Tol Balsam Tak Kunjung Usai Didera Masalah

Jumat 05-11-2021,19:18 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com - Tol Balsam masih menyisakan masalah. Bertahun-tahun upaya warga menuntut ganti rugi lahan Tol Balikpapan-Samarinda, semakin jauh panggang dari api. Pemerintah kembali mengarahkan warga menempuh jalur hukum. Berjuang dari nol lagi. Sudah tak terhitung berapa kali warga RT 37 Kelurahan Manggar Balikpapan Timur, memblokir ruas Tol Balsam. Tindakan itu dilakukan untuk mendapat perhatian pemerintah, supaya memenuhi hak mereka. Kuasa hukum warga, Yesayas Rohi mengatakan, hingga saat ini, pembayaran ganti rugi lahan terdampak pembangunan Tol Balsam belum diterima. Padahal, dalam pertemuan yang dilakukan pemerintah bersama pihak terkait pada bulan September, warga dijanjijakan segera dipenuhi. “Berdasarkan hasil pertemuan itu warga diminta menunggu 12 hari untuk proses penyelesaian. Namun, hingga 12 hari kedua, pemerintah enggak kunjung memberi kejelasan, bahkan hingga saat ini,” ujar Yesayas, baru-baru ini. Pemerintah Kota Balikpapan punya tanggung jawab menyelesaikan permasalahan ini. “Kan ada yang mengeklim lahan ini masuk Balikpapan Utara. Padahal kan ini masuk Balikpapan Timur. Kami punya buktinya,” jelasnya, kepada Disway Kaltim. Klaim antarwarga inilah yang menjadi pangkal persoalan, yang mengakibatkan konsinyasi senilai Rp 9 miliar tak bisa dicairkan. Kepala Kantor Badan Pertanahan Balikpapan (BPN) Balikpapan, Herman Hidayat menjelaskan, adanya sengketa kepemilikan lahan yang termasuk dalam trase km 6 Tol Balsam. Sengketa terjadi antara warga RT 37 Kelurahan Manggar Kecamatan Balikpapan Timur yang menguasai lahan secara fisik, dengan beberapa sertifikat yang berlokasi pada objek Pengadaan Tanah. “Terhadap penanganan sengketa tersebut telah dilakukan fasilitasi penyelesaian permasalahan kepada para pihak bersengketa, tetapi tidak ditemukan kata sepakat,” kata Herman Hidayat, Rabu, 3 November 2021. Meski tahu tanah itu bersengketa, kata Hidayat, tidak mempengaruhi proses pengadaan tanah untuk proyek tol. “Sesuai dengan regulasi Pengadaan Tanah dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bagian Kedua: Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, telah dilaksanakan tahapan pengadaan tanah secara runut,” imbuh dia. Karena belum tercapai kesepakatan, maka dilakukan Penitipan Uang Ganti Kerugian atau Konsinyasi di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan. PN Balikpapan sendiri juga telah mengeluarkan Penetapan Konsinyasi atas bidang-bidang tersebut pada 26 Oktober 2017. Dan pada 20 Februari 2018 telah dilakukan pemutusan hubungan hukum oleh Kantor Pertanahan Kota Balikpapan dengan dasar Penetapan tersebut. “Undang-undang Pengadaan Tanah juga telah memberikan pilihan yang dapat ditempuh dalam penyelesaian permasalahan tersebut, yaitu gugatan oleh salah satu pihak kepada pihak yang lain dan atau adanya kesepakatan damai dengan menyertakan putusan pengadilan atau berita acara perdamaian,” tuturnya. Kantor Pertanahan Kota Balikpapan mendukung penyelesaian permasalahan dengan tetap berdasar pada peraturan perundang-undangan. Dihimbau kepada para pihak yang bersengketa untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum ataupun yang mengganggu kelancaran pada fasilitas umum Jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang juga merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional.

