Defisit Sana-Sini Berdalih Pandemi

Kamis 26-08-2021,08:00 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

KUTAI TIMUR, nomorsatukaltim.com – Hampir seluruh daerah di Kalimantan Timur melaporkan defisit anggaran. Kondisi ini sebenarnya bukanlah ‘barang’ baru. Sudah bertahun-tahun banyak daerah selalu melaporkan defisit dalam laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Tahun ini, setelah Kabupaten Penajam Paser Utara mengalami defisit akut, giliran Kabupaten Kutai Timur melaporkan hal serupa. Wakil Bupati Kutim, Kasmidi Bulang mengatakan, defisit pada APBD Perubahan 2020 akibat meningkatnya belanja daerah serta kewajiban kepada pihak ketiga. Penyesuaian terpaksa dilakukan Pemkab Kutim pada APBD Perubahan kali ini. Beberapa kebutuhan harus direalokasi. “Kami melihat evaluasi pembangunan tahun sebelumnya. Kemudian menyempurnakan kebijakan melalui optimalisasi program. Serta melihat perkembangan yang terjadi pada semester pertama,” ucap Kasmidi. Hasilnya, diperoleh angka defisit sebesar Rp 267 miliar. Kenaikan belanja daerah disebabkan belanja langsung seperti menaikkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), serta penyelesaian utang atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Utang untuk membayar pekerjaan fisik, sebagian tanah dan sebagian utang DBH-DR,” jelasnya. Kemudian Pemkab Kutim juga membuat program baru. Yaitu memberikan bantuan pembayaran rekening PDAM bagi masyarakat berpenghasilan rendah selama 3 bulan. Ditambah dengan kegiatan penanganan COVID-19. “Bentuknya berupa jaring pengaman sosial, dan menggerakkan serta pemulihan ekonomi daerah,” bebernya. Sebenarnya, Pemkab Kutim telah menyusun rencana pembangunan tahun ini. Arahnya dengan peningkatan produk unggulan yang memiliki daya saing. Hanya saja kebijakan tersebut terpaksa menguap. Kondisi pandemi menjadi biang kerok kegagalan program itu. Ditambah lagi, keharusan pemkab memperhatikan kondisi ekonomi. “Sehingga perlu dilakukan realokasi dan refocusing belanja daerah. Dan saat diubah pun harus terjadi kondisi defisit,” katanya. Namun Pemkab Kutim sudah memiliki langkah antisipasi. Salah satunya dengan memasukkan penerimaan tambahan. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dari tahun sebelumnya coba ditambah menjadi pembiayaan. “Nilainya sebesar Rp 272,6 miliar. Jika bisa diproyeksikan dan terpakai maka dapat menutupi defisit anggaran ini,” tuturnya. Tahun ini sebenarnya Pemkab Kutim menerima transfer pusat dengan jumlah cukup besar. Berdasarkan data daftar alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa tahun anggaran 2021, Kutim mendapat kucuran Rp 2,1 triliun. Dana itu merupakan akumulasi dari Dana Bagi Hasil (Rp 1,1 triliun), Dana Alokasi Umum (Rp 577 miliar), Dana Alokasi Khusus Fisik (Rp 130 miliar), Dana Alokasi Non-Fisik (Rp 105 miliar), dan Dana Desa (Rp 194 miliar). Tahun ini, Kutim tak mendapatkan Dana Insentif Daerah.

Cicil Insentif

Salah satu dampak kekurangan anggaran dirasakan para ASN di Pemkab PPU. Mereka Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) tertahan selama hampir 4 bulan. Demi meredam rencana unjukrasa, Pemkab berencana melakukan pembayaran secara bertahap. Titik terang itu diungkapkan Plt Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) PPU, Muhajir. Menyatakan per kemarin, proses pembayaran sudah dijalankan. "Kami bayar selama 1 bulan dulu. Untuk yang berikutnya akan dibayarkan secara bertahap, sesuai dengan kemampuan keuangan daerah kita," ujarnya, Rabu (25/8). Diketahui, ada ribuan PNS yang belum menerima insentif itu sejak Mei lalu. Jadi menunggak sekira 3 bulan. Akibat terlambatnya pembayaran itu, terdengar pula gerakan demonstrasi bakal ditunjukkan jajaran abdi negara. Namun hingga kini unjuk rasa itu belum juga terealisasi. Muhajir menerangkan hambatan pemerintah terlambat membayar hak pegawai itu. Alasannya tak lain tak bukan ialah kondisi keuangan sulit saat ini. "Karena kita ketahui bersama. Alasannya banyak. Terkait penurunan DBH (Dana Bagi Hasil) juga iya, kemudian alokasi banyak terserap untuk membiayai pandemi COVID-19," ungkapnya. Hal itu, sambungnya, masih juga dibebani berbagai kebijakan pemerintah pusat. Yaitu pengalihan beban berbagai pembiayaan. "Sehingga alokasi itu membuat daerah mengalokasikan lagi, karena itu menjadi kewajiban daerah. Dulunya itu kewajiban pusat," katanya. Salah satunya ialah pembayaran insentif untuk tenaga kesehatan (nakes). Yang sejak tahun lalu juga belum diberikan. Pemkab PPU juga mengakui kesulitan untuk melakukan pembayaran terhadap ratusan nakes yang menangani COVID-19 itu. "Jadi terkadang pemerintah pusat itu mengeluarkan kebijakan itu memberatkan daerah," tutup Muhajir. Awal tahun ini PPU telah mengajukan pinjaman ke pemerintah pusat melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 500 miliar. Rencana itu dilakukan mengingat defisit dialami pemerintah  daerah mencapai Rp 550 miliar. Selain Kutim dan PPU, Kota Samarinda, Balikpapan, Kutai Kartanegara juga melaporkan nasib serupa. *BCT/RSY/YOS
Tags :
Kategori :

Terkait