fraksi Demokrat – Nasdem, Ismail menganggap, persoalan Makmur tidak perlu dikaji bersama pengamat hukum. “Yang memberikan SK adalah Mendagri. Jadi, posisi ini kita akui ia sebagai Ketua DPRD. Ikuti prosedur pergantian yang berlaku,” jawab Ismail.

DPRD RAGU-RAGU

Pengamat hukum Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah, menilai Surat Nomor 161/II.1-1320/SET-DPRD tentang Keputusan Pergantian Ketua DPRD Kaltim cacat hukum. Castro menyatakan proses pergantian Makmur ini menandakan kondisi Karang Paci lebih dominan politiknya dibanding dengan hukum. “Keputusan paripurna untuk melanjutkan proses pergantian ketua DPRD itu, pertanda politik lebih dominan dibanding hukum. Mereka itu kan disumpah untuk menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan. Lantas bagaimana mungkin mereka melepeh sumpah itu dengan mendahulukan nafsu politik dibanding aturan hukum?” “Ini jelas kemunduran cara berpikir anggota DPRD yang tidak layak ditonton publik. Logikanya begini, sifat putusan mahkamah partai itu kan tidak final dan mengikat, jadi tidak bisa diproses sebelum berkekuatan hukum tetap melalui putusan pengadilan.” “Satu-satunya putusan partai yang final dan mengikat adalah soal kepengurusan sebagaimana disebut di Pasal 32 ayat (5) UU 2/2011. Jadi selama masih ada upaya hukum yang dilalukan oleh pihak yang keberatan dengan putusan mahkamah partai, maka putusan itu belum bisa dieksekusi,” tegas Castro. Meski begitu, menurut Castro, keterlambatan penyerahan surat keputusan paripurna kepada Pemprov Kaltim berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, tetap sah. Castro menganggap kejadian ini menunjukkan DPRD Kaltim tidak yakin atas keputusan yang mereka buat soal pergantian ketua DPRD. Namun dari segi hukum, surat keputusan paripurna terhitung sah sebagai produk hukum keputusan tata usaha negara (TUN). Keterlambatan penyerahan surat keputusan hanya bersifat administratif. Sebelumnya, Wakil Gubernur Hadi Mulyadi mengakui pemerintah daerah belum menerima surat penggantian pimpinan legislatif. “Pemerintah daerah tentunya tidak akan ikut campur dalam urusan tersebut. Apalagi jika proses hukum yang sedang ditempuh belum selesai. Kalau kaitannya dengan proses hukum, kami harus menunggu putusan tetap,” kata Hadi Mulyadi, Senin (8/11) kemarin. Bekas politikus PKS itu memastikan menunggu sampai urusan di tingkat dewan sudah selesai. “Kalau belum klir sepenuhnya, kami tak akan mengambil sikap apapun. Pak Gubernur sudah pesan ke saya, intinya untuk tidak mengambil putusan apapun sebelum proses hukum selesai atau inkrah,” jelas Hadi Mulyadi. *LID/YOS                      
Tags :
Kategori :

Terkait