KATA JASA MARGA

Sementara itu, Direktur Utama Jasamarga Balikpapan Samarinda (JBS), Jinto Sirait selaku pengelola ruas Tol Balsam juga memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat yang telah mendukung pelaksanaan pembangunan hingga  pengoperasian penuh, yang merupakan jalan tol pertama di Kalimantan. “Dengan beroperasinya jalan Tol Balsam secara penuh dapat meningkatkan daya saing daerah serta meningkatkan perekonomian daerah Kalimantan Timur,” kata Jinto. Meski Tol Balsam telah beroperasi secara penuh, JBS membenarkan masih terdapat permasalahan sengketa kepemilikan lahan antara Warga RT 37 Kelurahan Manggar Kota Balikpapan yang  berlokasi di seksi 5 yang belum terselesaikan sampai dengan sekarang. Selaku pengelola jalan Tol Balsam, JBS sangat mendukung upaya penyelesaian permasalahan sengketa kepemilikan lahan antar warga dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten dalam pembebasan lahan yaitu PPK Lahan, BPN Balikpapan, Pemkot Balikpapan sesuai perundang-undangan yang berlaku. “Selama beroperasinya Tol Balsam secara penuh telah terjadi beberapa kali penutupan pada badan jalan Tol yang dilakukan oleh warga, hal ini sangat membahayakan keselamatan bagi pengguna jalan tol yang melintasi Tol Balsam,” akunya. Jinto juga menghimbau kepada warga agar tidak lagi melakukan tindakan melawan hukum berupa penutupan badan jalan Tol Balsam, mengingat permasalahan sengketa kepemilikan lahan antar warga telah di tangani oleh pihak-pihak yang berkompeten. “Proses mediasi sengketa kepemilikan lahan warga sudah cukup lama namun belum ada kesepakatan antar warga yang bersengketa maka upaya lain penyelesaian sengketa selanjutnya dapat melalui pengadilan,” tutupnya.

SIKAP PEMKOT BALIKPAPAN

  Terkait sengketa lahan di Seksi V Tol Balsam, Kepala Bagian Kerjasama dan Perkotaan Setkot Balikpapan, Arfiansyah telah menyampaikan surat tanggapan terhadap permohonan penunjukan batas yang diminta warga kepada PPK Pengadaan Tanah Jalan Tol Balikpapan-Samarinda selaku pemohon. Surat itu diserahkan sejak 23 September 2021. “Penunjukan batas wilayah tidak dapat dilakukan dengan penjelasan penetapan batas dan pembentukan kecamatan Wilayah Kota Balikpapan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1987 tentang Penetapan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda, Kotamadya Daerah Tingkat II Balikpapan, Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai dan Kabupaten Daerah Tingkat II Pasir,” ujar Arfiansyah dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan Rabu (3/11). Ia juga berpegang pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1996 tentang Pembentukan 13 Kecamatan di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai, Berau, Bulungan, Pasir, Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda dan Balikpapan Dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur. Arfiansyah menyatakan, untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu daerah yang memenuhi aspek teknis dan yuridis, diperlukan penegasan batas wilayah suatu daerah yang dilakukan dengan menegaskan segmen-segmen batas dan dilanjutkan dengan pengesahan batas wilayah oleh kepala daerah. “Sejak diberlakukannya otonomi daerah, penegasan dan pengesahan batas wilayah kelurahan di Kota Balikpapan sampai saat ini masih menyisakan beberapa segmen batas yang belum selesai penegasan batasnya, termasuk di dalamnya segmen batas wilayah Kelurahan Karang Joang Kecamatan Balikpapan Utara dengan Kelurahan Manggar Kecamatan Balikpapan Timur,” jelasnya. Dikatakan Arfi, salah satunya berlokasi di Seksi V Jalan Tol Balikpapan-Samarinda hasil identifikasi surat alas hak tanah milik warga, terdapat Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan oleh Kantor Agraria/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotamadya Balikpapan diterbitkan antara tahun 1984 sampai 1989. “Artinya, sertifikat diterbitkan pada waktu sebelum dan sesudah diberlakukannya PP Nomor 21 tahun 1987. Berdasarkan tahun penerbitan SHM dan penetapan batas wilayah Balikpapan dalam PP itulah yang menjadi alasan mengapa Pemkot Balikpapan tidak bisa melakukan penunjukan batas wilayah,” imbuh Arfiansyah. Ia menambahkan, tidak mungkin penyelesaian sengketa kepemilikan hak atas warga RT 37 Manggar yang sudah masuk ranah hukum, diselesaikan dengan penunjukan batas wilayah. Atau penentuan tapal batas dari Pemkot Balikpapan sebagaimana yang diminta Warga RT 37 Manggar. “Apalagi penegasan batas kedua kelurahan tersebut belum pernah dilakukan update oleh Pemkot Balikpapan dan penerbitan sertifikat tersebut merupakan kewenangan BPN,” kata Arfi. Ia juga mempertanyakan, mengapa penunjukan batas wilayah ini baru mengemuka setelah 4 tahun konsiyansi. Seharusnya warga mempertanyakan hal itu ketika menempuh skema konsinyasi pada tahun 2018. “Jadi langkah selanjutnya yang tepat adalah melalui jalur pengadilan, maka tuntutan batas wilayah tersebut akan terang benderang, dari mana sumber dokumen batas wilayah yang digunakan untuk menerbitkan sertifikat tersebut dan siapa yang berhak atas tanah tersebut,” kata Arfi lagi. Kalaupun penunjukan batas dilakukan, hasilnya akan dijadikan dasar warga untuk menjelaskan ke BPN sebagaimana hasil komunikasi dengan warga dan penasihat hukum.   Hal tersebut untuk menghindari tindakan Warga RT 37 Kelurahan Manggar melanggar hukum berupa penutupan badan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda. Mengingat Seksi V telah beroperasi pada 25 Agustus 2021. Sementara  penyelesaian sengketa melalui mediasi oleh Pemkot Balikpapan, PPK Pengadaan Tanah, Kantor Pertanahan Balikpapan, serta pihak terkait lainnya sudah berlangsung cukup lama. “Maka agar sengeketa ini segera berakhir disarankan kepada Warga RT. 37 Kelurahan Manggar untuk segera menyelesaikan perkara tersebut secara litigasi jalur pengadilan,” usulnya. Ia memastikan penunjukan batas wilayah tidak dapat dilakukan sebagimana permintaan warga. Sedangkan untuk penegasan batas wilayah yang belum selesai di beberapa segmen, akan menjadi kewajiban Pemkot Balikpapan sebagai perwujudan menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah. “Ini juga untuk memenuhi aspek teknis dan yuridis, yang bermanfaat juga untuk meningkatkan investasi di Balikpapan dalam menyongsong Balikpapan sebagai Penyangga IKN, jadi bukan untuk menyelesaikan sengketa yang saat ini berlangsung,” tutupnya.

RESPONS WARGA

Sementara itu salah satu warga, Hermin mengaku kecewa dengan sikap pemerintah. Ia mengatakan, jika pemerintah kurang serius menangani persoalan ganti rugi lahan warga ini, sehingga prosesnya berlarut-larut hingga saat ini. “Kami dijanjikan 12 hari, buktinya sampai sekarang enggak ada kabarnya,” jelas Hermin. Jika hak-hak warga masih belum dibayarkan, atau pemerintah masih abai terhadap masalah ini mereka pun mengancam akan menguruk ruas jalan tol di Seksi V ini. “Kalau perlu nanti saya uruk pakai tanah, saya tanami lagi seperti dulu,” tegasnya. Warga lainnya Fony Malisa mengatakan, jika selama ini warga sudah bersikap kooperatif dan tidak pernah menghambat pembangunan jalan Tol Balsam yang menjadi kembanggaan warga Kaltim ini. “Kami kooperatif, loh selama ini, bahkan nilai ganti rugi saja kami tak banyak menuntut. Tapi kenapa kami dipersulit sekarang,” tambahnya. *RYN/BOM/YOS  
Tags :
Kategori :

Terkait